Tantangan Selanjutnya Bagi Papataka.com [+Interview]
Pertama kali saya menulis menulis tentang Papataka di DailySocial, salah satu perhatian saya adalah tentang permasalahan consumer behaviour, terutama tentang kebiasaan pembaca buku di Indonesia yang masih beradaptasi dengan konten digital atau e-book.
Meski memang kini tingkat literasi akan buku elektronik semakin baik, pengguna lokal yang mengkoleksi, membaca dan menjadikan e-book sebagai sumber penelitian semakin bertambah, namun bisa jadi literasi buku digital masih berada dalam area pengguna internet tingkat lanjut.
Kini, setelah situs mereka resmi 'dibuka' untuk publik, Papataka akan menghadapi ujian sebenarnya. Untuk mengetahui lebih dekat siapa, apa itu Papataka, strategi serta bagaimana mereka akan menghadapi persaingan, berikut wawancara DailySocial dengan Pak Kaliman, salah satu founder Papataka, yang dilakukan via e-mail, semoga memberi inspirasi.
DailySocial [DS]: Bisa diceritakan tentang latar belakang Papataka, termasuk perusahaan di balik layanan ini?
Papataka [P]: Papataka founder-nya ada 3 orang, saya sendiri, terus RK, dan AL.
Ssaya yang suka baca buku, I Grew Up With Books by Michael Crichton, John Grisham, dan beberapa buku dari Agatha Christie. Tapi makin lama saya lebih senang membaca non-fiksi.
Saya selalu berpikir harga buku-buku import di Indo (Indonesia) mahal, terutama yang hard cover. Contohnya, waktu buku oleh Alice Schroeder, The Snowball (buku tentang biography Warren Buffet), saya cek di local book store belum ada, pas bukunya keluar dalam hardcover, harganya Rp. 400,000 something...wow mahal sekali, saya pikir. Ga jadi beli deh.
Pada waktu yang hampir sama, e-books di US baru aja mulai. Saya pikir, wah enak sekali yah kalau bisa ada di Indo (Indonesia). Saya mulai berbicara dengan penerbit di Amrik. Ini sekitar tahun 2008.
Ngomong-ngomong, buku Snowball di jual di Papataka.com seharga Rp.116.000. New release yang masih hardcover pada umunya di Papataka.com harganya sekitar Rp250.000.
Ketika publisher yang terkumpul sudah cukup banyak, saya mulai menuangkan ke dalam business plan, dan saya ajak teman-teman saya untuk membuat e-books business ini.
RK memiliki background di komputer, jadi wajar saja dia langsung tertarik untuk ikut. Saya, RK, dan AL we're roomates back in college. Melihat saya dan RK ikut, AL juga excited tentang business plan ini, dan akhirnya kita bertiga sepakat untuk mulai. Ini sekitar pertengahaan 2009. Kondisi ekonomi di seluruh dunia lagi jelek, mau berinvestasi juga susah, stock market dan commodities ancur-ancuran.
Tapi Indonesia kan ekonominya robust sekali. Kita berpikir, orang-orang asing mati-matian ingin masuk ke Asian market (termasuk indonesia), masa kita sendiri engga?
DS: Sepertinya Papataka cukup optimis dengan pasar e-book, bisa diceritakan pak, optimisme Papataka ini sebesar apa, karena sepengetahuan saya masih jarang juga yang punya e-book reader, selain harga mahal, konsumen masih memilih PDA, ponsel, atau netbook untuk membaca e-book.
P: Saya selalu berpikir, orang kalau mau sukses musti punya salah satu dari 2 hal ini: memiliki monopoli dari suatu barang, atau mempunyai vision yang baik mengenai masa depan.
Well, monopoli kan dilarang hahahahah, jadi yah musti mencoba jadi visioner. Saya tidak bilang saya seorang visioner, kan masih harus dibuktikan berhasil atau engga. Jadi ya dicoba saja, kalau engga kan ga tau.
