Mulai dari Lazada E-commerce Hingga Rumah Prefab di Bali, Berikut Perjalanan Bisnis Florian Holm
Stilt Studios berambisi untuk berkontribusi lebih dalam mengembangkan bisnis perumahan berkelanjutan dengan mempromosikan konstruksi prafabrik.
Florian Holm sudah menjabat sebagai co-CEO Lazada Indonesia pada tahun 2018, ketika ia berambisi untuk memulai bisnis baru. Memimpin salah satu perusahaan e-commerce terbesar di Asia Tenggara menjadi sebuah pengalaman yang intens, namun setelah empat tahun, dia merindukan sensasi membangun sesuatu dari awal.
Holm pertama kali bergabung dengan Lazada pada tahun 2014 sebagai kepala manajemen vendor di Thailand, kemudian dipromosikan setahun kemudian sebagai kepala pemasaran untuk Lazada Filipina. Perusahaan kemudian menunjuknya untuk memimpin divisi Indonesia pada tahun 2016, ketika industri e-commerce negara berkembang pesat.
“Saya bergabung ketika Lazada baru berusia dua tahun dan perusahaan berkembang pesat, terutama setelah diakuisisi Alibaba pada 2016. Lazada sekarang sudah sangat berkembang, dan saya merindukan sensasi memulai sesuatu yang baru. Yang paling saya nikmati adalah bekerja di startup, mengemukakan ide-ide segar, dan menghadapi tantangan baru. Jadi, saya pikir ini saat yang tepat untuk meninggalkan Lazada,” jawab Holm kepada KrASIA dalam sebuah wawancara belum lama ini.
Setelah meninggalkan Lazada, Holm memutuskan untuk terjun ke pasar properti.
“Saya tinggal di antara Jakarta dan Bali, tetapi belakangan saya menghabiskan sebagian besar waktu di pulau ini. Saya bertemu seorang arsitek Jerman bernama Alexis Dornier ketika kami bekerja bersama membangun rumah saya di Bali. Kami bertukar pikiran tentang konstruksi dan industri properti, lalu sepakat bahwa sangat sedikit inovasi yang terjadi di sektor ini selama beberapa tahun terakhir, terutama dalam hal pemanfaatan teknologi dan perencanaan desain yang berkelanjutan,” kata Holm.
Dari sana, pasangan tersebut memutuskan untuk bekerja sama dan mendirikan sebuah startup bernama Stilt Studios pada tahun 2019. Berbasis di Bali, sebuah pulau yang terkenal dengan pantai surgawi dan pemandangan alamnya, perusahaan ini mempromosikan desain dan konstruksi rumah yang berkelanjutan dengan menggunakan model rumah prefabrikasi. Sebagian besar elemen bangunan yang digunakan oleh Stilt Studios dibangun di pabrik dan kemudian dirakit untuk membangun rumah baru.
“Sementara rumah konvensional dibangun di lokasi, sebagian besar komponen rumah prefab dibangun di lingkungan yang terkendali seperti pabrik. Komponen-komponen tersebut nantinya akan dirakit di lokasi pembangunan,” jelas Holm. Dia mengklaim bahwa rumah prefab harganya lebih murah daripada yang konvensional, sementara mereka dapat dengan cepat dirakit dan dibongkar, dan dapat dibangun di atas plot dengan medan yang curam.
Pada bulan Juni, Stilt Studios menyelesaikan proyek prototipe dari lima rumah berbeda di Canggu, Bali. Proyek saat ini terdaftar di Kickstarter sebagai respon komunitas dan untuk mengumpulkan dana.
Holm menjelaskan bahwa di Bali, yang menampung ribuan hostel, vila, dan kafe yang menerima lebih dari enam juta pengunjung per tahun, ruang komersial sering direkonstruksi karena popularitas sewa jangka pendek, yang biasanya bertahan hingga tiga tahun. Dia dan Dornier percaya bahwa struktur pracetak dapat menjadi alternatif untuk mendukung pariwisata berkelanjutan di pulau itu.
Menurut laporan oleh firma konsultan dan riset pasar Lucintel, pasar perumahan prefab global diproyeksikan mencapai USD19,3 miliar pada tahun 2024, berkembang dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 4,6% dari 2019 hingga 2024. Amerika Utara tetap menjadi yang terbesar wilayah berdasarkan nilai dan volume, tetapi tren konstruksi cetakan secara perlahan-lahan juga mengalami kemajuan di Asia Tenggara.
