Pingtar Andalkan Chatbot untuk Pembelajaran Pemasaran Digital
Pingtar memiliki dua model bisnis, yakni D2C dan B2B agar bisa menyasar pembelajar individu dan klien organisasi
Pemasaran digital (digital marketing) merupakan salah satu pekerjaan yang paling banyak dibutuhkan oleh perusahaan untuk menarik konsumen dan calon konsumen secara cepat. Pasalnya, penerimaan teknologi dan internet di masyarakat yang luas membuat kegiatan pemasaran secara digital kini dijadikan pilihan utama oleh perusahaan.
Akibatnya, perusahaan saling berkompetisi membuat konten yang menarik untuk dipajang di berbagai platform digital. Beberapa contoh teknik pemasaran yang termasuk dalam bidang ini adalah SEO (Search Engine Optimization), periklanan online seperti FB ads dan Google Ads, promosi media cetak, iklan televisi dan radio, billboard elektronik, email marketing, mobile marketing, dan lainnya.
Seluruh keahlian tersebut, tentunya harus dikuasai oleh calon talenta yang ingin mendalami pekerjaan di bidang pemasaran digital. Tak terlepas juga para pemilik bisnis UMKM yang ingin membesarkan usahanya ke tingkat lebih lanjut. Pingtar menawarkan solusi belajar pemasaran digital yang tidak perlu harus datang dan ikut kelas online secara rutin, cukup melalui chatbot yang diakses melalui WhatsApp.
Inspirasi merintis Pingtar datang dari keinginan Marsha Hamdani dan Arvinda Tripradopo yang dekat dengan lanskap pelatihan pemasaran digital di organisasi yang menaungi mereka berdua. Arvinda sudah berkecimpung di ranah teknologi dan pemasaran selama lebih dari 15 tahun. Ia merintis dan memimpin sebuah jasa konsultasi Digital Marketing bernama SkytreeDGTL sejak 2015.
Sedangkan Marsha bergabung dengan Skytree setahun berikutnya sebagai Digital Strategist. “Di Skytree, kami berdua sudah membantu berbagai organisasi di tingkat maturitas dan industri dalam proses digital marketing-nya, baik menangani pembuatan roadmap digital, memimpin eksekusi, dan memberikan pelatihan serta konsultasi untuk pelaku bisnis,” ucap Marsha saat dihubungi DailySocial.id.
Dari pengalamannya di perusahaan sebelumnya, mereka melihat langsung bagaimana Digital Marketing bisa membantu pertumbuhan bisnis di berbagai industri dan ingin mengakumulasikan pengetahuan yang sudah dikumpulkan tersebut untuk lebih banyak pelaku bisnis. Maka dari itu, pada 2018, merilis unit bisnis bernama TalkDGTL yang difokuskan untuk pelatihan Digital Marketing.
“Saat itu model bisnisnya masih berupa pelatihan langsung, jadi kami dan beberapa tenaga ahli Skytree jadi pembicara di berbagai seminar, workshop, dan sesi training. Tapi selama ini beroperasi, kami sadar bahwa sebetulnya model bisnis ini sulit di-scale up, apalagi banyak kompetitor. Akhirnya pada awal 2021, Talk DGTL akhirnya dihentikan karena rasanya belum berhasil menjangkau skala edukasi yang diinginkan.”
Pada tahun yang sama pula, ia dan Arvinda mulai mempelajari teknologi WhatsApp chatbot yang mulai masuk. WhatsApp sendiri adalah platform komunikasi yang banyak digunakan orang di seluruh dunia untuk melakukan kegiatan apapun, termasuk pemasaran. Dari sisi perusahaan WhatsApp itu sendiri, sudah membuka pintu bagi pengembang untuk mengakses API-nya secara resmi.
“Nah dari sanalah kami mulai melakukan riset lebih lanjut tentang teknologi ini. Karena teknologi ini bisa menjadi solusi terhadap skalabilitas dan aksesibilitas yang menjadi masalah di TalkDGTL dan organisasi pelatihan serupa pada saat ini. Kami berdua jadi mulai serius membahas Pingtar di akhir tahun ini.”
Produk Pingtar
Pingtar membagi solusinya menjadi dua model bisnis, yakni direct-to-consumer (D2C) dan B2B. Marsha menjelaskan, untuk produk D2C, produk Pingtar akan ditawarkan sebagai pilihan metode pembelajaran baru melalui WhatsApp. Peserta modul bisa mendaftarkan diri untuk sebuah topik Digital Marketing yang ingin dipelajari melalui situs dan mendapat kiriman modul langsung di WhatsApp mereka.
