Startup Healthtech Zi.Care Umumkan Pendanaan Tahap Awal
Sejauh ini perusahaan telah melayani 76 rumah sakit, terdiri dari 70 RS nasional yang menangani Covid-19 serta 6 kontrak komersial
Startup healthtech penyedia digitalisasi rumah sakit Zi.Care mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $500 ribu (lebih dari 7,2 miliar Rupiah) dari sejumlah investor. Mereka adalah Southeast Asia Venture Capital, Iterative VC, TMI melalui Telkomsel Corporate Accelerator Program (TINC), dan Choco-Up.
Dana segar ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk ekspansi bisnis, menambah jumlah konsumen untuk fasilitas kesehatan rumah sakit dan klinik, meningkatkan pendalaman dari Electronic Medical Record (EMR). Kemudian, upgrade teknologi untuk meningkatkan bisnis, efisiensi fasilitas kesehatan, dan menambah kerja sama dengan mitra korporat, seperti Bank BNI, Bank Syariah Indonesia, Bank Mandiri, Bank OCBC, dan Telkomsel.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (25/8), perusahaan sekaligus mengangkat sejumlah profesional bergabung sebagai dewan penasihat. Di antaranya, JS Chong (Chairman & CEO Stratez Ventures), Wiji Rahayu (mantan bankir dan pendiri PE Sentra Investa Prima), dan Budi Wiweko (Wakil Ketua Indonesia Medical Education and Research Institute/IMERI).
Co-Founder & CEO Zi.Care Jessy Abdurrahman menjelaskan, sejak perusahaannya didirikan pada empat tahun lalu, mereka berambisi untuk membantu masalah mendasar pada sistem fasilitas kesehatan Indonesia melalui digitalisasi. Mengingat saat ini sumber daya medis di Indonesia mendapat tekanan yang cukup besar, yang secara tidak langsung menimbulkan masalah pada seluruh ekosistem pelayanan kesehatan.
Ambil contoh, saat ini waktu yang dibutuhkan oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan di rumah sakit, rata-rata menghabiskan waktu selama minimal 2 jam. Dari sisi efisiensi dan kemudahan, isu tersebut penting untuk diperbaiki dari sistem kesehatan di Indonesia.
“Selain itu, beberapa persoalan terkait, waktu tunggu yang lama, proses administrasi yang rumit hingga rendahnya tingkat akurasi dalam rekam medis, mencerminkan bahwa adanya permasalahan terhadap akses kesehatan di dalam negeri,” terangnya.
Maka dari itu, Zi.Care menawarkan solusi melalui Electronic Medical Record (EMR) dan Electronic Health Record (EHR) berbasis komputasi awan untuk mendigitalisasi semua sistem informasi kesehatan, meliputi administratif rumah sakit, pendukung klinis, dan manajemen klaim.
“Juga saat ini Zi.Care secara bertahap sedang melakukan pengembangan aplikasi catatan kesehatan pribadi pasien (Patient Personal Health Record) dan paspor kesehatan (Health Passport).”
Dia melanjutkan, dua produk yang sedang dikembangkan ini nantinya dapat memfasilitasi proses pengembangan kesehatan yang berfokus kepada pasien. Juga, meningkatkan sistem administrasi di rumah sakit, meningkatkan penggunaan, dan pengalaman klaim asuransi secara digital.
Chief Strategy Officer Zi.Care Jodi P. Susanto menambahkan, pandemi Covid-19 telah memberikan pembelajaran bahwa diperlukan peningkatan kebutuhan untuk digitalisasi fasilitas kesehatan dalam proses sistem informasi kesehatan.
Pihaknya berpartisipasi aktif menggaet praktisi swasta, telemedis, rumah sakit, dan klinik untuk mendapatkan manfaat teknologi yang lebih baik dan terdepan melalui Zi.Care, untuk mengambil data medis ke tingkat berikutnya, dan memfasilitasi akses melalui pertukaran informasi kesehatan dengan berbagai pemangku kepentingan.