Soal PDA, ponsel, netbook, (dan iPad, dan Blackberry dan Android based smart phone, dan Windows based smart phone), Papataka.com saat ini sedang membuat aplikasi supaya e-books kami bisa dikonsumsi pada alat-alat tersebut.
Papataka.com bukan menjual alat, tapi kita menjual content. Pembaca TIDAK HARUS mempunyai e-Reader, bahkan dengan desktop PC/ MAC, bisa membaca e-books Papataka dengan mengunduh Adobe Digital Edition, GRATIS.
DS: Papataka juga sepertinya akan menggarap pasar penulis dan penerbit lokal? Betul pak?
P: Betul. Tapi saat ini kita lebih sibuk dengan market education. Konsep e-booksdan DRM (Digital Right Management) masih barang baru. Sambil jalan dibarengin.
DS: Apakah sudah ada pendekatan ke penerbit atau penulis lokal, yang mungkin akan diajak kerjasama?
P: Sudah, tapi masih dalam tahap awal sekali.
DS: Saya lihat masih didonmonasi buku impor pak? Bisa diceritakan alasannya.
P: e-Books kita sebagian besar dari penerbit Amerika (walaupun kita juga ada penerbit dari Jepang, Taiwan, German, Spanyol, Perancis, dll), tidak heran karena teknologi e-books juga dikembangkan di Amerika., jadi publisher di sana sudah lebih terbiasa dengan concepte-books ini.
Alasan kedua juga bahwa buku impor harganya cukup tinggi di market Indonesia, jadi offering buku impor dalam e-books menjadi pilihan yang lebih economical.
DS: Rencana untuk menambah koleksi itu perberapa term, atau setiap ada rilis buku baru atau bagaimana?
P: Seminggu 2 atau 3 kali database Papataka.com di update, ditambah buku-buku yang baru keluar, harga di adjust, ada juga buku-buku yang ditarik dari peredaran.
DS: Ada rencana menambah koleksi buku lokal?
P: YES, YES, YES!!! DailySocial bantu mensosialisasikan concept e-books ini ke publisher lokal ya.
DS: Untuk produk e-reader, bagaimana respon pasar, sudah baik?
P: Hmm market lagi demam iPad nih. Well, I love iPad, and I think iPad is a great product, tapi bukan untuk baca novel ya.
iPad bagus sekali untuk baca majalah, komik dan buku interaktif, but not for serious reader.
Mostly ini karena layar iPad sama dengan layar komputer pada umumnya, ada back light. Kalau pernah coba membaca di depan layar komputer, pasti mengerti maksud saya. Mata jadi lebih cepet capek.
Berbicara mengenai serious reader, mereka yang bisa baca habis cover to cover Harry Potter dalam 24 jam, engga akan tahan matanya membaca dengan layar yang berbasis back light. eReader menggunakan teknologi e-ink. DailySocial bisa Google mengenai e-ink lebih jauh, tapi intinya baca dengan e-ink sama rasanya seperti membaca dari kertas.
DS: Bisa diceritakan tentang sistem pembayaran Papataka?
P: Saat ini yang sudah jalan Paypal dan transfer bank. Kita sedang connect dengan payment portal untuk credit card.
By the way, pembaca DailySocial tau engga sih complicated-nya prosedur pembayaran dengan credit card? Nampaknya seluruh dunia (fact check needed here) cuma Indonesia aja deh yang perlu Early Detection Unit. Nanti customer Papataka.com jangan kaget ya kalau pertama kali mau bayar pake credit card, prosedurnya agak panjang, perlu di-verifikasi dulu. Ini SOP dari Payment Portal.
Tapi yang penting kita semua aman dari Fraud, right?
DS: Ada layanan payment sistem lokal bernama KasPay milik Kaskus, ada rencana kerjasama dengan mereka?
P: Tentu, abis Credit card beres, ke sana tujuanya.
DS: Sistem pembayaran merupakan peluang dan juga masalah dari binis penjualan lewat internet, Indonesia masih terlalu sangat akrab dengan transfer bank, ada pendapat tentang masalah ini pak?
P: Sebenarnya Paypal yang paling praktis dan aman, cuma sayangnya Paypal saat ini masih berbasis dollar. jadi mungkin customer agak ragu-ragu, engga tau si credit card company mereka akan hitung di kurs berapa
DS: Papataka menjadi retailer e-book dan e-book reader, berarti mendapatkan pemasukan dari sini, apakah ada rencana pemasukan lain, iklan misalnya, atau yang lain? Bisa diceritakan tentang hal ini.
P: Untuk iklan saat ini belum ada tujuan ke sana.
DS: Ikut pameran buku juga pak? Apakah ini salah satu strategi promo Papataka? Ada startegi promosi lain, banner di toko buku misalnya? Atau kerjasama dengan IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) ?
P: Tentu. Kita nanti ikut Pameran buku tanggal 2- 11 juli di Istora Senayan, booth 182. Terus kita juga akan road show ke tempat-tempat yang kira-kira banyak dihadiri pembaca.
DS: Saya pernah beberapa kali membahas layanan sejenis Papataka, memang tidak sama persis tapi mirip, seperti Evolitera, Nulisbuku, dll, bagaimana Papataka menghadapi persaingan yang ada dan akan ada dimasa mendatang?
P:Business model dan barang yang ditawarkan beda. Mereka mendapatkan revenue dari iklan, Papataka mendapatkan revenue dari menjual e-books. Barang yang ditawarkan juga berbeda. For now, saya tidak melihat publisher akan mendukung business model yang membagi-bagikan buku secara gratis.
DS: iPad juga tentunya menjadi salah satu kelebihan yang akan ditawarkan Papataka, saya lihat juga sudah ada gambar iPad, ada perkembangan yang bisa di share, karena saya yakin trend iPad akan lumayan heboh kalau sudah tersedia secara 'resmi' atau lebih murah dari yang sekarang ada.
P: Di atas saya sudah berbicara tentang iPad dan eReader. In any case, papataka.com men-support iPad. Papataka.com sedang membuat aplikasi supaya e-books kami bisa di baca di iPad.
DS: Pertumbuhan internet lokal sangat pesat, bagaimana pendapat Papataka tentang hal ini?
P: Fantastik. Indonesia termasuk ke dalam TOP 5 pengguna Face Book dan Twitter di dunia.
DS: Ada pesan atau saran untuk startup lokal dan para praktisi internet kita?
P: We are really no expert, bukan pada tempatnya kita mengajari, tapi dalam management meeting kita selalu saling mengingatkan untuk:
Be positive
Be realistic
Kerja keras!!
Saya sendiri berharap koleksi untuk buku digital lokal cepat terealisasi di Papataka, karena untuk user kebanyakan, buku lokal masih mendominasi, dan bisa jadi ujian sebenarnya adalah ketika Papataka masuk ke pasar buku lokal, tapi untuk tujuan memberikan harga yang lebih murah untuk buku impor terbaru serta mengembangkan dunia baca dan dunia buku secara luas yang ramah teknologi terbaru, Papataka bisa menjadi salah satu jawabannya.
Untuk mencoba layanan Papataka, serta melakukan test akan tampilan e-book di personal computer, anda bisa mengunduh buku gratis yang disediakan Papataka, dengan menggunakan Adobe Digital Edition, yang juga bisa diunduh secara gratis, setelah anda mendaftarkan diri untuk mempunyai Adobe account.
Ok, Papataka kini telah memasuki tahap selanjutnya dari perjalanan mereka, meski masih dalam taraf beta, tetapi transaksi telah bisa dilakukan, bagaimana pendapat anda tentang Papataka? Apakah mereka bisa terus mengembangkan diri di masa mendatang? Mari share pendapat anda pada kolom komentar.
PS: Pada tulisan saya terdahulu tentang Papataka, ada koreksi yang saya dapatkan dari pihak Papataka, yaitu iRiver Story adalah buatan iRiver Corporation, Korea, bukan buatan Sony Inc.