Penerapan Kecerdasan Buatan untuk Sektor Ritel di Indonesia
Sejauh ini banyak dimanfaatkan untuk layanan pelanggan, masih banyak potensi lain
Kecerdasan buatan (artificial intelligence) menjadi teknologi yang masih terus dieksplorasi di berbagai sektor, tak terkecuali ritel. Penerapannya cukup beragam, dari hulu ke hilir, dari siklus inisiasi produk sampai pelayanan. Namun demikian, jika melihat di Indonesia saat ini penerapan AI untuk ritel belum sampai menghasilkan otomasi atau augmentasi proses yang signifikan.
Sebelum lebih jauh, supaya bisa membayangkan konsep masa depan seperti apa, video berikut memberikan contoh penerapan AI yang lebih riil membantu bisnis ritel tradisional memaksimalkan pelayanan pelanggan:
Sejauh ini sudah ada beberapa studi kasus di sektor ritel yang berhasil mengoptimalkan sistem berbasis AI. Penerapannya umum diintegrasikan ke dalam sistem bisnis yang sudah ada, misalnya menjadi bagian dari aplikasi penjualan atau CRM, dipadukan dengan algoritma platform marketplace untuk pemetaan segmentasi pelanggan, sampai yang baru-baru ini banyak diunggulkan ialah layanan pembayaran.
Seperti layaknya sebuah investasi bisnis pada umumnya, pada akhirnya penerapan teknologi harus mampu diukur pada Return of Investment (ROI) yang akan didapatkan oleh bisnis.
Otomasi layanan pelanggan
DailySocial pernah melakukan sebuah survei bertajuk "Customer Services in Indonesia" pada tahun 2017 yang diikuti sekitar 1018 responden pengguna smartphone. Dalam survei tersebut disimpulkan beberapa hal, pertama ialah konsumen di Indonesia kebanyakan memiliki ketergantungan tinggi terhadap layanan pelanggan, baik untuk memberikan asistensi terhadap layanan yang disuguhkan ataupun menyampaikan komplain.
Temuan berikutnya, kendati belum banyak yang yakin terhadap manfaat layanan berbasis chatbot, responden mengaku bahwa otomasi layanan pelanggan berbasis chatbot akan memberikan banyak keuntungan, salah satunya terkait kecepatan dalam pelayanan. Di survei yang sama juga disinggung bahwa konsumen cukup merasa terbantu dengan adanya fitur rekomendasi yang diberikan pada sebuah layanan online atau berbasis aplikasi.
Dari penjelasan di atas, ada dua hal yang dapat difasilitasi dengan penerapan teknologi kecerdasan buatan, yakni layanan chatbot dan rekomendasi. Beberapa perusahaan di Indonesia sudah mulai mengimplementasikan secara penuh layanan tersebut. Jika pernah mendengar Vira (layanan chatbot pelanggan BCA), Mita (layanan chatbot pelanggan Mandiri), Shalma (layanan chatbot pelanggan milik Alfamart) dan beberapa lainnya.
Selanjutnya untuk sistem rekomendasi, ada dua mekanisme yang dapat diterapkan. Pertama ialah menanamkan algoritma khusus pada platform penjualan. Misalnya yang sudah banyak diterapkan sistem e-commerce saat ini, mekanismenya seperti ini. Misalnya seseorang tengah mencari barang X, maka ia akan melakukan pencarian. Berlandaskan data profiling yang dimiliki dari histori transaksi dan sebagainya, platform tersebut dapat memberikan rekomendasi produk yang tepat. Ujungnya memberikan konversi penjualan yang lebih baik.
Kemudian mekanisme kedua, yakni memanfaatkan kanal digital marketing yang saat ini ada. Layanan seperti media sosial sejatinya sangat membantu untuk sistem rekomendasi seperti ini. Mereka menyediakan kemampuan untuk menargetkan iklan produk atau layanan tertentu pada pengguna yang pas. Fungsinya untuk memberikan rekomendasi secara tidak langsung, yang berujung pada konversi penjualan atau kunjungan layanan.
Tentu kita pernah mendapati kejadian, saat sebelumnya melakukan pencarian produk melalui mesin pencari atau platform penjualan tertentu, lalu ketika kita membuka media sosial ataupun situs lain yang memiliki iklan, maka konten iklan yang ditampilkan adalah produk-produk yang dicari tadi.
Sistem pembayaran
Di sini, realisasi Amazon Go menjadi salah satu inovasi bisnis ritel pintar yang mampu memanfaatkan teknologi untuk otomasi sistem pembayaran. Sensor yang dipasangkan memungkinkan melacak barang yang diambil konsumen, lalu secara otomatis memotong saldo di aplikasi.
Di Indonesia, algoritma AI ditanamkan pada sistem pembayaran atau e-commerce untuk mencegah beberapa kemungkinan buruk, yang paling banyak untuk mendeteksi fraud. Jika melihat kasus yang banyak terjadi –misalnya order fiktif di layanan—sangat perlu disiasati dengan sistem otomasi. Di fase awal seperti ini meningkatkan kepercayaan kepada pengguna menjadi poin penting yang layak diperjuangkan.
Namun kecerdasan buatan tidak hanya berhenti di situ saja, banyak skenario lain yang bisa diaplikasikan untuk industri ritel di Indonesia. Bidang lain misalnya logistik untuk membantu penyampaian produk oleh peritel, beberapa inovasi seperti drove delivery banyak mencuat beberapa waktu terakhir. Atau untuk optimasi produksi dengan sistem manufaktur modern, robot-robot yang ada di pabrik didesain semakin pintar dengan berbagai algoritma komputer cerdas.
Sign up for our
newsletter