Mengembalikan Semangat Harbolnas Ke "Khittah"-nya
Sesungguhnya tidak ada gadget baru yang didiskon sampai 90% kecuali produk itu barang lama sudah empat hingga lima tahun yang lalu
Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang berlangsung selama 12 Desember - 14 Desember 2016 telah berakhir. Ada banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi oleh seluruh pemain e-commerce, utamanya adalah banyak munculnya diskon fiktif. Kebetulan isu ini sempat menimpa Lazada, Bukalapak, Matahari Mall, dan lainnya.
Isu seperti ini pada akhirnya tidak sejalan dengan semangat awal diadakannya Harbolnas, yakni ingin mendorong orang untuk mencoba berbelanja online dan membantu ekosistem layanan e-commerce jadi lebih kondusif.
"Terkait diskon fiktif, sementara ini masih diserahkan secara penuh ke peserta bersangkutan untuk menindak tegas ke seller-nya yang nakal. Mungkin ke depannya bisa bekerja sama dengan lembaga hukum, agar bisa ditindak lebih tegas," ujar Ketua Panitia Harbolnas 2016 Miranda Suwanto, Senin (19/12).
[Baca juga: Masihkah Konsumen Butuh HARBOLNAS?]
CEO Lion Parcel Gunardi menambahkan mengontrol harga dan diskon yang bertebaran di internet memang agak susah. Namun, pada dasarnya konsumen harus tahu produk apa saja yang logis untuk diberikan diskon hingga 90%.
Produk seperti gadget atau teknologi keluaran terbaru tidak mungkin bisa di diskon hingga 90%, kecuali produk tersebut adalah barang lama atau tidak laku di pasaran. Menurut dia, produk yang bisa diberi diskon tinggi itu lebih cocok untuk aksesoris, foodware, atau sifatnya memiliki kadaluarsa yang cepat.
"Agak susah control pricing dari sekian banyak peserta yang tergabung di bisnis online ini. Kalau jual produk gadget, jadi agak tricky lagi karena penjual menjual dengan harga yang telah dinaikkan sebelumnya, baru diberi diskon. Ini memang kurang fair bagi konsumen, makanya konsumen harus teliti dan jangan sampai terjebak dengan harga seperti itu."
Harbolnas = diskon?
Menurut Miranda, Harbolnas itu tidak hanya menjual diskon besar-besaran saja. Tapi ada nilai lainnya, yaitu perang memberikan kualitas produk dan pelayanan terbaik. Bentuknya, tidak hanya diskon saja, tapi juga dapat berupa ongkos kirim gratis, cashback, atau undian berhadiah.
Harbolnas menjadi ajang bagi seluruh pemain e-commerce untuk sama-sama menjangkau konsumen lebih dalam lagi. Kesempatannya jadi setara dengan pemain e-commerce yang sudah berskala besar. Sekaligus, upaya peserta e-commerce untuk mencapai target kinerja tahunan mereka.
Menurut hasil survei dari Nielsen yang menghimpun 500 responden dari 20 kota urban, diskon jadi hal utama pemicu konsumen mengunjungi situs e-commerce. Persentasenya mencapai 90%, ongkos kirim gratis (41%), voucher (27%), dan cashback (15%).
Shopback juga melakukan survei serupa pasca Harbolnas berakhir. Shopback melakukan survei dengan menghimpun 539 responden yang berasal dari Jakarta, Medan, Bandung, Surabaya, dan Banjarmasin.
Dari temuannya, konsumen menyampaikan harapannya untuk Harbolnas 2017. Konsumen menyatakan adanya diskon dengan nominal lebih tinggi sebanyak 60,3%, mengharapkan diskon tanpa disertai minimum pembelian (49,1%), promo yang disajikan berlaku untuk seluruh barang (46,6%).
Kemudian, mengharapkan promo yang lebih mudah dimengerti (19,1%) dan informasi yang disampaikan terkait promo yang disajikan dibuat lebih jelas dan lengkap (14,7%).
Konsumen Indonesia sudah pandai meriset
Lebih jauh diungkapkan dari hasil survei Shopback, ternyata sebanyak 33,1% responden menjawab bahwa mereka menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk berbelanja online. Sementara, konsumen yang menghabiskan waktu selama 15-25 menit (17,7%), 26-40 menit (17,1%), 6-15 menit (17,1%), 40-60 menit (10%), dan 1-5 menit (4,8%).
Menurut pantauan Shopback, konsumen yang membutuhkan waktu lebih banyak, rata-rata membeli produk yang memang membutuhkan banyak pertimbangan dan perbandingan, seperti laptop, smartphone, atau wisata.
Dengan durasi yang konsumen habiskan, mayoritas dari mereka mengunjungi tiga hingga empat toko online (42,6%), 1-2 toko online (35,9%), dan 5-6 toko online (15,9%).
"Sama halnya dengan mengunjungi toko offline, konsumen pasti perlu datangi lebih dari satu toko sebelum akhirnya memutuskan untuk beli barang dimana. Artinya konsumen sudah jauh lebih pintar dan memiliki banyak pilihan toko online untuk melakukan riset," ungkap Miranda.
Target transaksi tidak tercapai
Sebelum Harbolnas digelar, panitia sempat mengumbar target transaksi yang naik dua hingga tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Sebagai gambaran, tahun lalu prediksi transaksi Harbolnas mencapai Rp2,1 triliun. Akan tetapi, tahun ini dipredikasi hanya mencapai Rp3,3 triliun, atau naik 1,57 kali lipat.
Angka transaksi ini bukan hasil nyata yang dikumpulkan panitia Harbolnas, melainkan hasil prediksi dari Nielsen. Menurut Nielsen, ada kenaikan dari sisi penjualan dengan rata-rata 3,9 kali, tapi bila dibandingkan dengan hari biasa.
Menurut Miranda, meski target tidak tercapai tapi ada temuan perbedaan perilaku berbelanja konsumen. Dari hasil survei Nielsen, ternyata produk yang banyak dibeli adalah produk kebutuhan sehari-hari. Sehingga, bila dibandingkan dengan gadget, tentu nilai nilai barangnya berbeda.
"Tidak semua peserta Harbolnas terbuka dengan hasil laporannya, makanya kita pakai hasil prediksi dari Nielsen. Di satu sisi target transaksi memang tidak tercapai, tapi kalau lihat dari kenaikan item yang dijual 5x lebih banyak sementara kenaikan sales hanya 2x. Sebabnya, ada shifting perubahan produk yang dibeli konsumen yaitu daily needs."
Selain itu, dari segi edukasi terjadi peningkatan. Tingkat awareness konsumen Indonesia terhadap Harbolnas mencatatkan terjadinya kenaikan. Dari survei Nielsen, sebanyak 89% responden mengatakan mereka sebelumnya telah mengetahui Harbolnas. Persentase ini naik 13% dibandingkan tahun lalu. Responden yang mengatakan bahwa mereka sebelumnya telah berbelanja online juga naik 11% jadi 61%.
Hasil survei dari Shopback mengungkapkan, tingkat kepuasan konsumen terhadap Harbolnas 2016 dibandingkan dengan tahun sebelumnya jawabannya cukup merata. Responden yang menjawab lebih baik sebanyak 36,3%, sama saja 35,5%, dan lebih buruk 29,5%.
Responden juga mengungkapkan kesediaannya untuk kembali berbelanja online pada Harbolnas 2017, sebanyak 98,4% mengatakan bersedia dan 1,6% mengatakan tidak bersedia.
Sign up for our
newsletter