Pembaruan Fitur dan Tampilan: Dapatkah Augmented Reality Meningkatkan Penjualan Produk Kecantikan?
Semakin banyak orang yang membeli produk kecantikan secara online, perusahaan dan platform mengadopsi teknologi AR untuk mensimulasikan pengalaman belanja offline.
Anda mungkin sudah terbiasa berbelanja online. Namun, banyak yang percaya bahwa betapapun mulusnya pengalaman di e-commerce, beberapa hal — seperti kosmetik — perlu dilihat secara langsung, di toko, dengan cara tradisional.
Alas bedak kulit harus sesuai dengan warna kulit. Menemukan warna merah yang tepat pada lipstik juga bukanlah pekerjaan mudah. Namun, berbagai merek perawatan kulit dan riasan asli digital bertarung untuk menjual riasan secara online dengan memperkenalkan alat virtual baru.
Dian Permatasari, seorang staf administrasi sebuah perusahaan perjalanan yang berbasis di Jakarta, suka menyebut dirinya sebagai "beauty enthusiast". Selama ini ia telah membeli produk kecantikan baru secara online atau melalui katalog, tentunya tidak selalu mulus.
“Terkadang, sulit bagi saya untuk membayangkan apakah warna lipstik yang saya lihat online cocok dengan saya atau tidak,” katanya. Shade yang dicetak di katalog juga seringkali berbeda dari warna sebenarnya, katanya.
Sejak tahun lalu, dia telah menggunakan fitur uji coba riasan virtual baru yang diperkenalkan oleh L'Oréal Group di platform e-commerce Shopee Sea, yang memungkinkannya untuk memeriksa apakah warna krim bibir baru, atau alas bedak kulit, akan cocok pada wajahnya, semua berkat augmented reality. “Saya berharap lebih banyak merek dapat menyediakan fitur ini karena meminimalisir risiko membeli warna yang salah,” katanya. Namun, aplikasinya jauh dari kata sempurna, karena warna terkadang juga terlihat “terlalu palsu” di layar, menurut Dian.
Meningkatnya adopsi aplikasi kecantikan virtual
Banyak platform e-commerce mulai menyediakan fitur uji coba riasan virtual sejak 2018 di Indonesia, meskipun adopsi pengguna meningkat sejak pembatasan berkala COVID-19, karena orang-orang terpaksa tinggal di rumah.
Fitur yang disebutkan oleh Dian, bernama Shopee Beauty Cam, diperkenalkan oleh L'Oréal Group di Shopee untuk merek perusahaan L’Oréal, Maybelline, dan Nyx. Perusahaan multinasional Prancis ini memasuki dunia kecantikan AR dengan mengakuisisi perusahaan teknologi kecantikan Kanada ModiFace pada tahun 2018, sebagai bagian dari strategi akselerasi digital L’Oréal untuk meningkatkan penjualan online.
Untuk mengembangkan fungsi uji coba riasan virtual, ModiFace melatih perangkat lunaknya secara manual menggunakan 22.000 gambar wajah untuk menutupi berbagai warna kulit, menurut situs web perusahaan. ModiFace juga mengelola aplikasi serupa untuk memvisualisasikan warna rambut yang berbeda, juga dipasarkan oleh L'Oréal, yang disebut Hair Color.
Aplikasi serupa lainnya, bernama AR Makeup Try-On, diluncurkan pada Oktober 2020 oleh JD.id, usaha patungan e-commerce dari Gojek dan raksasa Cina JD.com. Perusahaan makeup lokal seperti Wardah, Emina, dan Somehinc yang menjual produknya secara eksklusif di JD.id sudah menggunakan fungsi ini sejak debutnya.
Selain itu, merek kosmetik Indonesia Wardah bekerja sama dengan perusahaan teknologi kecantikan yang berbasis di Taipei, Perfect Corp untuk mengembangkan fitur percobaan di situs web perusahaan, karena penjualan produk melalui saluran e-commerce “berkontribusi secara signifikan” terhadap pendapatan perusahaan pada tahun 2020, menurut salah satu Juru bicara Wardah.
Google juga bermitra dengan ModiFace dan Perfect Corp untuk meluncurkan fitur riasan virtual di Google Shopping pada Desember 2020. Fungsinya untuk memungkinkan pengguna untuk memvisualisasikan warna lipstik dan eyeshadow dari merek seperti L'Oréal, MAC Cosmetics, Black Opal, dan Charlotte Tilbury, di antaranya orang lain.
Berikut cara kerja alat riasan virtual: Pengguna mengakses produk yang mereka inginkan dari platform e-commerce atau situs web merek, dan setelah mengklik tombol "coba sekarang", mereka dapat melihat representasi realitas tertambah secara langsung tentang seperti apa produk itu nantinya pada kulit berkat kamera smartphone atau laptop. Pengguna dapat memilih corak warna yang berbeda, serta efek kecantikan lainnya, dan kemudian menyimpan foto mereka dengan riasan virtual.
“Ini seperti menggunakan filter Instagram, tapi bisa juga diaplikasikan di kehidupan nyata karena produknya bisa langsung dibeli,” kata Ayu Mutiara Ningsih, pengguna Shopee, kepada KrASIA.
Melayani permintaan yang terus meningkat
Semakin banyak platform yang mengadopsi fitur AR sebagai cara tambahan untuk memikat konsumen agar membeli produk kecantikan secara online, kata Daniel Surya, salah satu pendiri dan ketua perusahaan teknologi informasi Indonesia Augmented Reality & Co, kepada KrASIA.