Misalnya, sejak Singapura meluncurkan Peta Transformasi Industri Konstruksi pada tahun 2017, negara tersebut telah menggunakan teknologi yang lebih maju dan mengadopsi metode baru seperti konstruksi volumetrik prafabrikasi (PPVC). Tahun lalu, kompleks kondominium Clement Canopy diselesaikan di Singapura, menjadi menara modular beton tertinggi di dunia yang menggunakan PPVC.
Sementara itu, di Filipina, sebuah perusahaan bernama Revolution Precrafted, yang memproduksi rumah prefabrikasi mewah, mencapai status unicorn pada 2017, menjadi perusahaan pertama yang berasal dari sektor startup teknologi negara.
KrASIA belum lama ini berdiskusi dengan Florian Holm tentang ambisi barunya dengan Stilt Studios.
KrASIA (Kr): Mengapa Anda memilih rumah prefab (pre-fabricated), yang tergolong segmen niche di sektor properti? Apakah Anda memiliki pengalaman khusus di pasar properti?
Florian Holm (FH): Saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan masuk ke bisnis properti. Namun, begitu saya menyelam jauh ke dalam, saya merasa sangat tertarik. Ini adalah sektor yang besar dan masih punya banyak inovasi. Konstruksi dan arsitektur memiliki dampak signifikan pada kehidupan masyarakat. Ini adalah tempat tinggal Anda, dan juga membentuk tata kota Anda.
Rumah prefab lebih terjangkau dibandingkan dengan rumah konvensional, dan ramah lingkungan. Karena konstruksi dibangun di luar lokasi pabrik dengan pengukuran khusus, limbah dari bahan berlebih akan lebih sedikit. Dan bahkan jika ada pemborosan, Anda dapat menggunakannya kembali untuk proyek lain.
Misalnya, kami memiliki prototipe vila di Bali yang kami sebut “tiny tetra houses”, yang dibangun dengan menggunakan bahan limbah daur ulang seperti karton minuman Tetra Pak. Beberapa fitur berkelanjutan dari struktur kami termasuk atap besar untuk pendinginan hemat energi untuk mengurangi panas matahari, panen air hujan, ventilasi silang, dan panel surya penghasil energi.
Kr: Layanan seperti apa yang Anda tawarkan melalui Stilt Studios?
FH: Layanan inti kami adalah desain dan konstruksi bangunan prefab untuk keperluan perumahan, pariwisata, dan komersial. Kami menggunakan subkontraktor untuk bagian konstruksi.
Kami telah menyelesaikan tiga proyek pertama kami di Bali, yang tersedia untuk masa inap jangka pendek di pulau tersebut, dan kami ingin memiliki etalase yang bagus untuk produk kami, sehingga calon pembeli yang ingin tahu tentang rumah prefab dapat mengalaminya secara langsung.
Kami tidak melihat persewaan properti sebagai bisnis utama di masa depan, tetapi yang kami lakukan saat ini adalah agar orang-orang benar-benar memahami Stilt Studios.
Selain menjual desain dan unit Stilt Studios, kami juga menyediakan layanan “nilai tambah” seperti pengelolaan dan pengembangan properti untuk bangunan non-hunian, serta bantuan hukum untuk membantu pembeli dan investor dari luar negeri menjelajahi real estate dan properti khas Indonesia.
Kr: Seperti apa potensi pasar untuk rumah prefab di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia?
FH: Kami sudah menerima pesanan untuk pembangunan cottage di Bali, Lombok, dan Sumba. Namun, kami juga melihat potensi perumahan residensial di sini, di Indonesia, serta di banyak pasar berkembang lainnya di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Malaysia. Ada kebutuhan besar akan rumah baru, terutama untuk kelas menengah yang sedang tumbuh. Saya pikir ada sekitar satu juta rumah baru yang dibutuhkan per tahun di Indonesia, dan pembangunan rumah pabrikan dapat menjadi solusi bagi mereka yang mencari rumah yang lebih terjangkau.
Kr: Apa yang menjadi tantangan terbesar anda dalam membangun startup yang fokus pada rumah prefab?
