OJK Tunjuk Aftech Sebagai "Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital"
Tugas awal adalah membuat "market conduct" dan komite etik agar inovasi tetap berjalan secara bertanggung jawab
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjuk Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) sebagai Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) sesuai dengan amanat POJK No.13 Tahun 2018 mengenai IKD di sektor jasa keuangan. Penunjukan bertujuan untuk membangun sistem pengawasan penyelenggara IKD yang efektif.
IKD di sini terkait segmen fintech yang selama ini belum diregulasi oleh OJK. Ini adalah istilah dari OJK yang menyebutnya sebagai inovasi, bukan sebagai industri. Sejauh ini baru dua industri fintech yang sudah diregulasi, yakni P2P lending dan equity crowdfunding.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida menjelaskan, IKD punya banyak manfaat positif, seperti meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, dan memenuhi kesenjangan pembiayaan untuk UMKM.
Di sisi lain risikonya juga banyak. Untuk itu perlu diterapkan balanced regulatory framework agar hubungan dengan lembaga jasa keuangan dapat bersinergi secara optimal. Perlindungan konsumen pun tetap terjaga.
Menurutnya, penunjukan asosiasi ini akan mempermudah mekanisme koordinasi dan pengawasan IKD, serta diharapkan akan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada dan membangun sinergi antar penyelenggara IKD.
"Melalui pembentukan asosiasi, para penyelenggara IKD akan mudah membentuk ekosistem keuangan digital karena terdiri dari anggota dengan berbagai model bisnis. Mereka bisa saling berinteraksi dan mendukung dalam menciptakan sektor keuangan digital yang sehat," terangnya, Jumat (9/8).
Mekanisme pembentukan asosiasi ini, menganut prinsip pengaturan. Artinya OJK hanya membuat garis besar pengaturan, sementara teknis dari pengaturan ini dibuat oleh para pelaku industri.
Aftech akan mengambil peranan penting untuk merumuskan standar industri dan mengembangkan operasional Asosiasi Penyelenggara IKD, termasuk pedoman perilaku model bisnis (market conduct) masing-masing anggota.
"Pengawasan fintech itu beda dengan bank dan non bank karena model bisnisnya beda, risikonya juga beda. Makanya perlu tempuh dengan market conduct, artinya kita harus membuat industri ini bisa bertanggung jawab dalam menjalankan inovasinya, tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat tapi juga melindungi kepentingan konsumen," tambah Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Sukarela Batunanggar.
Lebih lanjut, tugas dan wewenang Aftech sebagai Asosiasi Penyelenggara IKD diatur dalam SEOJK Penunjukan Asosiasi Penyelenggara IKD yang akan diterbitkan dan disampaikan ke publik dalam waktu dekat.
Tunggu SEOJK terbit
Ketua Aftech Niki Luhur menjelaskan, pihaknya akan membentuk market conduct dan komite etik pasca ditunjukkan sebagai Asosiasi Penyelenggara IKD, setelah mendapatkan arahan dan batasan-batasan yang jelas dari OJK (SEOJK).
"Kita akan memulai ini sesuai dengan arahan OJK. Dari sana kita bentuk komite etik yang independen berisikan para pengacara yang akan mengkaji bila ada isu-isu ke depannya," ujar Niki.
Dia melanjutkan, "Bila standar dari OJK sudah jelas, baru sanksi dan bagaimana implementasinya akan kita rumuskan. Apakah melibatkan satgas waspada investigasi atau lainnya. Kita perlu koordinasi lebih jauh terkait ini."
Hingga Juli 2019, OJK telah memberikan status tercatat kepada 48 penyelenggara IKD. Keseluruhannya akan diawasi secara market conduct oleh Aftech. Dari total ini, 34 penyelenggara di antaranya terpilih menjadi prototype regulatory sandbox.
More Coverage:
OJK membagi 34 penyelenggara ini ke dalam 15 klaster berdasarkan segmen bisnisnya. Yang terbanyak di antaranya aggregator (15), credit scoring (4), financial planner (6), financial agent (4), dan project financing (5).
Setelah masuk regulatory sandbox, OJK akan memantau mereka selama setahun atau enam bulan apabila ada tambahan setelahnya. Nanti akan ada hasil akhir sebagai landasan untuk menyusun regulasi, setelah sebelumnya mempertimbangkan dampaknya secara ekonomi dan masyarakat.
Keseluruhan IKD ini sebelumnya harus sudah terdaftar sebagai anggota dari salah satu asosiasi fintech di Indonesia, bisa ke Aftech, AFSI, atau AFPI. Aftech sendiri punya 250 anggota, namun hanya 231 perusahaan yang sudah masuk dalam daftar OJK. Sementara dalam daftar OJK, sudah ada 113 penyelenggara P2P lending yang terdaftar dan tujuh sudah menerima izin usaha.