Zenius Kembali Rumahkan Puluhan Karyawan
Ini merupakan aksi PHK gelombang ketiga yang dilakukan Zenius sejak 2022
Startup edtech Zenius kembali menempuh langkah PHK terhadap puluhan karyawannya. Perusahaan berdalih iklim ekonomi telah menciptakan tantangan yang belum pernah ada sebelumnya sehingga manajemen harus menyelaraskan dan memprioritaskan kembali organisasinya demi memastikan pertumbuhan jangka panjang.
"Untuk mencapai tujuan menjadi arus kas yang positif dan memastikan keberlanjutan perusahaan kami, Zenius harus membuat beberapa keputusan sulit yang secara langsung akan memengaruhi karyawan kami. Semua aspek bisnis sedang dioptimalkan untuk meningkatkan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja," ucap manajemen Zenius dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.id.
Perusahaan tidak merinci berapa banyak karyawan yang terdampak atas keputusan tersebut. Namun, dari kabar yang beredar di media sosial, sebanyak 36 orang dari 120 karyawan terkena PHK. Tim yang terdampak adalah engineer dan produk. Apabila kabar ini benar, saat ini karyawan Zenius tinggal 84 orang.
Sejak 2022, Zenius telah mengumumkan PHK sebanyak dua kali. Pengumuman pertama diumumkan pada Mei, mereka merumahkan sekitar 200 orang. Kemudian pengumuman kedua, pada awal Agustus, dikabarkan ada 600 orang yang dirumahkan dari berbagai divisi.
Perusahaan melanjutkan, "[..] Zenius memahami saat ini adalah masa yang sulit bagi masyarakat yang terkena dampak, sehingga perusahaan akan melanjutkan manfaat asuransi kesehatan mereka hingga 30 Maret 2023 termasuk anggota keluarga mereka. Selain itu, Zenius juga memperpanjang layanan konseling kesehatan dengan konsultan pihak ketiga kami hingga 30 Maret 2023."
Sempat tumbuh subur sejak pandemi, Zenius melakukan perekrutan besar-besaran. Tercatat, menurut data RevoU, Zenius menempati peringkat ke-8 dengan penambahan 599 orang dari 606 menjadi 1.205 karyawan. Data ini tercatat dalam rentang waktu Mei 2021-2022.
Industri edtech
DSResearch pernah mengulas industri edtech di Indonesia bertajuk "Edtech Report 2020: Transforming Education". Mengutip hasil riset Holon IQ, mereka memetakan layanan edtech ke dalam beberapa kategori: pembelajaran bahasa, steam dan coding, pembiayaan pendidikan, keterampilan dan pekerjaan, pendidikan tinggi, verifikasi, manajemen dan lingkungan belajar, pendidikan tinggi, dan dukungan pembelajar. Mereka juga memetakan 50 pemain edtech yang signifikan di setiap kategori.
Dari survei terhadap 500 responden, jenis layanan edtech populer yang pernah dan paling banyak digunakan orang adalah online tutor. Sedangkan kurang dari 20% orang yang pernah menggunakan MOOC (Massive Open Online Course). Berdasarkan jenis kelamin, 71,3% laki-laki pernah menggunakan tutor online, sedangkan 74,1% perempuan pernah menggunakan e-learning.
Hanya saja, di balik potensi menggiurkan ini, layanan edtech tidak dapat diakses oleh semua pelajar lantaran sistem pendidikan Indonesia tidak dilengkapi dengan baik untuk meningkatkan pembelajaran online dengan cepat. Banyak siswa di daerah pedesaan kekurangan konektivitas, dan banyak siswa berpenghasilan rendah tidak memiliki akses ke perangkat yang diperlukan untuk menggunakan layanan edtech.
Laporan ini juga menekankan sektor edtech Indonesia menghadapi hambatan besar yang mencegahnya untuk meniru tingkat keberhasilan dibandingkan sektor teknologi lainnya dan di negara lain.
Berikut kendala dari sisi penawaran:
- Akses pendanaan yang sulit,
- Biaya akuisisi tinggi, terutama untuk mendapatkan dan mempertahankan pelanggan baru,
- Kurangnya talenta berkualitas untuk mengembangkan dan memelihara produk.
Kemudian kendala dari sisi permintaan, termasuk:
- Kemauan yang rendah untuk membayar dari sekolah dan orang tua,
- Kurangnya literasi digital, terutama di pihak penyedia pendidikan,
- Infrastruktur digital yang buruk, yang membatasi konektivitas di wilayah terpencil dan kecepatan unduh di seluruh negeri.
More Coverage:
Kondisi di atas diperumit lagi dengan tanggung jawab yang tumpang tindih antara pemerintah daerah dan pusat pada alat pendidikan baru, bersama dengan terbatasnya sistem pendidikan publik, kapasitas dan insentif terbatas untuk menilai potensi produk edtech.
Terlebih itu, pertumbuhan sektor edtech Indonesia sejalan dengan investasi yang dikucurkan untuk sektor ini. Mayoritas perusahaan edtech didirikan dalam enam tahun terakhir.