Upaya Transformasi Pegadaian di Era Disrupsi Jasa Keuangan
Ingin meningkatkan perannya di ekosistem keuangan digital di Indonesia
Sebagai salah satu bisnis tertua di Indonesia, layanan gadai telah membantu perekonomian masyarakat kalangan menengah ke bawah dalam mendapatkan pinjaman dengan cepat tanpa bergantung pada pinjaman berbunga tinggi.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peran pelaku industri keuangan di Indonesia mulai bergeser oleh kehadiran fintech. Tak hanya perbankan, fintech turut mendisrupsi bisnis gadai karena akses terhadap pinjaman kini bisa didapatkan dengan mudah dan cepat.
Situasi ini mendorong Pegadaian untuk mulai menginisiasikan pemanfaatan digital dalam meningkatkan perannya di ekosistem keuangan digital. Apalagi, Pegadaian merupakan perusahaan top of mind di sektor gadai yang menguasai 90 persen pangsa dengan lebih dari 4.000 total outlet di Indonesia.
Transformasi bisnis Pegadaian
Inisiasi Pegadaian diawali dengan upaya mendigitalisasi layanannya melalui platform Pegadaian Digital Service (PDS) pada April 2018. Saat itu Pegadaian belum memiliki digital roadmap dan divisi khusus yang bertugas untuk mengeksekusi pengembangan inovasi perusahaan.
Pada perjalanannya, Pegadaian kemudian menetapkan menetapkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) periode 2019-2023 sebagai fondasi transformasi yang berfokus pada empat hal antara lain (1) model bisnis, (2) operasional, (3) channel marketing, dan (4) segmen pasar.
Singkatnya, perusahaan pelat merah ini ingin mentransformasikan posisinya di pasar, tak lagi sebagai perusahaan gadai saja, tetapi juga perusahaan yang menawarkan layanan keuangan lainnya. Terbukti dari ekspansi layanan Pegadaian ke emas.
Dari sisi operasional, Pegadaian memanfaatkan teknologi digital untuk menganalisis profil calon pelanggan. Tak hanya itu, perusahaan juga mentransformasikan channel penjualan ke digital dan bermain ke segmen pasar yang lebih luas, yakni segmen menengah ke atas.
Untuk menjalankan rencana tersebut, Pegadaian membentuk divisi Transformation Office (TO) pada 2019. VP Digital Business Development & Partnership Pegadaian Herdi Sularko menyebutkan, ada tiga peran yang dijalankan TO, yaitu mengeksplorasi model bisnis baru, memperbarui proses bisnis, dan memperbarui budaya kerja di lingkup organisasi agar lebih agile dalam mengembangkan produk/layanan.
“Digital itu evolving dan kita harus mulai melatih [beradaptasi] karena setiap harinya selalu ada yang baru. Problem di korporasi itu komunikasi cuma antar-departemen atau divisi. Makanya, kita harus nimble dan agile. Fokus kami bukan jadi startup, tetapi membentuk budaya ‘pekerjaan kita dan orang lain bisa align’,” ungkap Herdi seperti dikutip dari Corporate Digital Transformation Report 2020.
Pengembangan produk digital
Sebagaimana disebutkan di awal, Pegadaian berupaya menjangkau pasar yang lebih luas. Strategi ini kemudian dijawab dengan mengembangkan Pegadaian Digital Service (PDS) yang menawarkan sejumlah layanan, seperti Gadai Online dan Jual-Beli Emas.
Saat ini, Pegadaian memiliki tiga bisnis utama, yakni gadai, pembiayaan, dan investasi emas. Sebanyak 90 persen pendapatan Pegadaian disumbang dari layanan gadai. Berdasarkan data perusahaan, sebanyak 2 juta nasabah dari total 13,86 juta nasabah di 2019 kini telah melakukan transaksi digital melalui PDS.
Untuk mendongkrak jumlah nasabah, Pegadaian baru saja mengomersialisasi fitur Pickup & Delivery Service untuk layanan Gadai Online di wilayah Jakarta. Pegadaian menggandeng Gojek sebagai mitra logistik Gadai Online melalui layanan GoSend.
