RPP E-Commerce Masuki Tahap Uji Publik, idEA Mengaku Kecolongan
idEA menganggap Kementerian Perdagangan tidak transparan, berpendapat kondisi minim peraturan adalah yang terbaik saat ini
Kami mendapatkan informasi bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) soal e-commerce yang diajukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah memasuki tahap uji publik. Setelah tujuh hari dalam tahap ini, RPP ini siap untuk diresmikan dan digunakan untuk mengatur kegiatan e-commerce di Indonesia. idEA sebagai satu-satunya asosiasi layanan e-commerce mengaku kecolongan terhadap langkah pemerintah ini dan menganggap pemerintah tidak transparan.
RPP e-commerce sendiri bukanlah hal baru. RPP ini sudah mulai diajukan sejak lebih dari tiga tahun lalu di masa kepemimpinan Presiden terdahulu. Ketua idEA Daniel Tumiwa kepada DailySocial menceritakan fokus utama RPP ini seharusnya adalah perlindungan konsumen, pengaturan kedudukan para pelaku (jasa e-commerce, penjual, dan pembeli), kegiatan perdagangannya (sepert impor, promosi, pengembalian barang).
Sempat lama di tataran pembahasan, tiba-tiba Kemendag mengajukan uji publik soal RPP ini tanpa membagikan bahan uji publik dalam bentuk draft final dan hanya memberikan waktu tujuh hari untuk masukan terhadap peraturan.
Daniel mengatakan, "Secara teknis undangan untuk mulai dilakukan uji publik hari ini justru meninggalkan kesimpulan bahwa Kemendag tidak transparan."
"Bahwa hanya diberikan tujuh hari untuk memberikan masukan terhadap sebuah peraturan [yang belum diperoleh draft-nya] yang bisa mengubah bangsa kita menjadi [bangsa] super power atau tertinggal, rasanya tidak logis," keluhnya.
Peraturan baru cenderung kontraproduktif
idEA melihat bahwa langkah pemerintah meregulasi hal ini cenderung kontraproduktif. Contohnya adalah kebijakan soal pendaftaran KTP dan NPWP terhadap para penjual di layanan marketplace, belum lagi wacana sertifikasi. Jika hal ini tidak berjalan baik, idEA khawatir bahwa penjual yang sudah susah payah diedukasi untuk menggunakan platform marketplace akan kembali berjualan melalui layanan media sosial dan messaging.
Daniel menyatakan, "Kami percaya [kondisi] minim peraturan adalah yang terbaik saat ini. Kami setuju kalau yang diutamakan adalah perlindungan konsumen. Kami akan tolak aturan apapun yang membuat kami sebagai pemain lokal tidak kompetitif terhadap pemain asing manapun, karena kami sudah dari awal tidak mendapatkan insentif untuk mengembangkan industri ini."
"Jadi yang kami minta hanyalah 'Level Playing Field'. Kalau pemain asing tidak bisa dikontrol, kenapa justru pemain lokal yang harus dikekang. Kami siap melakukan self-regulation dan siap menjadi lembaga yang mengemban tugas ini di bawah kementerian manapun," lanjutnya.
Aksi idEA berikutnya
Terhadap uji publik ini, dengan idEA bahkan belum mendapatkan draft final RPP, idEA akan fokus mencari tahu bagaimana aturan investasi dan kepemilikan usaha e-commerce, bagaimana perlindungan privasi data pelaku e-commerce, dan tentu saja soal polemik sertifikasi.
Daniel menyebutkan, "Aksi per hari ini [kemaren], memberikan follow up terhadap pertemuan, bahwa matriks aturan yang dijanjikan belum kami terima dan bahwa uji publik tujuh hari adalah waktu yang tidak mungkin. Jadi niat diadakan uji publik kami tanyakan, karena satu-satunya kesempatan untuk industri memberikan masukan secara resmi dan dilindungi secara peraturan adalah di saat uji publik ini."
"Kita fokus ke masa uji publik ini, agar kita segera berikan komentar terhadap poin per poin [RPP]," tandas Daniel.