Penetrasi Investor Jepang di Lanskap Startup Indonesia
Catatan historis antar negara, e-commerce, dan demografi menjadi faktornya
Tergiur dengan pencapaian Alibaba yang menguasai ranah e-commerce di Tiongkok, para pengusaha termasuk investor dari Jepang mencoba peruntungan di Indonesia yang memiliki jumlah populasi masif dengan pendekatan yang disesuaikan. Vice President CyberAgent Ventures Steven Vanada dan CEO Beenext Teruhida Sato memberikan pandangan mereka pada Indonesia sebagai pasar berkembang dengan sejuta potensinya dalam sebuah sesi di ajang Tech In Asia Jakarta 2015.
Teruhide berujar bahwa sejatinya sangat masuk akal bagi investor Jepang untuk masuk ke Indonesia. Ada tiga poin yang mendukung argumennya, yang pertama ialah catatan historis kerja sama bisnis yang terjalin sehat antara Jepang dan Indonesia. Catatan ini telah dimulai jauh sebelum era digital diadopsi secara besar seperti dewasa ini, dan tidak membutuhkan waktu lama bagi kedua negara untuk bisa melakukan kerja sama yang lebih fleksibel di industri startup Indonesia.
Yang kedua adalah marketplace (potensi pasar). Tiongkok memiliki angka penggunaan smartphone yang sebanding dengan populasinya, hal ini menjanjikan pasar dan kesempatan yang lebih luas. Indonesia dan India kerap kali diklaim sebagai penerus dari pasar yang subur ini.
“Kondisi ekonomi Jepang saat ini baik-baik saja, tetapi jika kita bandingkan dengan beberapa tahun yang lalu nampaknya kini sedikit lebih pelan,” kata Teduhire. Menurutnya, faktor ini lantaran sedikitnya populasi masyarakat dengan usia produktif di Jepang. Sementara Indonesia memiliki demografi yang jauh lebih muda dengan jumlah yang jauh lebih banyak.
Berbicara tentang pasar, Steven Vanada sependapat tentang membandingkan Indonesia dan Jepang dengan kondisi yang tidak jauh berbeda. Hanya saja apa yang dibutuhkan tidak selalu bisa diimplementasikan dengan persis berdasarkan apa yang ada di Jepang.
“Ketika kami mencari [startup] untuk didanai di Jepang, banyak sekali market yang lebih niche berpotensi untuk dikembangkan. Di Indonesia sendiri tak perlu seperti itu. Tak perlu pasar yang lebih niche, kategori yang cenderung lebar pun tak mengapa,” kata Steven.
Tentang sektor e-commerce yang masih menjadi primadona, Teruhide mengatakan:
“Marketplace selalu menjadi raja, sementara payment gateway adalah ratunya di industri e-commerce. Itulah keindahan dari ekosistem ini, memperkuat para UKM.”