Strategi Salim Group Berinvestasi di Startup
Telah berinvestasi untuk 25 startup sepanjang tiga tahun terakhir. Tahun ini berinvestasi melalui inkubator Skala
Meski kiprah Salim Group dalam pendanaan startup digital tidak sekencang konglomerasi yang lain, sepak terjangnya tidak bisa diragukan. Tercatat ada beberapa investasi besar yang pernah dilakukan, seperti Elevenia, iLotte, Jagadiri, dan KlikIndomaret agar tetap sejalan dengan perkembangan zaman.
Ditemui saat konferensi tahunan NextICorn 2019 di Bali, Portfolio Manager Salim Group Edmund Carulli banyak menceritakan tentang strategi Salim Group dalam berinvestasi, baik untuk startup digital maupun non digital.
Salim Group tidak memiliki investmentarm khusus saat menyalurkan pendanaannya. Mereka membentuk divisi khusus yang posisinya langsung di bawah grup, dinamai Innovation Factory.
Divisi ini khusus menyalurkan pendanaan tahap awal. Yang tidak termasuk dalam investasi ini adalah porsi untuk Elevenia, iLotte, Jagadiri, dan KlikIndomaret.
Tercatat ada 25 startup yang masuk ke dalam portofolio sejak memulai debutnya tiga tahun lalu. Startup tersebut bergerak di berbagai segmen, seperti SaaS, fintech, agrikultur, makanan, kecantikan, edukasi, dan otomotif.
"Dari 25 startup itu, beberapa di antaranya adalah tech startup," terangnya, kemarin (14/11).
Masuk ke pendanaan tahap awal sebenarnya memiliki risiko tersendiri. Namun, Edmund menilai keputusan ini diambil karena filosofi investasi grup adalah bersama-sama bangun startup dari awal, agar nantinya dapat sejalan dengan visi besar grup.
Edmund menjelaskan setiap investasi yang diberikan, pihaknya tidak selalu mengambil saham mayoritas dari startup tersebut. Dari 25 portfolio, hanya sedikit diantaranya yang mayoritas.
Di samping itu, investasi yang dikucurkan saat ini masih dilakukan sendiri tanpa co-invest dengan investor lain. "Co-invest betul kita belum pernah co-invest, tapi tidak menutup kemungkinan [co-invest dengan investor lain]."
Filosofi investasi Salim Group
Seperti CVC kebanyakan, Salim Group cenderung lebih memilih startup yang memiliki unsur berkaitan dengan lini bisnisnya agar dapat mendukung eskalasi bisnis existing. Industri pendukung lainnya seperti fintech dan SaaS juga turut dicari, meski tidak dilakukan secara agresif.
Edmund memastikan Salim Group tidak melulu harus investasi. Bisa juga dengan sinergi bisnis. Intinya bagaimana mereka bisa memperkaya dan meningkatkan operasional di bisnis utama grup.
"Filosofi kami mencari startup bisa sinergi dengan bisnis di grup, terbesar ada Indomaret dan Indofood. Makanya kami cari startup yang bisa bantu kami untuk bantu ke sana."
Di samping itu, preferensi startup yang dipilih adalah mulai mengarah pada pertumbuhan yang berkelanjutan. Tujuannya agar ekosistem startup lebih sehat, bagaimana mendorong mereka untuk tetap sustain ke depannya tanpa harus selalu bakar duit.
"Dari awal kita tidak percaya dengan startup yang burning money, yang kita cari adalah sustainable growth. Jadi kita cari startup yang punya bottom line-nya EBITDA positif, dari awal kita push ke sana."
Portofolio juga berkesempatan untuk masuk ke dalam ekosistem digital Salim Group. Dari 25 portofolio startup, mereka bisa saling bersinergi satu sama lain. Pun demikian dengan seluruh entitas dalam Salim Group itu sendiri, meski tidak bisa integrasi secara langsung karena butuh proses.
Edmund menerangkan tahun ini perusahaan telah berinvestasi melalui Skala, program akselerator yang dibuat bersama Gree Ventures. Tanpa menyebut rinci, perusahaan telah berinvestasi tahap awal ke tiga startup.
"Dalam inkubator itu kita bina tiga startup selama tiga bulan, lalu kita danai di tahap awal. Sampai tahun ini sudah selesai, baru tahun depan kita akan mulai investasi baru lagi," pungkasnya.