20 March 2014

by Yoga Wisesa

Oculus VR: Console Tidak Mampu Mengejar Perkembangan Virtual Reality

Virtual reality adalah kiblat terbaru industri hiburan digital. Para inovator dan produsen berlomba-lomba menggarap perangkat mereka sendiri dengan teknologi dan fitur baru. Satu nama yang paling menonjol adalah Oculus VR, dan dalam perlombaan ini merekalah yang sementara berada di posisi terdepan berkat strategi pengembangan yang cerdas.

Berbicara dengan staf PC Gamer sebelum sang presiden Sony mengumumkan Project Morpheus kemarin, sang CEO Oculus Brendon Iribe mengekspresikan kegembiraannya bahwa konsep VR mulai merebak di berbagai platform, termasuk home console. Namun ia juga khawatir bahwa dengan perkembangan teknologi virtual reality yang begitu cepat, hardware console yang terpaku pada satu spesifikasi tidak mampu mengejarnya.

Iribe memberikan sebuah opini, "Bukannya console tidak mampu menangani teknologi VR, tapi hardware di dalamnya hanya berhenti di satu titik. Bayangkan bagaimana mereka tetap menggunakan hardware yang tidak berubah untuk lima hingga tujuh tahun... pada masa-masa awal kelahiran VR seperti sekarang, kita mendapatkan perbaruan yang sangat cepat."

 

Info menarik: Banyak Gamer Tidak Pernah Menyelesaikan Game yang Mereka Miliki

 

"Anda telah melihat Dev Kit 1 dan Dev Kit 2, dan bagaimana terdapat lompatan perubahan yang besar," lanjutnya, "kemudian nanti juga akan ada versi konsumen, yang juga merupakan lompatan besar. Lalu kita akan menjadi saksi lompatan-lompatan selanjutnya."

Mengapa VR begitu penting? Karena hampir sudah ada lagi yang tidak bisa dilakukan untuk meningkatkan permainan di wilayah lama. Ambil contohnya saja perlombaan resolusi dengan 4K yang kini menjadi target sementara. Bahkan dengan menjejalkan lebih banyak pixel di layar, hal tersebut sama sekali tidak mendongkrak tingkat interaktivitas yang kita dapatkan.

Para produsen hardware menyadari hal ini. Kini bahkan banyak dari kita yang tidak bisa membedakan antara performa prosesor satu dan prosesor lainnya. Saat ini konsumen lebih memikirkan daya tahan baterai dan hal-hal lain. Dan menurut Iribe inilah alasannya mengapa produsen hardware membutuhkan VR. Dengan adanya hal baru yang membuat konsumen bersemagat, mereka akhirnya membutuhkan komponen hardware yang mendukung tren baru tersebut.

"Intel, Nvidia dan AMD seharusnya juga merasa bersemangat tentang hal ini. Karena jika bukan virtual reality, saya tidak tahu lagi apa yang akan menyelamatkan mereka. Apalagi yang membuat permintaan komponen canggih kembali tinggi selain VR? Baru-baru ini saya tanya mereka, dan mereka belum bisa menjawab. Bitcoin? Untuk apa membeli komputer yang lebih baik? Untuk bermain Dota? League of Legends?"

 

Info menarik: Project Morpheus Ialah Jawaban Sony Atas Kepopularitasan Oculus Rift

 

Argumen Iribe ini memang susah untuk dibantah. Kini harga hardware semakin murah, bekerja semakin optimal, dan kebutuhan video game akan komponen baru semakin rendah. Belum ada hal lain yang mampu mengembalikan 'semangat' tersebut karena tidak ada tuntutan dari sisi konten. Dan itu sebabnya Iribe menyimpulkan, "Virtual reality akan kembali menyulut semangat ini."

Kembali ke perspektif Sony, saat ini mereka menemukan sebuah cara alternatif untuk berkompetisi dengan perkembangan teknologi VR para kompetitornya. Sony membenamkan unit prosesor dalam Project Morpheus yang terkoneksi dengan PlayStation 4 via HDMI dan USB. Dengan metode ini maka PS4 mendapatkan dongkrakan performa kerja.

Sayangnya Sony belum menginformasikan soal harga. Pertanyaannya adalah apakah dengan membenamkan prosesor tambahan maka harga satu unit Morpheus akan jadi lebih mahal? Development Kit generasi pertama Oculus memang dibanderol dengan harga yang tinggi - sekitar US$ 1.000, tetapi kini kita bisa pre-order Dev Kit 2 dengan harga yang sangat murah, hanya US$ 350.

Bahkan jika versi konsumennya akan lebih mahal US$ 100, saya cukup yakin Oculus VR akan menjadi komoditas terpanas saat itu.

Sumber: PC Gamer dan Rock, Paper, Shotgun. Gambar header: PC Gamer.