Mempertahankan Kedaulatan Data Jadi Isu Penting Saat Perbaikan Sistem BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan sudah melakukan pertemuan awal dengan perusahaan asuransi asal Tiongkok Ping An
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan melempar usulan untuk memperbaiki performa BPJS Kesehatan, khususnya dalam penagihan iuran. Luhut menyarankan raksasa asuransi asal Tiongkok, Ping An, akan membantu sistem teknologi BPJS Kesehatan agar lebih efisien.
Menurut Luhut, Ping An setidaknya akan melakukan dua hal dengan BPJS Kesehatan yakni mengevaluasi sistem teknologi informasi dan memperbaiki celah sistem tersebut. Dari penuturan Luhut diketahui pihak Ping An yang menawarkan diri untuk membantu BPJS Kesehatan.
"Mereka tidak jualan hardware, hanya software yang sudah dipakai 282 kota di Tiongkok. Salah satu perusahaan yang paling efisien di Tiongkok," ucap Luhut seperti diwartakan CNN Indonesia.
Ping An adalah perusahaan asuransi terbesar di Tiongkok dengan kapitalisasi pasar mencapai hampir $220 miliar. Ia merupakan anak perusahaan dari PA, sebuah holding jasa keuangan yang meliputi asuransi, perbankan, hingga investasi.
Uluran tangan Ping An ditujukan untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang membelit BPJS Kesehatan seperti tunggakan iuran peserta dan defisit keuangan yang terus membengkak.
Data per 30 Juni 2019 diketahui kolektibilitas iuran mencapai 94,04 persen dari kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan 89,03 persen dari penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah. Adapun defisit yang diderita oleh BPJS Kesehatan terus meningkat, dari Rp1,9 triliun pada 2014 hingga Rp19,4 triliun pada 2018. Tunggakan iuran peserta dan besaran iuran peserta yang terlalu kecil ditengarai penyebab utama besarnya defisit BPJS Kesehatan.
Berisiko diakses pihak asing
Wacana pelibatan Ping An dalam pembenahan sistem TI dari BPJS Kesehatan mengundang kritik, terutama dalam hal kedaulatan data pribadi masyarakat. Timboel Siregar dari BPJS Watch memandang rencana kerja sama itu memungkinkan data masyarakat yang terhimpun dalam sistem BPJS Kesehatan diakses pihak asing.
"Kalau ada pihak asing yang ikut terlibat maka data besar tersebut akan berpotensi terakses oleh pihak asing. Ini sangat berbahaya karena terkait dengan ketahanan bangsa kita. Nanti asing akan mendapat data statistik kondisi kesehatan rakyat Indonesia termasuk data tentang TNI dan Polri kita yang sakit," ujar Timboel dalam keterangan resminya.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris pernah menyampaikan bahwa pihaknya merupakan pemilik data kesehatan terbesar di Indonesia. Data sampel dapat menjadi metode pemanfaatan data tersebut. Peneliti, akademisi, maupun BPJS Kesehatan sendiri dapat menggunakan data sampel tersebut yang nantinya dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan dalam program jaminan kesehatan nasional.
Pemerintah sebenarnya sudah menyadari pentingnya data kesehatan. Hal ini tertuang dalam Pasal 6 ayat 3 RUU Perlindungan Data Pribadi yang memasukkan data kesehatan ke dalam kategori data pribadi. Sebagai catatan, jumlah peserta BPJS Kesehatan berjumlah 222,5 juta jiwa. Dengan demikian bisa disimpulkan setidaknya ada 222,5 juta set data pribadi dan data kesehatan milik peserta.
Timboel melanjutkan bahwa usulan memperbaiki sistem TI BPJS Kesehatan bukan solusi untuk kepatuhan dalam membayar iuran yang masih rendah. Ia khawatir dari perbaikan sistem teknologi, Ping An dapat menjamah data peserta BPJS yang sifatnya lebih sensitif.
"Soal penagihan iuran itu sebenarnya kan tinggal dilakukan penegakan hukum, bukan masalah TI-nya. Kalaupun TI bagus, tapi penegakkan hukum lemah, ya sama seperti ini," imbuh Timboel.
Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf mengamini bahwa ada potensi pengolahan data oleh Ping An dalam rencana kerja sama mereka. Akan tetapi ia meyakinkan bahwa rencana tersebut masih berusia dini dan masih terus mereka pelajari.
"Itu tentu perlu tindak lanjut lebih dalam karena kita tunduk pada regulasi yang mengatur, tapi ini kan baru permulaan belum sampai dalam seperti itu," pungkas Iqbal.
Sign up for our
newsletter