Sebelumnya, Pegadaian telah memperkenalkan layanan ini—awalnya bernama Gadai on Demand—pada April tahun lalu. Saat itu, Gadai on Demand baru sebatas uji coba di beberapa titik di Jakarta.
Dihubungi DailySocial baru-baru ini, Herdi mengungkap bahwa ketersediaan layanan antar-jemput untuk Gadai Online ini nantinya mengikuti kesiapan outlet Pegadaian dan cakupan layanan mitra logistik di wilayah lain di Indonesia. "Kerja sama ini untuk last mile logistic. Jadi, kami jemput bola dengan menggandeng Gojek melalui layanan GoSend," ungkapnya.
Layanan Gadai Online di aplikasi PDS memungkinkan nasabah untuk mengirim barang gadai dengan GoSend. Customer dapat menggadaikan barang tanpa perlu datang ke outlet dan mengirimnya ke outlet Pegadaian terdekat (radius 7km) dari lokasi mereka.
Sama seperti proses pemesanan GoSend pada umumnya, kurir akan menjemput barang jaminan ke lokasi konsumen. Mereka juga tetap dapat memantau (tracking) perjalanan kurir ke lokasi tujuan. Selain itu, customer tetap bisa berkomunikasi dengan kurir dan staf PDS melalui chat.
Lebih lanjut, pihaknya juga berencana menghadirkan layanan GoPay sebagai opsi pembayaran layanan Pickup & Delivery Service. Selain itu, Pegadaian juga berencana melakukan uji coba pemanfaatan platform Dropbox untuk melalukan penaksiran harga barang jaminan berbasis foto yang dikirimkan customer.
"Saat ini belum bisa ke GoPay, tetapi ini sudah masuk roadmap development kami ke depan. GoPay dibutuhkan untuk pembayaran trip ke outlet. Ke depannya, kami ingin sentralisasi produk digital di aplikasi PDS," jelasnya.
Kolaborasi dan transformasi outlet
Selain digitalisasi layanan, Pegadaian juga melakukan gebrakan dengan membangun infrastruktur Open API untuk masuk ke ekosistem keuangan di Indonesia. Menurut Herdi, kolaborasi dengan banyak mitra berpeluang untuk menciptakan ekosistem dan lini pendapatan baru.
“Di luar sana sudah terjadi disrupsi. Semua bank mulai ke arah open banking platform. Masalahnya, industri pegadaian tidak punya benchmark karena posisi kami berada di antara banking dan industri keuangan lain. Memang, bisnis ini tidak terdampak tetapi kami bisa melihat model bisnis yang dapat di-scale up,” paparnya.
Salah satu kolaborasi besar Pegadaian adalah menggaet Tokopedia dalam menyediakan layanan Jual-Beli Emas Online yang meluncur pada Januari 2019. Kolaborasi ini diklaim sukses oleh perusahaan mengingat proses integrasinya hanya memakan waktu dua bulan dan mengantongi traction positif dari pengguna Tokopedia.
Tak hanya itu, Pegadaian juga mulai memodifikasi sejumlah outlet-nya agar relevan terhadap kebutuhan pasar saat ini. Pegadaian telah mentransformasikan 31 outlet-nya menjadi The Gade Coffee & Gold terhadap lebih dari 4.000 outlet di Indonesia.
Menurut Herdi, sejak awal perusahaan menerapkan konsep agile organization dan CI/CD framework (Continuous Integration/Continuous Development), setiap produk akan terus dikembangkan dengan user experience sebagai prioritas utama. "Kami ingin memberikan customer experience yang sama seperti di offline. Hadir di mana pun dengan layanan yang mudah dan tangkas bagi semua kalangan," jelasnya.
Sementara dari sisi back-end dan ground level operation, Pegadaian juga mengimplementasikan solusi teknologi, seperti IoT-based RFID network dan Robotic Process Automation (RPA) untuk meningkatkan pengamanan barang jaminan dan efisiensi operasional.