Xendit PHK 5% Karyawan di Indonesia dan Filipina
Menurut laporan LinkedIn Premium Insights, Xendit merekrut karyawan baru di Indonesia sebanyak 307 orang sepanjang tahun lalu
Pemutusan hubungan kerja alias PHK kembali ditempuh startup Indonesia. Kali ini dari Xendit, startup yang meraih gelar unicorn pada tahun lalu. Keputusan ini diambil perusahaan karena situasi makro ekonomi yang tak menentu, sehingga memaksa perusahaan melakukan rightsizing struktur dan sumber daya tim.
“Xendit selalu mencoba untuk menyiapkan rencana bisnis terbaik, namun situasi makro ekonomi yang tidak menentu saat ini memaksa kami untuk melakukan rightsizing struktur dan sumber daya tim. Hal ini didasarkan pada strategi bisnis yang progresif melihat situasi ke depan, dan telah melalui pertimbangan yang komprehensif untuk memastikan bahwa kami siap menghadapi tantangan dan peluang di masa depan,” ucap Co-Founder & COO Xendit Tessa Wijaya dalam keterangan resmi.
Dia melanjutkan, melakukan rightsizing tim adalah keputusan yang sangat sulit, namun harus tetap diambil untuk mengoptimalkan posisi perusahaan di jangka pendek maupun panjang. Sebanyak 5% karyawan Xendit di Indonesia dan Filipina terkena dampak dari keputusan tersebut.
Mengutip dari laporan RevoU, berdasarkan data LinkedIn Premium Insights, pada tahun lalu Xendit masuk dalam urutan ke-9 dari 10 perusahaan teknologi Indonesia dengan jumlah karyawan baru terbanyak yakni sebanyak 307 orang. Xendit menerima karyawan baru sebanyak 307 orang dengan persentase pertumbuhan sebesar 104,78% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka tersebut bisa dipastikan belum menghitung jumlah karyawan baru Xendit di Filipina.
Xendit menyatakan komitmennya untuk mendampingi pegawai yang terdampak selama masa transisi ini. Mereka akan menerima kompensasi dan prosesnya dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan. Tidak dirinci kompensasi yang dimaksud Tessa.
“Kami juga memberikan manfaat tambahan lain bagi tim yang terdampak guna membantu mereka, seperti perpanjangan masa asuransi kesehatan, bantuan pendampingan psikolog dan juga akan mengurasi daftar alumni Xendit untuk membantu tim terdampak mendapatkan pekerjaan lebih cepat.”
Tessa juga memastikan kendati melakukan rightsizing, tidak berdampak pada kelangsungan usaha Xendit. Perusahaan tetap menjadi perusahaan pembayaran digital di Indonesia dan Filipina, serta berkomitmen untuk terus membangun infrastruktur pembayaran di Asia Tenggara.
“Xendit telah bertumbuh dengan baik dalam beberapa tahun ini melalui kontribusi berbagai pihak, terutama dari tim kami yang penuh dedikasi berkontribusi untuk membangun Xendit sampai berada di posisi saat ini. Kami sangat mengapresiasi seluruh upaya dalam menjadikan Xendit seperti yang sekarang,” tutupnya.
Pendanaan Seri D
Sebelumnya pada Mei 2022, perusahaan menutup pendanaan seri D senilai $300 juta dipimpin oleh Coatue dan Insight Partners, dengan partisipasi Accel, Tiger Global, Kleiner Perkins, EV Growth, Amasia, Intudo, dan Goat Capital. Diperkirakan valuasi perusahaan melambung hingga lebih dari $2 miliar pasca pendanaan ini.
More Coverage:
Sejak merengkuh label unicorn perusahaan aktif mengembangkan bisnis di luar bisnis gerbang pembayaran. Di antaranya, mengumumkan investasi di Bank Sahabat Sampoerna serta menawarkan layanan banking-as-a-service (BaaS). Selanjutnya, masuk ke segmen UMKM dengan merilis solusi SaaS untuk membantu pelaku usaha mengatur inventori produk; ada juga aplikasi bisnis "Online Store" untuk memfasilitasi kegiatan social commerce.
Kendati layanan fintech ini memiliki peluang besar di tengah digitalisasi bisnis yang kian masif, namun untuk memenangkan pasar sebuah platform harus memiliki proposisi nilai yang kuat. Di layanan payment gateway, Xendit berhadapan langsung dengan sejumlah pemain. Di antaranya, ada Midtrans yang saat ini berada di bawah naungan grup GoTo Financial. Ada juga DOKU, Fazz, Faspay, Duitku, dan beberapa lainnya.