1. Startup

Selamat Tinggal Investor Asing Untuk Online Retailer Indonesia?

Sebuah kabar yang sangat terdengar tidak enak datang untuk industri e-commerce Indonesia. Konon kabarnya, para pelaku retail online tersebut kini benar-benar dibatasi atau bahkan DILARANG sama sekali untuk menerima segala bentuk investasi dari pihak asing oleh pemerintah selaku pihak yang berwenang mengeluarkan regulasi. Bak sebuah hantaman ombak besar ke arah perahu kecil, industri e-commerce Indonesia kini mungkin bisa saja terombang ambing dalam pengembangan kedepannya (apalagi untuk penggiat startup e-commerce). Mengapa hal ini bisa terjadi?

Sebelumnya, perkara ini sebenarnya mungkin bisa dibilang hanya dialami bagi para pelaku industri retail offline. Pasalnya, peraturan pemerintah tentang pengaturan investasi dari pihak asing bagi industri retail pada awalnya hanya mengatur bagi para pelaku usaha retail offline saja (kecuali pada toko-toko yang memiliki luas bangunan lebih dari 400m2, 1200m2, 2000m2, dan bergantung pada jenis retailnya juga). Namun entah apa pemicunya, industri retail online yang tadinya terbebas dari peraturan tersebut akhirnya mau tak mau harus menerima imbasnya dengan peraturan pelarangan investasi dari pihak asing.

Semuanya berawal pada tanggal 28 Juni 2013 kemarin. Melalui surat resmi yang datang dari Sekjen Kemendagri dengan nomor 689/SJ-DAG/SD/6/2013 kabar tidak menyenangkan ternyata benar-benar terjadi. Saya tak akan membahas satu per satu isi dari surat tersebut (karena jika Anda googling, Anda tak akan menemui isi surat resmi tersebut), tapi yang pasti dan sangat jelas, pada surat tersebut dinyatakan bahwa seluruh pelarangan yang diberlakukan pada industri retail offline juga diberlakukan untuk para pelaku usaha industri online.

Jika Anda penasaran, mungkin Anda bisa coba cek halaman 61 dari PerPres 36 tahun 2010. Pada halaman tersebut, Anda bisa temukan daftar DNI (Daftar Negatif Investasi) untuk bisnis ritel. Jika pada daftar tersebut nama usaha Anda tidak tercantum dalam daftar tersebut jangan senang dulu, pasalnya ketentuan dari Kementrian tersebut menyatakan setiap perusahaan yang menjual produk langsung kepada konsumen diwajibkan untuk memegang status kepemilikan yang asli Indonesia 100%. Jadi Anda benar-benar tidak aman sekarang.

Sangat ironis memang, mengingat pertumbuhan industri e-commerce Indonesia yang sedang mengalami masa-masa “suburnya” di pasar Indonesia dengan memiliki potensi pasar yang sangat luas. Lucunya, sejumlah ketetapan hukum yang diberlakukan di Indonesia mengenai perihal ini memang sudah diterapkan dengan sangat jelas, namun dilihat tidak ada satu pun dari ketetapan hukum tersebut yang isinya benar-benar diterbitkan untuk mendukung iklim bisnis yang sedang tren saat ini. Seiring dengan ketentuan tersebut, Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM) dalam hal ini ditunjuk langsung oleh Kemendagri untuk segera melakukan pengawasan terkait hal investasi ini.

Entah ini merupakan langkah yang terlambat atau kah sebuah keputusan sepihak, ibarat nasi sudah menjadi bubur, sejumlah pelaku industri e-commerce Indonesia saat ini sudah banyak yang memiliki dana investasi dari sejumlah pihak asing. Lalu bagaimana dengan nasib mereka baik itu dari pelaku bisnis maupun dari segi investor?

Dikutip dari blog co-founder Tokobagus, Remco Lupker, di laman situs SangatPedas. Dirinya menilai, prinsip pengecualian seharusnya diberlakukan pada sejumlah investor asing yang sudah menanamkan modalnya di e-commerce Indonesia maupun para pelaku bisnis yang sudah menerima investasi dari pihak asing. Sehingga seharusnya, menurut Remco kedua belah pihak tersebut tidak perlu terlalu khawatir menanggapi hal ini dikarenakan mereka sudah terlebih dahulu berjabatan tangan menyepakati perjanjian bisnis sebelum ketentuan ini diberlakukan.

Namun, masih menurut dirinya, ketentuan ini tentu akan menimbulkan sebuah masalah baru di kedepannya jika, para pelaku e-commerce Indonesia yang pada saatnya nanti benar-benar akan membutuhkan pasokan dana – tentu setelah ketentuan ini diberlakukan – memperoleh dana dari investor asing merupakan sebuah hal yang sulit untuk direalisasikan, bahkan hingga tidak mungkin untuk dilakukan.

Dibalik kekisruhan, pasti terdapat sedikit celah yang mungkin bisa melegakan kita semua. Karena pada dasarnya, dalam ketentuan hukum tersebut dijelaskan bagi sejumlah pelaku usaha yang telah memperoleh investasi asing, diputuskan untuk masih dapat menerima dana dari investor asing tetapi dengan satu pengecualian khusus yaitu: bagi pelaku e-commerce yang telah memiliki dana asing diwajibkan selama 2 tahun harus dimiliki oleh pihak lokal secara utuh dengan masa waktu setidaknya dalam 2 tahun tersebut. Yang jelas, hal ini tentu akan menimbulkan pro dan kontra yang mungkin akan berkepanjangan.

Hingga saat ini, kami belum menerima keterangan resmi dari pihak-pihak yang bersangkutan mengenai hal ini, namun yang jelas entah dari sisi pemerintah yang mengeluarkan kebijakan tersebut memiliki alasan untuk melindungi pelaku-pelaku bisnis retail lokal dari gempuran investor asing. Namun kenyataannya saat ini sangat berbanding terbalik dengan kebutuhan pelaku bisnis lokal kecil yang butuh dorongan dari investor asing dibanding dengan investor lokal.

Beriringan dengan hal tersebut, tentu yang paling jelas dampaknya adalah terhadap perkembangan ekosistem e-commerce Indonesia yang tentu akan mengalami hambatan dalam pengembangannya di tahun-tahun ke depan. Industri e-commerce ini di Indonesia saat ini juga masih memasuki tahap pengembangan awal dengan masih butuhnya peng-edukasian dari sejumlah pemain-pemain besar. Yang jelas, suatu antisipasi baik dari segi bisnis maupun kreatif saat ini benar-benar diperlukan untuk setidaknya mengembalikan gairah industri e-commerce Indonesia yang mungkin nanti akan menurun jika ketentuan ini sudah dimulai diberlakukan secara efektif.

 

[foto ilustrasi oleh: Shutterstock]