FH: Tantangan terbesar tidak diragukan lagi adalah modal. Saat Anda membangun startup perangkat lunak, Anda hanya perlu mempekerjakan beberapa orang di awal untuk merancang kode dan segalanya. Namun saat Anda membuat produk fisik seperti ini, Anda membutuhkan lebih banyak modal untuk membeli aset. Jika produk gagal, Anda hanya akan membuang-buang uang, sehingga risikonya tinggi.
Untungnya bagi kami, prototipe kami sudah terdaftar di Kickstarter, dan kami mendapat respon yang positif. Kami sudah menerima cukup banyak pesanan dari pelanggan besar, dan kami juga menerima pertanyaan dan permintaan dari pelanggan potensial di lebih dari 20 negara di seluruh dunia.
Kr: Mengapa Anda memilih Kickstarter? Mengapa tidak langsung saja menggalang dana?
FH: Kami menggunakan Kickstarter karena sangat penting untuk mendapatkan respon sebanyak mungkin di awal pengembangan produk, sehingga kami dapat terus memperbaikinya. Jika Anda membuat perangkat lunak, mungkin akan lebih mudah. Cukup merilis versi beta lalu melihat bagaimana pengguna berperilaku, dan Anda dapat memperbaruinya berdasarkan tanggapan.
Inilah mengapa kami juga menggunakan Kickstarter sebagai jembatan untuk menghubungkan ide-ide kami dengan publik. Kami telah menerima banyak masukan yang sangat membantu. Pendanaan tersebut hanya sebagian kecil dan tidak menggantikan investor. Faktanya, kami sedang dalam proses finalisasi dengan investor. Saya rasa sulit bagi investor untuk benar-benar memahami bisnis dan nilai kami karena tidak banyak contoh di pasar yang niche ini.
Kr: Bagaimana implementasi teknologi pada startup baru ini, serta bagaimana cara kerja platformnya?
FH: Saat ini, kami menggunakan teknologi untuk menemukan pelanggan, pada dasarnya seperti konsep direct-to-consumer (D2C). Klien dapat mengirimkan pertanyaan dan melihat beberapa desain di situs web kami. Mereka juga dapat memesan kamar di salah satu rumah kami di Bali melalui web atau mitra agen perjalanan online (OTA) seperti Traveloka atau Airbnb.
Kami mengoperasikan sejenis model hybrid: kami adalah merek D2C di segmen ceruk tertentu, tetapi semua penjualan dan pemasaran kami dilakukan secara online.
Kr: Apakah pengalaman Anda di Lazada berperan signifikan dalam perjalanan bisnis hingga saat ini?
FH: Saya beruntung menjadi bagian dari tim Lazada. Kami memulainya saat e-commerce masih kecil, dan banyak orang tidak percaya bahwa platform tersebut bisa sebesar sekarang. Sangat menarik melihat apa yang dapat Anda capai dengan teknologi dan edukasi pasar. Saya juga memperoleh keterampilan tentang cara berkembang dari perusahaan kecil menjadi perusahaan besar — sistem apa yang perlu Anda terapkan, dan cara menavigasi tim. Ini adalah beberapa pelajaran yang saya implementasikan di perusahaan baru ini.
Kr: Bagaimana Anda melihat masa depan bisnis ini? Boleh ceritakan rencana Anda di sisa tahun ini menuju tahun 2021.
FH: Kami memiliki tiga proyek yang sedang berlangsung selama sisa tahun ini, dan kami sudah memiliki empat proyek besar lainnya yang sedang dikerjakan. Kami menargetkan untuk menyelesaikan sekitar 70 rumah pada akhir tahun 2021.
Saat ini kami telah merancang empat model rumah, dan berencana untuk menambahkan enam model lagi. Kami juga melakukan kerja sama desain dengan pihak lain. Sebagai platform, kami ingin memungkinkan orang lain untuk berbagi ide dalam membangun rumah yang tahan lama.
Visi jangka panjang perusahaan kami adalah menjadi platform desain untuk rumah prefab di mana kami melayani pelanggan di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia atau Asia Tenggara. Misalnya, kami memiliki banyak pertanyaan dari calon pelanggan di AS, tetapi kami tidak bisa mengirimkan struktur prefab kami secara internasional.
Di masa mendatang, kami bertujuan untuk terhubung dengan kontraktor lokal di pasar yang berbeda sehingga kami dapat berbagi desain dan rencana konstruksi kami dan berkolaborasi dengan mereka untuk membangun rumah prefab bagi pelanggan di seluruh dunia.
-Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial
Sign up for our
newsletter