“Chatbot akan menggantikan posisi seorang coach Digital Marketing, sehingga peserta dapat berinteraksi secara terbatas untuk mendapatkan rekomendasi yang dipersonalisasi sesuai kondisi bisnis mereka.”
Model pertama ini akan dirilis dalam waktu dekat, dan menawarkan produk ini dengan model Freemium. Jadi akan ada modul dasar yang ditawarkan secara gratis dan pilihan untuk beli modul premium secara satuan. Harganya akan dibuat sangat terjangkau karena ingin menjangkau pebisnis UMKM di seluruh pelosok.
“Patokan kami, pembelian satu modul tidak boleh lebih mahal dari harga belanja kopi di kafe-kafe di Jakarta, dan ini masih memiliki margin yang sehat karena pelatihan Pingtar menggunakan teknologi chatbot, bukan mengandalkan pelatih.”
Kedua, untuk B2B hadir karena pihaknya menyadari bahwa metode micro learning melalui WhatsApp bisa menjadi pilihan menarik bagi organisasi yang ingin meningkatkan efektivitas dari sistem Knowledge Management (KM) saat ini. Bagi pengguna bisnis, Pingtar akan bantu organisasi mentransformasi konten dan/atau sistem KM yang sudah ada ke dalam format WhatsApp dengan biaya instalasi dan langganan platform.
Dalam versi awal ini, Marsha mengaku masih bekerja sama dengan pihak ketiga solusi chatbot, sembari memastikan efisiensi biaya dan kecepatan waktu peluncuran produk. Oleh karenanya itu pula, model pembelajaran awal di Pingtar akan lebih banyak mengandalkan guided-learning, artinya peserta akan mendapatkan arahan yang agak kaku dalam interaksinya dengan chatbot. “Chatbot juga belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan langsung saat ini.”
Kendati begitu, pengembangan chatbot secara in-house rencananya akan jadi salah satu prioritas utama perusahaan setelah tahap validasi model bisnis dengan dukungan finansial yang lebih kuat. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan terhadap pihak ketiga, fitur-fitur yang khusus untuk proses belajar pun bisa langsung ditambahkan.
Diferensiasi dan rencana berikutnya
Bisa dikatakan solusi pelatihan berbasis WhatsApp yang ditawarkan Pingtar pertama di Indonesia. Kelebihan ini juga membuat Pingtar dapat diakses di mana pun, bahkan di daerah tanpa akses internet yang stabil sekalipun. Pebisnis di daerah seringkali kesulitan mengakses pelatihan secara online.
"Menggunakan format berbasis teks, Pingtar jadi jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan model video-based learning, livestream coaching, atau pelatihan offline yang saat ini tersedia di pasar. Ini juga sebabnya kami menggunakan WhatsApp yang sudah familiar digunakan oleh siapa pun melalui telepon pintarnya.”
Dari sisi pengembangan modul, dikembangkan sendiri oleh tim Pingtar yang dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan pengalaman ekstensif di bidang tersebut. Meski demikian, tim berencana untuk merangkul berbagai ahli di bidang bisnis lain yang bisa berkontribusi ke modul-modul Pingar dengan model royalti.
More Coverage:
Selain itu, sambungnya, materi pembelajaran dibangun dengan konteks UMKM di Indonesia. Lantaran, kebanyakan pelatihan umumnya menyasar kapabilitas yang sangat umum atau sangat spesifik, sehingga sering kali sulit dipahami oleh UMKM. “Model pembelajaran melalui WhatsApp ini masih sangat sedikit atau bahkan belum ada baik secara nasional maupun global.”
Produk Pingtar saat ini belum dirilis ke publik, masih dalam proses akhir pengembangan produk D2C. Pra-rilis rencananya akan diadakan pada Agustus mendatang. Nantinya perusahaan akan memberikan kesempatan bagi lebih dari 100 pemilik UMKM di Jakarta untuk mencoba dan memberikan masukan untuk Pingtar secara gratis. “Rilis publik untuk model D2C sendiri rencananya awal Oktober 2022.”
Setelah pra-rilis dan rilis publik berhasil dilewati, Marsha meyakini pihaknya akan mendapat validasi bisnis awal yang dibutuhkan untuk proses pengembangan berikutnya. Bila hasilnya positif, Pingtar akan diakselerasi skala operasionalnya agar dapat menjangkau UMKM di seluruh pelosok.
“Sampai tahapan pengembangan produk ini, Pingtar masih 100% self-funded. Namun, kami memang dalam proses diskusi dengan beberapa VC untuk mendapatkan pendanaan lebih lanjut, terutama untuk mendukung peningkatan skala besar-besaran selepas validasi pasar,” pungkas Marsha.