UKM Seharusnya Memiliki Rencana Disaster Recovery Berbasis Cloud Sejak Dini
Berbeda dengan perusahaan raksasa yang telah sukses, perusahaan kecil hingga menengah membutuhkan perhatian yang lebih besar untuk mengembangkan bisnis mereka. Perhatian-perhatian tersebut mencakup uang, waktu, sumber daya, dan lain sebagainya. Namun banyak dari mereka yang gagal merencanakan dan mempersiapkan dengan baik kondisi perusahaan ketika bencana alam melanda.
Berdasarkan laporan Administrasi Bisnis Mikro (SBA) Amerika Serikat, diperkirakan 25% dari perusahaan kecil yang terkena dampak bencana gagal untuk menyelamatkan nyawa perusahaan mereka. Perusahaan seharusnya mengetahui lantas mempersiapkan backup dari data-data mereka, aplikasi-aplikasi, dan pekerjaan mereka. Langkah ini dilakukan demi meminimalisir kehilangan yang didapatkan kala bencana melanda.
Perusahaan dapat melindungi bisnis mereka dengan terlebih dahulu mengidentifikasi jenis bencana alam atau human error yang kemungkinan akan terjadi, kemudian membuat perincian rencana untuk tindakan yang dapat dilakukan saat bencana terjadi. Tidak perlu menunggu untuk bencana datang terlebih dahulu, perusahaan seharusnya telah mulai kesiapannya sejak dini.
Hal ini menjadikan terbukanya peluang untuk mengembangkan binis berkonsep Disaster Recovery. Disaster Recovery menawarkan keamanan yang jauh lebih baik, mengizinkan klien mereka sebagai perusahaan kecil untuk mengatur titik pembaruan berdasarkan menit atau jam tertentu. Dengan demikian, perusahaan dapat dengan cepat melakukan restart aplikasi ketimbang harus mengembalikannya dari ruang penyimpanan yang berbeda-beda.
Kini, telah banyak perusahaan atau organisasi memanfaatkan cloud untuk membackup data-data mereka, umumnya setiap 24 jam sekali atau lebih. Ketika bencana terjadi, data dari dalam beberapa jam atau beberapa hari dapat hilang kapan saja, namun butuh waktu yang tidak singkat pula untuk mengembalikannya. Meskipun begitu, masih banyak UKM tidak memiliki program Disaster Recovery sama sekali hanya karena implementasinya yang mereka anggap rumit dan berbelit, terlalu mahal, atau keduanya.
Tantangan justru hadir bagi pelayan jasa Disaster Recovery, mereka dituntut untuk menghadirkan backup dengan tidak hanya cepat tetapi juga melalui proses yang simpel. Namun, dalam berbagai kasus mereka sama sekali tidak dapat mempermudah, mereka hanya mengirim kerumitan kepada tim khusus yang secara manual mengelola Disaster Recovery atas nama pelanggan. Hasilnya, layanan ini tetap terhitung mahal karena kerumitan masih saja ada, dan pelanggan terus membayar biaya jasa dan infrastruktur.
Industri Disaster Recovery masih memiliki ruang besar untuk digarap agar lebih cepat, lebih murah, dan lebih sederhana demi melayani pelanggan dengan menerapkan prinsip-prinsip skala besar, standar komputasi awan hybrid untuk masalah ini. Seperti yang dikutip dari VMware, bahwa cloud mengubah cara organisasi TI beroperasi, dan Disaster Recovery seharusnya bukan pengecualian.
Artikel sindikasi ini pertama kali dimuat di DSenterprise dan ditulis oleh Michael Erlangga.