Aplikasi kosmetik AR juga merupakan hasil dari perubahan perilaku konsumen, dimana e-commerce perlahan menjadi saluran utama untuk membeli produk kecantikan, tambah Surya.
Karena semakin banyak orang yang mempertimbangkan untuk membeli kosmetik daring, kemampuan untuk memvisualisasikan diri mereka dengan tampilan baru mungkin akan membuat mereka terpesona. “Sebagian besar merek ingin menambahkan fitur AR di platform mereka karena ingin mendorong lebih banyak penjualan,” kata Surya.
Sektor e-commerce Indonesia diperkirakan akan mencapai USD 101 miliar pada tahun 2025, dengan bahan makanan, peralatan rumah tangga, dan produk perawatan pribadi sebagai tiga faktor pendorong utama, menurut laporan oleh firma riset RedSeer.
Namun, aplikasi riasan virtual perlu mengatasi beberapa keterbatasan teknis agar dapat diadopsi secara luas oleh pengguna. "Terkadang fitur macet, dan saya tidak bisa mengklik tombol coba," kata Dian, mengacu pada BeautyCam Shopee.
"Saya berharap mereka dapat meningkatkan kualitas filter dan gambar, karena menurut saya kontras warnanya terlalu tinggi dan bayangan lipstik tidak terlihat alami," tambahnya.
Faktor-faktor seperti kecerahan ruangan dan kamera gadget juga memengaruhi kualitas visualisasi AR. “Saat kamar saya terlalu gelap, filternya gagal menyatu dengan wajah saya dan terlihat terlalu kartun,” ujar seorang pembeli online Ningsih.
Surya menekankan bahwa kecepatan internet yang rendah di negara tersebut merupakan masalah untuk adopsi utama teknologi AR, serta kualitas gadget. “AR membutuhkan perangkat dengan kamera dan prosesor berkualitas tinggi, yang tidak menjadi masalah bagi pengguna smartphone kelas atas. Tapi orang Indonesia lebih suka smartphone kelas bawah yang terkadang tidak kompatibel [untuk AR]. ”
Dampak aplikasi riasan AR dalam penjualan juga belum terlihat. Survei internal dari Perfect Corp menemukan bahwa pengguna 1,6 kali lebih cenderung membeli produk kecantikan setelah menggunakan fitur uji coba dibandingkan dengan mereka yang tidak. Namun, survei tersebut dilakukan langsung oleh Perfect Corp, sebuah perusahaan yang melihat teknologi percobaan virtual sebagai lini bisnis utamanya. Perusahaan ini paling dikenal konsumen karena aplikasi kecantikannya, YouCam Makeup, yang menyediakan sampel riasan virtual dari merek global seperti L'Oréal dan Estée Lauder kepada pengguna.
Pengguna yang diwawancarai oleh KrASIA mengatakan bahwa fitur uji coba AR tidak terlalu memengaruhi keputusan pembelian mereka, karena mereka menggunakannya lebih hanya untuk bermain dengan berbagai kemungkinan produk, corak, dan warna. Namun, kemungkinan fitur tersebut, secara tidak sengaja, dapat memacu keinginan untuk membeli produk tertentu.
“Menurut saya yang terpenting adalah bagaimana merek memanfaatkan AR untuk memberikan konten yang menarik dan menarik kepada konsumen. AR hanyalah sebuah alat, ”ujarnya. “Seperti musisi dan gitar. Meskipun gitar itu mahal, tetapi musisi tidak dapat memainkannya dengan baik, tidak ada yang akan mendengarkannya dan gitar itu tidak akan berguna.”
Perluas adopsi menggunakan teknologi teranyar
Adopsi AR di pasar kecantikan Indonesia masih dalam tahap awal, menurut Surya, namun pasar tersebut akan terus berkembang di masa mendatang. Karena negara ingin mengadopsi broadband 5G pada tahun 2024, penggunaan fitur AR akan menjadi lebih umum.
“Ini tidak akan terbatas pada percobaan. Kita bisa melihat fitur-fitur seperti skin analysis atau prediksi, apalagi dengan dukungan peralatan AR, seperti kacamata,” kata Surya. “Pengguna dapat mengaplikasikan riasan virtual tidak hanya di wajah mereka sendiri tetapi juga di wajah orang lain. Seperti melihat penampilan teman Anda dalam gaya riasan tertentu, melalui kacamata.”
Teknologi ini juga dapat digunakan secara luas di toko tradisional. Perusahaan seperti Meitu dan ModiFace telah memasang perangkat cermin pintar di toko offline di negara-negara seperti Amerika Serikat, Italia, Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Singapura. Mirip dengan aplikasi smartphone, perangkat memungkinkan pelanggan memakai produk yang diinginkan secara virtual, selain itu juga dapat merekomendasikan gaya tertentu sesuai dengan warna kulit atau bentuk wajah pengguna.
Namun, merek dan platform akan membutuhkan bergepok-gepok untuk mendukung pengembangan AR, analis menjelaskan. “Untuk membangun database sendiri dengan produk, warna kulit, fitur wajah, dan lainnya, Anda harus mengeluarkan biaya puluhan juta dolar. Alat AR berperforma tinggi memiliki biaya tinggi,” jelas Surya.
-Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial