Telefast Jadi Startup Teranyar yang Memilih IPO Sebagai Jalur Pendanaan
Menilai IPO tak hanya bermanfaat dalam mencari pendanaan tapi juga dalam pengelolaan perusahaan
Satu lagi perusahaan digital melantai ke bursa saham. Kali ini pelakunya adalah PT Telefast Indonesia Tbk (TFIN) yang merupakan anak perusahaan PT MCash Integrasi Tbk (MCAS).
Telefast menjadi startup berikutnya yang melakukan listing ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Startup yang bertindak sebagai penyedia solusi pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia ini merupakan startup ketiga dari grup Kresna Graha Investama.
Direktur Utama Telefast Jody Hedrian menyebut pihaknya menargetkan mendapat menawarkan 414.666.500 saham baru atau setara dengan 25 persen modal yang disetorkan. Adapun harga saham yang ditawarkan dalam initial public offering (IPO) nanti sekitar Rp170-Rp210 per saham.
Telefast sendiri memiliki sejumlah produk dan layanan digital berupa aplikasi layanan karyawan HRKU, perusahaan outsourcing Emitama Wahana Mandiri (EWM), dan aplikasi rekrutmen karyawan Bilik Kerja. Di samping itu, Telefast masih mempertahankan bisnis awal mereka sebagai agen penjualan produk telekomunikasi untuk kebutuhan outlet pulsa.
Bisnis pengelolaan SDM ini terbilang baru untuk Telefast. Mereka mengakuisisi Bilik Kerja pada Desember 2018, mengoperasikan HRKU pada Maret 2019, dan mengakuisisi EWM pada April 2019. Kendati demikian, Jody meyakini produknya lebih praktis bagi konsumen karena layanan mereka yang saling berkaitan dan terintegrasi. Ia mengklaim hal itu tak dimiliki oleh pesaing mereka yang menurutnya memiliki layanan yang terpisah.
"Tidak semua HR company punya solusi terintegrasi seperti kita. Solusi terintegrasi ini pun bisa kita berikan secara penuh atau apa yang mereka butuhkan saja," ujar Jody dalam paparan publik Telefast.
Menurut Jody langkah IPO yang mereka ambil bukan untuk mengumpulkan modal semata. Ada sejumlah keuntungan yang ia sebut lebih membantu ketimbang lewat jalur pendanaan lain.
Jody mengatakan salah satu keuntungan yang dapat dipetik dari IPO adalah pengawasan regulator. Ia meyakini pengawasan yang ketat dari regulator justru akan membantu pengeolaan perusahaan agar lebih tertib dan teratur.
"Di satu sisi kita juga mendapatkan guideline, bagaimana mengelola perusahaan secara baik dan benar," imbuh Jody.
Total dana yang ingin direngkuh Telefast lewat IPO ini berkisar Rp70,5 miliar - Rp87 miliar. Dari total tersebut, Telefast berencana memakai sekitar 70 persen untuk modal kerja, 25 persen untuk belanja modal, dan 5 persen untuk investasi SDM mereka. Modal kerja itu dipecah untuk membiayai bisnis mereka di bidang pengelolaan SDM dan distribusi voucher pulsa.
Dalam struktur perusahaan, MCash menguasai 58,58 persen saham Telefast, Diva 7,56 persen, dan Telefast Investama Indonesia 33,84 persen.
Adapun linimasa rencana IPO Telefast dimulai dari book building period sejak 21 Agustus - 28 Agustus dan resmi listing di BEI pada 16 September 2019.