Mungkinkah Startup Fintech, Edtech, dan AI Jadi Unicorn Selanjutnya
Wawancara dengan CEO Mandiri Capital, HarukaEdu, dan Kata.ai
Setelah GO-JEK, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak, siapa yang akan menjadi startup unicorn selanjutnya? Mungkinkah ada gebrakan dari sektor baru seperti fintech, edutech, bahkan artificial intelligence untuk menempati urutan kelima? Pertanyaan-pertanyaan tersebut saat ini memang baru bisa dijawab dengan beragam asumsi, berdasarkan iklim investasi di tiap lanskap investasi.
Tahun 2017 hingga sekarang banyak yang mengatakan sebagai tahunnya fintech di Indonesia. Memang, hal tersebut dibuktikan langsung dengan lahirnya banyak sekali pemain di industri, termasuk terciptanya regulasi baru yang secara khusus mengatur operasional fintech. Namun riuhnya industri apakah berbanding lurus dengan kepercayaan diri para pemain untuk menjadi unicorn selanjutnya.
Di sela-sela pagelaran Nexticorn 2018 di Bali, DailySocial menemui salah satu local investor yang fokus di fintech, yakni Eddi Danusaputro, Presiden Direktur Mandiri Capital Indonesia (MCI). Kami menanyakan seberapa percaya diri startup fintech di Indonesia untuk menjadi unicorn berikutnya. Eddi mantap memberikan jawaban optimis.
"Sangat optimis (startup fintech) bisa menjadi unicorn selanjutnya. Kita bisa melihat banyak startup fintech di Indonesia yang sudah mencapai Seri B, bahkan beberapa sudah Seri C. Fintech akan terus tumbuh karena secara proses bisnis menjadi enabler untuk banyak sektor, misalnya menjadi payment gateway atau sistem pembayaran," terang Eddi.
Di tahun 2017 MCI menyiapkan dana mencapai 500 miliar Rupiah untuk diinvestasikan ke startup fintech. Kendati demikian Eddi menyampaikan tidak ada target khusus dari sisi nominal untuk penggelontoran investasi, yang jelas mereka menargetkan tiap tahun akan menginvestasi 3 - 4 startup baru. Tahun ini MCI sudah berinvestasi di Koinworks (Seri A) dan Investree (Seri B).
Melihat dari sisi regulasi, hampir setiap pemain fintech yang kami temui mengatakan "fintech is extremely regulated". Di Indonesia, para startup diatur langsung operasionalnya oleh OJK dan Bank Indonesia. Sementara OJK sudah cukup banyak memberikan izin untuk startup berjenis p2p lending beroperasi, BI cukup alot dalam mengeluarkan perizinan startup berjenis e-money/e-wallet.
"Pemerintah cukup konservatif dalam meregulasi fintech, tapi itu sangat bisa dimaklumi. Karena pada akhirnya regulasi itu juga untuk melindungi konsumen dan membangun kepercayaan masyarakat untuk layanan fintech itu sendiri," ungkap Eddy.
Bagaimana dengan edtech?
Kemenkominfo mengurasi beberapa startup yang dinilai potensial untuk mendapatkan pendanaan lanjut menuju unicorn. Selain fintech, ada kategori lain seperti SaaS, artificial intelligence, healthtech, dan edtech. Edtech menjadi yang menarik, karena tidak banyak startup yang bisa bertahan dan bertumbuh di lanskap ini. Pasalnya pendidikan secara online sendiri belum menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia.
HarukaEdu menjadi salah satu startup edtech yang direkomendasikan dalam Nexticorn. Kami menemui Novistiar Rustandi, Co-Founder & CEO HarukaEdu, untuk menanyakan pendapatnya soal menjadi unicorn selanjutnya. Ia memaparkan bahwa model bisnis akan menjadi kunci untuk melahirkan valuasi tinggi untuk startup edtech. Ia mencontohkan keberhasilan salah satu startup luar bernama 2U.com.
