Potensi Digitalisasi Besar, LinkAja Mulai Serius Garap Segmen B2B
LinkAja garap B2B karena awalnya mendapat mandat untuk mengelola ekosistem yang besar milik para pemegang sahamnya
Di tengah persaingan bisnis uang elektronik yang sengit, LinkAja mulai garap serius segmen B2B untuk melengkapi layanan B2C. Kesempatan ini awalnya diambil karena LinkAja punya mandat untuk membantu proses transformasi digital dalam ekosistem para pemegang sahamnya yang mayoritas merupakan perusahaan pelat merah, yang menyimpan potensi yang besar.
Layanan Business Solution LinkAja dapat mendigitalkan ekosistem keuangan yang menyeluruh dalam tatanan bisnis korporasi hingga kepada pengguna jasa layanan (end-consumer). Terdapat tujuh solusi yang saat ini ditawarkan, mulai dari Penyaluran Dana (Cash Disbursement), Pengumpulan Kas (Cash Collection), Digitalisasi Pembayaran (melalui QRIS, aplikasi merchant dan lainnya), Digitalisasi Ekosistem, dan Layanan Iklan.
“Berangkat dari situ, kita mencari aspirasi dan pain points dari mereka [para pemegang saham]. Kemudian, mencari solusi yang relevan, hasilnya tersedia tujuh solusi yang kami tawarkan,” terang Direktur Operasi LinkAja Widjayanto dalam konferensi pers, kemarin (16/12).
Terhitung pada tahun ini pertumbuhan pengguna B2B meningkat lebih dari 70% secara YOY. Sekitar 200 mitra dari korporasi besar di Indonesia telah mengadopsi solusi Business Solution, seperti Pertamina, Bank Mandiri, Bank BRI, Telkomsel, Sampoerna Retail Community (SRC), Blue Bird, dan lainnya.
Dengan hadirnya LinkAja di dalam ekosistem Blue Bird, kini para pengemudinya telah terdigitalisasi dan menjadi pengguna rutin uang elektronik. Mereka menggunakan LinkAja untuk transaksi sehari-hari, mulai dari pembelian pulsa, bahan bakar, e-toll, dan lainnya. Hasilnya, terlihat dari volume disbursement meningkat lebih dari 800%, transaksi disbursement naik lebih dari 700%, dan pengguna aktif pengemudi tumbuh lebih dari tiga kali lipat di ekosistem Blue Bird.
Contoh lainnya adopsi digital oleh mitra jaringan ritel toko kelontong di SRC. Sejak Februari 2021 memanfaatkan solusi B2B LinkAja, mereka telah meningkatkan secara signifikan dalam hal digitalisasi ekosistem keuangan SRC, dengan volume cashless tumbuh lebih dari 60% per bulan dan cashless transaction tumbuh di atas 70% per bulan.
SRC memanfaatkan solusi Pengumpulan Kas untuk mengurangi kompleksitas pengumpulan pembayaran tunai dan meminimalkan risiko penanganan uang tunai pada tim lapangan, sehingga cocok untuk diimplementasikan buat perusahaan yang memiliki sistem rantai pasok. Bersama iGrow, LinkAja juga memberikan akses permodalan produktif untuk mitra B2B yang membutuhkan.
Pada tahun depan, Widjayanto mengatakan bahwa pihaknya akan semakin agresif untuk memperluas pengguna B2B, seiring dengan misi perusahaan yang ikut mendorong akselerasi keuangan digital di Indonesia. Diklaim, perusahaan telah berhasil mendigitalisasi kepada lebih dari 400 ribu UMKM di ekosistem pemegang saham dan mitra strategis.
“Dari toko kelontong kita targetkan naik 10 kali lipat dan juga dari merchant bisa penambahan satu juta dari ekosistem B2B,” pungkas Widjayanto.
Kinerja keseluruhan LinkAja
Tak hanya memaparkan soal B2B-nya, LinkAja turut sesumbar mengenai pencapaiannya sepanjang tahun ini. Widjayanto mengatakan hingga November 2021, penggunaan QRIS LinkAja telah mencapai lebih dari 1,3 juta merchant, dengan total merchant terdaftarnya mencapai 2,3 juta. Selanjutnya, ada lebih dari 80 juta pengguna terdaftar, sekitar 5,9 juta pengguna di antaranya adalah LinkAja Syariah. Kemudian, pertumbuhan platform naik 13 kali lipat, dan memiliki 1,3 juta cash-in dan cash-out points.
Kenaikan jumlah pengguna LinkAja Syariah ini terjadi karena perusahaan menyasar ke komunitas syariah, bekerja sama dengan mitra-mitra yang terhubung, seperti Muslimat NU, Bank Syariah Indonesia, dan lainnya. Hasilnya, sebanyak 5,9 juta pengguna syariah terdaftar.
“Kita hadir secara fisik di 476 kota karena kami percaya UMKM harus didampingi, maka ada langkah kerja sama dengan hyperlocal entity. Dengan ini, kami berkomitmen untuk memajukan local economy,” tambah Direktur Marketing LinkAja Wibawa Prasetyawan.
Meski tidak disebutkan lebih lanjut mengenai penggunaan transaksi di LinkAja, namun diungkapkan dari data internal LinkAja, terjadi tren transaksi yang berbeda di tiap lapis kota. Di kota lapis pertama misalnya, mayoritas pengguna mengenal LinkAja dari media sosial dan media online; berasal dari kalangan usia 20-24 tahun; dan paling banyak menggunakan LinkAja untuk transaksi di SPBU dan transfer bank.
Sementara di kota lapis dua, mayoritas pengguna mengenal LinkAja dari merchant offline dan supermarket; segmen pengguna di kalangan usia 35-40 tahun; dan paling sering menggunakan LinkAja untuk kebutuhan esensial, seperti pasar tradisional, pembayaran PAM, dan pulsa.
More Coverage:
“Di kota lapis tiga terjadi perkembangan yang kuat di sini, mayoritas pengguna datang dari kalangan usia 25-30 tahun, mereka mengenal LinkAja dari media sosial dan mechant offline. Transaksi paling banyak untuk kebutuhan esensial.”
Hal menarik lainnya yang turut disampaikan adalah, pada Juni kemarin LinkAja memperoleh lisensi e-wallet dari Bank Indonesia dari sebelumnya uang elektronik. Kehadiran lisensi ini akan membuat LinkAja semakin luwes dalam melakukan pembayaran transaksi bisa bersumber dari sumber dana manapun, tidak terbatas dari saldo LinkAja saja.
Berikutnya, mengantongi lisensi e-retailer pada Oktober. Wibawa bilang, lisensi ini membuka kesempatan bagi LinkAja untuk menjual lebih banyak variasi produk digital. Sebelumnya, perusahaan memanfaatkan kehadiran pihak ketiga dalam menyediakan solusi tersebut. Voucher game menjadi salah satu target perusahaan, mengingat potensi bisnisnya yang begitu besar di Indonesia.
Sign up for our
newsletter