1. Startup

Skye Mobile Money Bakal Serius Garap Sektor Belanja Online dan UKM

Setelah hampir dua tahun beroperasi, layanan mobile money dan pembayaran elektronik Skye Sab Indonesia sudah meraup sekitar 125 ribu pengguna, dengan pengguna aktifnya mencapai 80 persen. Dalam rangka mengembangkan sayap, Skye akan semakin serius menyasar transaksi belanja online dan layanan bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Saat diluncurkan, konsep Skye sendiri adalah menjadi layanan mobile money yang bisa memudahkan pengguna dalam melakukan berbagai transaksi tanpa perlu uang tunai atau antri di ATM.  Untuk memberi nilai yang berbeda dengan skema perbankan mobile yang makin marak, Skye memberikan berbagai fitur dan kemudahan, termasuk cara top up dana, kebebasan menggunakan SIM card apa pun, dan pengintegrasian dengan layanan media sosial media.

Menurut  CEO Skye Sab Adrian S. Djojorahardjo, saat ini para aktif user rata-rata bertransaksi menggunakan Skye empat kali per bulan dengan nilai yang berbeda-beda. Sebagian besar masih bertransaksi untuk membeli pulsa telepon, token PLN, dan membeli voucher game online.

Nah, untuk memperbesar penggunaan layanannya, Skye akan membidik kue di sektor transaksi belanja online dan menopang UKM.

“Kami akan mengembangkan mobile POS bagi UKM dengan aplikasi khusus untuk solusi UKM yang lebih murah, mudah, dan real time. Kami mengembangkan dari sisi aplikasi mobile-nya dan menggandeng mitra penyedia handset seperti merk AccessGo. Namun, terbuka pula dengan vendor handset brand lain berbasis Android. Kami menawarkan kemudahan settlement, mendatangkan komunitas untuk berbelanja barang mereka, dan benefit lainnya,” terang Adrian kepada DailySocial.

Untuk ikut mengambil pasar transaksi e-commerce, Skye juga sudah menyiapkan strategi.  Adrian mengatakan, “Kami masuk ke komunitas besar dan media sosial. Karena platform kami adalah aplikasi mobile, kami akan mengembangkan di seluruh platform seperti BlackBerry, Android, iOS, dan platform mobile lainnya. Untuk komunitas, kami dapat memberikan API SKYE, apabila mereka sudah memiliki aplikasi sendiri. Jadi, seolah-olah mereka memiliki mobile wallet sendiri, namun lisensi uang elektroniknya milik Skye.”

Meski demikian, bukan berarti strategi ini tidak akan menghadapi tantangan. Menurut Adrian, tantangan paling besar adalah pemain sektor uang elektronik ini harus mampu mengedukasi publik dengan baik.

“Pengguna uang elektronik masih dalam tahap edukasi, jadi strategi kami adalah bagaimana memberi pengetahuan dan user experience yang berbeda dibandingkan menggunakan mobile banking atau Internet banking. Kami berikan benefit loyalty reward dalam setiap transaksi yang nilainya berbeda-beda tergantung jenisnya,” jelasnya.

“Selain itu kami masuk ke komunitas-komunitas besar yang sudahh bergabung seperti Rumah Zakat, kampus Universitas Multimedia Nusantara, dan BIINUS University. Tantangan akuisisi user adalah untuk mengarahkan mereka dalam penggunaan uang elektronik, bagaimana melakukan isi ulang (top-up) dan bertransaksi. Sekali mereka merasakan kemudahannya, akan loyal menggunakan aplikasi SKYE. Satu contoh, pengguna kami penggemar game online, mereka sekali kenal SKYE, selanjutnya puluhan kali membeli lewat Skye karena kemudahan yang kami tawarkan. Dan dengan harga yang sesuai denominasi (lebih murah daripada beli eceran di warnet), mendapat reward point, dan kode voucher langsung diterima secara real time via email dan SMS,” imbuhnya.

Soal platform, saat ini Skye sudah tersedia untuk Android dan Blackberry. Adrian mengungkapkan, “Android mendominasi, mencapai 80 persen dari total pengguna. Sedangkan iOS akan segera kami luncurkan. Tunggu saja tanggal mainnya!”

[Ilustrasi foto: Shutterstock]