"Di luar negeri ada 2U.com, itu juga menjadi benchmark produk baru kami Pintaria. Platform ini menghadirkan layanan blended-learning, semacam kuliah online. Dulu 2U.com mencapai valuasi $1 miliar saat mereka hanya memiliki 12 ribu pengguna. Per tahun 2018 ini penggunanya sudah mencapai 32 ribu, valuasi pun meningkat senilai $4,8 miliar. Di edtech, akuisisinya sekali, tapi pelanggan akan bayar selama 4 tahun," jelas Novistiar.
Pintaria menjadi produk terbaru HarukaEdu dengan konsep live long learning portal. Novistiar menceritakan pengembangan produk ini didasarkan pada kebutuhan generasi masa kini untuk terus belajar. Banyak pekerjaan lama yang sudah mulai dikikis dengan otomasi, mengharuskan setiap pekerja harus selalu memiliki kompetensi yang relevan dengan kebutuhan industri.
Cara kerja Pintaria dimulai dengan memberikan perspektif kompetensi industri yang bisa dipilih sesuai ketertarikan pengguna. Selanjutnya pengguna akan dihubungkan dengan lembaga yang menyediakan pengajaran secara online. Saat ini sudah bekerja sama dengan beberapa kampus, sehingga dipastikan sertifikat yang didapat diakui legal.
"Banyak pekerjaan lama mulai hilang, misalnya penjaga pintu tol atau kasir. Sementara banyak pekerjaan baru muncul, misalnya data scientist atau AI trainer. Revolusi industri 4.0 memang memberikan tantangan sendiri, tapi dengan memiliki prinsip harus selalu belajar, kita bisa terus mengikuti perkembangan zaman. Itu menjadi potensi bisnis yang coba diakomodasi HarukaEdu," terang Novistiar.
Menutup perbincangan, tahun ini HarukaEdu juga dalam proses penyelesaian proses pendanaan tahap baru untuk akselerasi bisnis.
Artificial intelligence sebagai pendorong revolusi
Digitalisasi besar-besaran yang akan terjadi dalam revolusi industri 4.0 konon akan banyak didorong oleh artificial intelligence (AI) dan internet of things (IoT). Artinya terbuka peluang yang cukup signifikan untuk startup yang bergerak di bidang tersebut untuk menjadi pemimpin bisnis digital ke depannya. Demi mendapatkan perspektif, kami menemui juga Co-Founder & CEO Kata.ai Irzan Raditya.
Disrupsi ekonomi yang melibatkan AI mulai banyak terasa, bahkan nilainya bisa menjadi sangat besar. Irzan mengungkapkan, salah satu penelitian menyebutkan ekonomi yang dihasilkan dari AI di Asia Tenggara saja sudah mencapai $400 miliar. Hal ini disebabkan kebutuhan dari industri itu sendiri, untuk menghadirkan teknologi yang lebih advanced.
"Ada kebutuhan untuk membuat teknologi semakin personalized dan advanced. Dari sini jelas, masa depan startup AI akan sangat diminati. AI juga dikatakan menghadirkan disrupsi di berbagai jenis pekerjaan, namun juga menghadirkan ekonomi baru dan memberikan efisiensi kepada industri dalam menjalankan proses bisnisnya," ujar Irzan.
Kata.ai memang dikenal sebagai startup yang menyasar segmentasi B2B. Melalui produk berbasis chatbot, mereka mendampingi banyak perusahaan menghadirkan otomasi, khususnya untuk pelayanan pelanggan. Lalu berkaitan dengan kepercayaan diri startup AI untuk menjadi unicorn, Irzan mengatakan peluangnya sangat besar.
"Untuk fundraising, setiap startup pastinya membutuhkan. Kami sendiri akan banyak update nanti di Desember, termasuk produk-produk baru. Misi kami jelas, mendampingi bisnis memiliki fitur kecerdasan, dengan menghadirkan akses ke AI engine," sambung Irzan.
Sign up for our
newsletter