“Kami berkomitmen untuk mendukung adaptasi EMR dan digitalisasi fasilitas Kesehatan di Indonesia, sehingga pasien dapat memperoleh layanan yang lebih baik dan lebih cepat melalui platform kami. Kami akan selalu mendukung pemerintah agar tenaga medis dapat menjangkau lebih banyak pasien melalui aplikasi Sehatpedia kami, yang telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan,” kata Susanto.
Zi Care menerapkan dua model bisnis, yaitu B2B dan B2B2C untuk mendukung semua segmen terlepas dari tingkatannya. Sebagai contoh, fleksibilitas penawaran yang lebih tinggi dalam opsi penetapan harga, yang selaras dengan tujuan akhir Zi.Care, yakni membuat layanan yang dapat di akses oleh masyarakat luas.
Dalam wawancara bersama DailySocial.id sebelumnya, dalam ranah B2B, Zi.Care menerapkan bisnis model berlangganan untuk platform SaaS Zi.Care dengan waktu minimum 3 tahun pemakaian. Dalam paket ini, perusahaan akan menangani secara keseluruhan Sistem Informasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan di rumah sakit, serta pemeliharaan sistemnya.
Diklaim, perusahaan telah melayani 76 rumah sakit, terdiri dari 70 RS nasional yang menangani Covid-19 serta 6 kontrak komersial.
Adopsi healthtech global
Semenjak pandemi, rumah sakit masih dalam mode tanggap krisis. Skala dan penularan Covid-19 membuat sistem rumah sakit global lengah, dan APAC tidak terkecuali. Tanggap darurat dan likuiditas diprioritaskan daripada strategi pembangunan jangka panjang, dan tetap menjadi agenda utama – terlepas dari penahanan yang efektif di pasar-pasar utama APAC.
Dalam laporan yang dipublikasikan L.E.K Consulting and GRG Health 2021, menyampaikan dengan pembatasan mobilitas pasien dan penghindaran risiko yang menyertai rumah sakit, telah meningkatkan penerimaan kesehatan digital bagi semua pemangku kepentingan.
“Hal ini menyebabkan percepatan adopsi solusi seperti teleconsultation, analisis gambar dengan bantuan kecerdasan buatan (AI), dan pemantauan pasien jarak jauh. Pasien lebih menerima alternatif digital, dan pemerintah melihat manfaat dari adopsi yang lebih besar. Semakin banyak, peraturan sedang dilonggarkan dan penggantian sedang diformalkan untuk solusi kesehatan digital,” jelas partner L.E.K. Consulting Singapura Fabio La Mola.
More Coverage:
Akibatnya, sebagian besar rumah sakit di seluruh APAC sedang menjajaki dan menguji coba solusi kesehatan digital – jika belum menggunakannya. Di Singapura, angka ini mencapai 94%, sementara Australia dan China masing-masing memiliki tingkat adopsi 84% dan 89%. Jepang tertinggal dengan lebih dari 60%.
Sebagian besar adopsi teknologi adalah sarana untuk mempertahankan kualitas diagnosis dan perawatan – bahkan pada jarak dan di bawah tekanan dari volume tinggi. Ada banyak contoh yang bisa diambil, di Tiongkok misalnya, perusahaan pencitraan medis Infervision menggunakan pencitraan AI untuk mengidentifikasi pasien potensial Covid-19.
Rumah sakit di Indonesia dan India menggunakan asisten robot untuk mengantarkan makanan dan obat-obatan – meminimalkan risiko bagi petugas kesehatan, sementara alat pemantauan pasien jarak jauh dari perusahaan perawatan prediktif global Bifourmis memungkinkan praktisi untuk melacak tanda vital di antara orang-orang yang menunggu hasil tes.
Di luar perawatan pasien, rumah sakit menggunakan teknologi untuk meminimalkan kesalahan, dan menemukan aliran pendapatan baru untuk mengatasi kerugian dari pengurangan operasi elektif dan konsultasi. Banyak juga yang menggunakan saluran digital untuk terlibat dengan pemasok – saling menguntungkan di mana rumah sakit dapat memesan obat dan peralatan dengan mudah sementara perusahaan farmasi dapat memperluas distribusinya.