Tips Melakukan Penggalangan Dana ke Investor ala Logisly
Paparan Co-founder dan CEO Logisly Roolin Njotosetiadi dalam rangkaian program inkubasi DSLaunchpad ULTRA
Penggalangan dana atau fundraising selalu menjadi topik besar bagi para pelaku startup yang tengah merintis bisnis di awal. Bahkan sejumlah unicorn yang bisnisnya sudah mapan masih melakukan penggalangan dana sampai saat ini.
Pada sesi rangkaian program inkubasi DSLaunchpad ULTRA kali ini, Co-Founder dan CEO Logisly Roolin Njotosetiadi bercerita dari A sampai Z tentang pengalaman menariknya melakukan fundraising ke investor.
Bagi pelaku startup yang baru merintis bisnis, pengalaman ini dapat menjadi tips berharga yang mungkin dapat ditiru. Untuk itu, simak selengkapnya cerita dan tips menarik dari Roolin berikut ini.
Kapan waktu tepat untuk fundraising?
Untuk menjawab pertanyaan ini Roolin mengatakan, founder harus memastikan sudah memiliki rencana bisnis dan milestone yang ingin dicapai lewat produknya. Menurutnya sia-sia melakukan penggalangan dana jika tidak tahu peruntukkan investasinya ke depan.
“Salah satu advice penting lain yang saya dapatkan dari rekan founder adalah jangan fundraising ketika modal sudah mau habis. Lakukan ketika kalian sudah reach suatu milestone,” tambah Roolin.
Memilih opsi pendanaan yang tepat
Menurut Roolin, fundraising bukanlah satu-satunya cara untuk membangun startup. Tak sedikit founder yang memilih jalur bootstrapping karena mereka dapat memiliki 100% perusahaan sepenuhnya. Tidak demikian dengan fundraising yang mana ownership akan berkurang. Fundraising juga dinilai punya tanggung jawab besar kepada para investor, terutama jika pendanaannya dari angel investor.
Namun, tidak salah juga memilih fundraising karena ada jenis bisnis yang memang membutuhkan sumber pendanaan yang kuat. Pada kasus Logisly, pihaknya melakukan fundraising karena model bisnisnya membutuhkan investasi panjang untuk membangun jaringan logistik.
“Kami bukan bisnis yang dari awal sudah profitable. Sebetulnya bisa saja, but you will spend banyak laba untuk pengembangan produk dan akuisisi pelanggan, yang artinya payback period baru terealisasi lama ketika bisnisnya sudah untung,” tuturnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya memperhatikan cash flow ketika mencari pendanaan. Apabila cash flow memungkinkan perusahaan untuk segera profitable atau founder butuh investasi besar di awal sebelum cashflow positif, mereka dapat mempertimbangkan opsi fundraising.
Langkah memulai fundraising
Pertama, founder harus yakin dengan bisnis yang akan dibangun. Dalam banyak kasus, ada saja startup yang mendapatkan investor meski belum memiliki produk di awal. Investor memang akan lebih tertarik dengan produk, bahkan lebih bagus lagi kalau sudah punya traction.
Terlepas dari itu, ujar Roolin, founder tetap wajib punya visi dan rencana bisnis yang kuat, serta bagaimana cara memonetisasinya. Founder juga harus tahu pain point yang akan diselesaikan dengan produknya.
“Founder harus punya kemampuan untuk meyakini investor bahwa dia dapat mengeksekusi [produk]. Caranya lewat business plan dan tim. Saya beruntung dapat funding ketika memulai [bisnis]. Ketika mengembangkan produk, saya meminta insight dari berbagai pelaku industri, sketching produknya, tetapi saya paralel juga bertemu investor, menyiapkan legal, dan tim,” paparnya.
Apa saja yang perlu dipersiapkan?
Founder wajib menyiapkan rencana bisnisnya, tujuan penggunaan investasi, dan kalau ada, berapa lama investasi akan bertahan. Beberapa hal yang dapat di-highlight dalam paparan bisnis ini antara lain cash flow, laba-rugi, pendapatan, biaya operasional, EBITDA, hingga pajak.
“Dalam kasus Logisly, saya menyertakan key metric lainnya, yaitu jumlah shipper, transporter, hingga jumlah pesanan. Ini semua dapat menjadi tolok ukur milestone yang ingin dicapai dengan kebutuhan investasi yang dicari. Goal bisnis itu adalah menyelesaikan pain point, bukan mencari investasi sebanyak-banyaknya,” ujar Roolin.
Ia juga menyoroti tentang pentingnya NDA atau tidak ketika melakukan pitching. Menurutnya, ada investor yang open NDA, tetapi ada juga yang tidak. Apapun itu, para founder idealnya tetap berkomunikasi dan memberikan sebanyak mungkin informasi terkait rencana bisnisnya kepada investor.
Kategori investor yang sesuai
Ketika memilih investor, Roolin merekomendasikan untuk mencari tahu dulu latar belakang calon investor. Misalnya, fokus tahapan investasi. Investor di startup umumnya terbagi atas investor tahap awal (seed funding), tahap growth (seri A ke atas), dan tahap lanjut (later stage).
“Kalau startup kita masih di tahap awal, baiknya cari investor yang fokus ke situ. Kemudian, cek juga fokus industri yang dicari. Ada investor yang fokus di agnostik atau banyak sektor ada juga yang hanya di vertikal tertentu saja,” ungkapnya.
Dengan keterlibatan investor, para founder sebetulnya dapat memperluas koneksi karena investor ini dapat menghubungkan founder dengan jaringan investor lainnya. Koneksi ini akan dibutuhkan ketika founder ingin melakukan penggalangan dana selanjutnya, terutama bagi bisnis yang butuh investasi tahap lanjut.
Cara menghitung valuasi
More Coverage:
Bagi Roolin, menghitung valuasi tidak pernah memiliki patokan mutlak, semua tergantung dari kategori bisnis yang dijalankan. Namun, beberapa metrik yang dapat dijadikan patokan adalah melipatkan Gross Merchandise Value (GMV)/pendapatan/EBITDA.
“Dari metrik ini, investor berupaya membandingkannya dengan model bisnis serupa di Indonesia. Misal, dengan traction sekian, kira-kira startup ini bisa dapat pendanaan segini. Kalau startup belum punya traction, investor akan [hitung valuasi] dengan melihat business plan selama setahun atau dua tahun,” tuturnya.
Cara kedua untuk melihat valuasi adalah delusi kepemilikan saham. Ambil contoh, berapa persen saham yang diambil sebagai ganti investasi yang diperoleh. Menurut Roolin, kepemilikan saham yang diambil investor beragam mulai dari 10%-30%. Namun, kisaran paling umum adalah 15%-20%
Terakhir, menghitung valuasi pada discounted cash flow. Artinya, investor melihat berapa cash flow yang dihasilkan startup setiap bulan. Berapa perkiraan atau target cash flow di bulan berikutnya. Ia menilai cara ini lebih ideal diperuntukkan ke startup yang sudah profitable.