Startup Agritech Kedai Sayur Pivot, Kini Layani Pesan Antar Bahan Makanan
Akan menjadi layanan permanen dengan berbagai peningkatan fitur
Startup agritech Kedai Sayur mengumumkan perubahan fokus bisnis menjadi layanan pesan antar makanan online sejak pandemi berlangsung pada Maret 2020. Sebelumnya perusahaan melayani konsumen B2B seperti hotel, restoran, dan kafe, dan tukang sayur yang ingin memasok kebutuhan bahan makanan untuk berjualan.
CEO Kedai Sayur Adrian Hernanto menerangkan pasar produk pangan mulai berubah sejak persebaran Covid-19 merebak pada awal Maret. Permintaan dari hotel, restoran, dan kafe merosot hingga 50%. Padahal sebelumnya pertumbuhan dari bisnis ini lebih dari 20% per bulan.
Sementara, di saat yang bersamaan, permintaan dari tukang sayur dan pelanggan rumah tangga meningkat signifikan. Atas dasar inilah perusahaan percaya diri untuk mengambil keputusan pivot bisnis.
Di sisi lain, pembatasan operasional pasar induk dan pasar lokal mengganggu pola distribusi produk pangan segar di Indonesia. Kondisi tersebut berdampak tidak hanya pada konsumen yang tidak bisa belanja ke pasar, petani pun kehilangan medium untuk menyalurkan hasil panennya.
“Masa pandemi yang tidak terduga seperti ini benar-benar menguji Kedai Sayur sebagai startup untuk dapat berinovasi dan berinisiatif dengan cepat untuk tetap menjalankan visi dan misinya untuk menjadi solusi bagi masyarakat,” ujarnya kepada DailySocial, Rabu (13/5).
Dijelaskan lebih jauh, model bisnis layanan ini menggunakan berbagai armada untuk dapat sampai ke tangan konsumen. Salah satunya, menggunakan jasa tukang sayur yang telah menjadi pengguna Kedai Sayur.
Konsumen yang ingin memesan bahan makanan, bisa melalui aplikasi Kedai Sayur, dapat memasukkan kode Mitra Sayur tersebut. Pesanan tersebut akan diantarkan ke tempat Mitra Sayur dan akan didistribusikan olehnya. Mitra pun akan mendapat tambahan penghasilan berupa komisi dan pembayaran ongkos kirim dari konsumen.
“Model bisnis ini akan menjadi permanen, tentunya dengan berbagai upgrade lagi ke depannya. Misalnya bekerja sama dengan last-mile delivery service, agar bisa terus meningkatkan service level kami.”
Selain melalui aplikasi, pemesanan juga bisa dilakukan lewat Tokopedia dan Blibli.
Perusahaan juga membuat inisiatif yang membantu petani untuk mendistribusikan hasil panen mereka ke pelanggan, melalui kerja sama bersama Kementerian Pertanian. Petani dapat menjual hasil panen mereka dibantu oleh pemerintah dengan menggunakan platform digital seperti Kedai Sayur.
“Kini dengan keahlian supply chain dan teknologi digital platform, Kedai Sayur berkontribusi ke dua sisi pola distribusi yang kena dampak virus Corona,” pungkasnya.
Akan tetapi, Adrian enggan memaparkan pencapaian yang berhasil didapat pasca pivotnya tersebut.
Kedai Sayur merupakan salah satu portofolio di bawah East Ventures. Sejak berdiri dua tahun lalu, perusahaan sudah dua kali mendapat pendanaan, dengan total $5,3 juta. Dari data terakhir, perusahaan sudah bermitra dengan lebih dari 5 ribu mitra di Jadetabek.
Dinamika bisnis supply-chain
Pilihan pivot yang diambil Kedai Sayur bisa dikatakan cukup sukses untuk menyelamatkan perusahaan karena terdampak pandemi. Berkat perubahan fokus bisnis B2C, aplikasi Kedai Sayur punya tambahan fungsi. Sebelumnya, aplikasi tersebut hanya digunakan oleh Mitra Sayur dan konsumen B2B yang ingin menyetok bahan makanan untuk berjualan.
More Coverage:
Startup lainnya yang bisnisnya beririsan dengan Kedai Sayur, yakni Stoqo terpaksa harus gulung tikar karena gagal beradaptasi dengan kondisi. Mereka adalah platform yang fokus menyediakan kebutuhan makanan pokok, mulai dari daging, sayur mayur, tepung, kopi, dan lainnya, tapi khusus konsumen B2B saja.
Sebelum pandemi muncul, model bisnis ini tentunya sangat moncer karena kuenya yang besar di bidang kuliner. Apa yang dilakukan Kedai Sayur sejatinya juga bisa dilakukan oleh Stoqo.
Founder dan CEO Wahyoo Peter Shearer menjelaskan siasat yang perlu dilakukan untuk tetap bertahan adalah menjaga tingkat permintaan. Wahyoo sendiri berupaya membantu warung-warung agar dapat berjualan di platform digital seperti GoFood. Di saat yang bersamaan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di banyak daerah sudah menggeser pola belanja di Wahyoo.
“Positifnya secara tidak langsung dengan adanya PSBB dan Covid-19 ini memaksa adaptasi pemilik warung makan terhadap digital jadi lebih cepat,” imbuhnya.