Mendalami Peran Tanda Tangan Digital untuk Inklusi Keuangan
Belajar dari Founder dan CEO PrivyID Marshall Pribadi dalam sesi #SelasaStartup
Tanda tangan digital kini mulai dikenal berkat matangnya ekosistem ekonomi digital. Pemerintah pun akhirnya mulai terbuka dengan inovasi-inovasi baru seperti ini dengan merilis peraturan untuk melindungi kepentingan konsumen. Dalam perjalanannya hingga aturan tiba, PrivyID sebagai startup pertama yang bermain di segmen ini harus tertatih-tatih membuka ekosistem tanda tangan digital sejak 2014.
Perjuangan tersebut terbayar hingga akhirnya PrivyID menjadi startup pertama yang mengantongi izin sebagai penyelenggara sertifikat elektronik tersertifikasi oleh Kemenkominfo pada menjelang akhir tahun lalu. Dari situ pintu semakin terbuka lebar dan banyak pengguna, terutama datang dari industri jasa keuangan telah memanfaatkan PrivyID untuk sarana tanda tangan digital untuk permudah para nasabahnya.
Dalam sesi #SelasaStartup kali ini mengundang Founder dan CEO PrivyID Marshall Pribadi untuk berbagi pandangannya terhadap masa depan tanda tangan digital dan perannya membantu percepat inklusi keuangan. Berikut rangkumannya:
Perlu edukasi karena bisnisnya unik
Meski kini PrivyID bisa dikatakan sebagai startup dengan jaringan pengguna terbanyak di Indonesia, namun sebenarnya khitah bisnis ini masih punya jalan terjal yakni mengubah kebiasaan untuk pindah dari tanda tangan basah ke tanda tangan digital. Proses edukasi makanya masih terus dilakukan.
Marshall bercerita, bisnis ini unik karena di satu sisi juga menyasar kalangan institusi pemerintah untuk menjadi pengguna. Kebanyakan institusi ini ada di aliran konservatif yang masih belum percaya bahwa perjanjian, tanda terima, pembayaran tagihan, dan lainnya bisa dilakukan dalam bentuk digital.
Di sisi lainnya, PrivyID juga menyasar pengguna yang datang dari perusahaan yang sangat berpikir maju dan mementingkan semua prosesnya harus dilakukan secara digital. Sayangnya, mereka ini cenderung masih belum sadar dengan pentingnya kehadiran tanda tangan digital.
Mereka ini biasanya hanya meminta user diminta untuk klik centang I Agree, pakai OTP untuk membuktikan bahwa konsumer terikat dengan aturan utang piutang di fintech, atau parahnya konsumer hanya diminta untuk menggambar tanda tangannya dari layar smartphone.
“Ini [digital image] bisa jadi masalah bahwa ini jadi digital image yang dengan mudah bisa di-crop atau copy paste ke banyak dokumen, sehingga jadi mudah disangkal bila ada tindakan yang merugikan. Risiko seperti banyak yang masih menyangkalnya, makanya market kami ini terbatasi oleh yang ekstrem kiri atau kanan,” terang Marshall.
Oleh karena itu, dalam proses edukasi, tim PrivyID mengadvokasikan ke semua pihak bahwa bisnisnya ini berbeda dengan SaaS yang menyediakan software akuntansi atau HR yang paling mudah pembedanya adalah dari segi fitur. Sementara itu, PrivyID sendiri harus selalu mengutamakan legalitas, sistem keamanan, dan aspek operasionalnya.
“Harus comply dengan aturan karena kalau aturan tidak ada siapa yang bakal percaya mau pakai, lalu keamanannya pasti banyak yang menanyakan, dan aspek operasional pasti ditanyakan apakah mudah digunakan, apa saja fiturnya, dan customer service-nya, kalau jelek pasti ada banyak drop rate.”
Fungsi penting untuk inklusi keuangan
Marshall menerangkan, tanda tangan digital punya fungsi penting dalam menurunkan bunga kredit untuk pengusaha mikro yang berlokasi di daerah terpencil. Bahwasanya, penyebab mengapa bank menetapkan bunga yang tinggi untuk sektor ini karena mereka butuh membangun infrastruktur untuk menjangkau mereka.
Bank perlu membangun kantor cabang dan merekrut orang-orang untuk mendatangi calon debitur tersebut. Belum lagi petugas harus bolak-balik memverifikasi dengan mengunjungi rumah, mengisi dokumen fisik dan tanda tangan basah untuk memberikan keabsahan dokumen.
“Tanda tangan digital memang harus didukung oleh peningkatan penetrasi internet dan smartphone, selama itu belum bisa dijangkau maka tanda tangan digital tidak bisa berdiri sendiri. Makanya butuh dukungan dari perusahaan telekomunikasi untuk membuat jalan masuknya.”
More Coverage:
Sejak PrivyID mengantongi sertifikasi, Marshall mengaku tingkat kepercayaan pengguna semakin meningkat karena sudah terbukti legalitasnya. Pada akhir tahun lalu hingga kini dikatakan pertumbuhan pengguna mencapai 300% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mentok di angka 100%.
Secara angka, penggunanya mencapai di angka hampir menuju 500, didominasi oleh korporasi sekitar 80%. Dibandingkan tahun lalu saja, pengguna PrivyID baru mencapai di angka kisaran 200. Mayoritas pengguna ini datang dari industri jasa keuangan, baik itu asuransi, perbankan, pembiayaan, startup lending, dan sekuritas.
Menariknya, dikatakan sejak pandemi ini pengguna PrivyID tumbuh melesat dari non-finansial, seperti konsultan, tambang, dan minimarket. Kebanyakan pengguna tersebut menggunakan jasanya untuk kebutuhan internal, misalnya untuk tanda terima barang, pembuatan tagihan. “Sejak WFH semakin nyata use case-nya ke arah sana. Target kami terus menjaga pengguna ini dengan terus menyempurnakan fitur agar pengalaman semakin baik.”
Sign up for our
newsletter