1. Startup

Mengenal Rebricks, Sulap Sampah Plastik Sekali Pakai Jadi Bahan Bangunan

Disebutkan Rebricks telah mengolah 10 ribu kg sampah plastik menjadi paving block dari 17,5 ribu kg sampah yang diterima dari komunitas

Sampah plastik selalu jadi masalah utama dalam pencemaran lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah terurai, proses pengolahannya menimbulkan toksit dan bersifat karsinogenik, dan butuh waktu sampai ratusan tahun bila terurai secara alami. Indonesia termasuk negara yang masih berusaha menyelesaikan masalah yang pelik ini.

Novita Tan dan Ovy Sabrina, dua sekawan yang peduli soal isu ini, memutuskan untuk merintis Rebricks, startup impact yang mendaur ulang sampah plastik sekali pakai menjadi bahan bangunan. Inisiasi ini dimulai pada 2018.

Solusi yang ditawarkan Rebricks berhasil memboyong sejumlah penghargaan, seperti Circular Innovation Jam 2020, Green Award 2022, ICLIF Leadership Energy Awards (ILEA) 2022, dan Tempo Circular Economy Award 2023. Produknya juga sudah lulus Combusting Test British Standard 476: Fire test in building material and structure, Uji Kuat Tekanan Kementerian Perindustrian dan dikategorikan dalam kriteria SNI kelas B yang cocok untuk pelataran parkir, jalur pejalan kaki, dan taman.

Perjalanan Rebricks

Sumber: Rebricks

Mencapai sejumlah penghargaan dan sertifikasi di atas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ovy dan Sabrina harus jatuh bangun melakukan riset selama 1,5 tahun dalam mendaur ulang sampah kemasan plastik multilayer atau biasa disebut Multi-Layered Packaging (MLP). Sampah jenis ini sulit didaur ulang karena terdiri dari beberapa lapisan plastik dan material lain. Kemasan ini biasanya ditemui pada produk kebutuhan sehari-hari, seperti bungkus mi instan atau sampo dan kopi sachet.

Laporan Greenpeace di tahun 2019 berjudul “Throwing Away The Future: How Companies Still Have It Wrong on Plastic Pollution Solutions” menyampaikan sebanyak 855 miliar kemasan sachet beredar di pasar global di kala itu. Asia Tenggara sendiri memegang pangsa pasar sekitar 50%. Diprediksi jumlah kemasan sachet yang terjual akan mencapai 1,3 triliun pada 2027 nanti.

Permasalahan sampai MLP ini jadi tantangan tersendiri dalam upaya daur ulang sampah, lantaran masih sedikit pihak yang menerima dan mengelola sampah tersebut.

“Misi awal kita adalah mau menciptakan produk yang bukan sekali pakai. Karena suplainya banyak, kebetulan co-founder kita [Ovy] punya kemampuan di bidang konstruksi bahan bangunan jadinya kita punya akses untuk explore ke sana,” ucap Co-Founder Rebricks Novita Tan kepada DailySocial.id.

Sumber: Rebricks

Dalam proses R&D pun tidak mudah menemukan formulasi yang tepat karena harus bolak balik riset demi riset demi mendapat hasil yang diinginkan. Untuk prosesnya sendiri, sampah plastik yang dicacah, dicampur dengan bahan lain, dipadatkan (press), baru kemudian dicetak.

“Menariknya kita pakai metode hijau, jadi di setiap proses kita tidak ada melting. Biasanya pengolahan sampah banyak yang harus dibakar duli, tapi kalau kita dari awal sampai akhir tidak ada proses itu.”

Produk pertama Rebricks adalah paving block. Produk kedua adalah batako yang dirilis setahun kemudian, dan terakhir roaster. Paving block buatan Rebricks dapat bertahan antara 10-20 tahun, mampu menahan beban hingga 250 kg/cm2, dan berat lebih ringan 2,2 kg dibandingkan yang konvensional sebesar 2,5 kg.

Dari tampak luar, paving block yang dibuat perusahaan sama seperti pada umumnya, tujuannya agar pekerja mudah menggunakannya. Namun jika diperhatikan dari dekat, akan terlihat serpihan-serpihan kecil plastik. Meski begitu, secara fungsi sebenarnya sama saja bisa dipakai untuk parkiran dan jalanan.

Seluruh proses ini dilakukan di workshop Rebricks yang terletak di Jalan Ciputat Raya No. 79, Jakarta Selatan. Di sana terdapat tiga mesin yang mampu memproduksi 80 meter paving block dari 80 kg limbah plastik untuk hitungan kapasitas penuh. Adapun, tim Rebricks terdiri dari 15 orang.

Dalam mengumpulkan suplai limbah plastik, Rebricks memanfaatkan komunitas yang dibangun sendiri disebut Rebrickers. Kebanyakan mereka adalah rumah tangga yang sudah sadar untuk memilah sampah plastik sendiri, tapi bingung setelah mau diapakan limbah tersebut dan secara sukarela mau mengirimnya ke drop point Rebricks.

“Dari data kita, mereka enggak cuma dari Jakarta, tapi ada dari Jawa, Sulawesi, Sumatera, yang rela kirim sendiri walau ongkos kirimnya lebih maha. Mereka itu sudah aware tapi bingung habis itu [limbahnya] mau diapakan.”

Antusiasme yang tinggi dari Rebrickers membuat perusahaan kelebihan suplai karena terus-menerus dikirim. Membludaknya ini tak lain juga karena tidak ada lagi tempat yang menerima kiriman sampah sekali pakai. Untuk mengatasi ini, perusahaan pun akhirnya membatasi limbah yang bisa kirim maksimal 5 kg dalam sebulan untuk satu rumah tangga.

“Setiap hari kami terima 50 kg limbah yang masuk. Tantangannya karena belum banyak pelaku [yang bisa terima] jadi mereka [Rebrickers] kirim terus, sementara kami harus sesuaikan dengan demand juga karena di mana-mana pasti supply pasti lebih dari demand.”

Untuk mengatasi isu demand, perusahaan memanfaatkan model B2C dan B2B. Perusahaan menjual produk-produknya dengan harga yang kompetitif. Pembeliannya juga relatif mudah, cukup menghubungi nomor WhatsApp yang tertera di katalog situs Rebricks.

Sumber: Rebricks

Terhitung sejak berdiri di 2018, per hari ini (3/2) perusahaan telah mengolah 10 ribu kg sampah plastik menjadi paving block dari 17,5 ribu kg sampah yang diterima dari komunitas.

Novi mengaku para pembelinya juga datang dari luar Jakarta, seperti Merak, Surabaya, dan Bandung. Mereka rela membayar ongkos kirim yang lebih mahal karena menilai lebih apa yang ditawarkan Rebricks itu ramah lingkungan, bukan sekadar paving blocks biasa. Kontribusi bisnis dari B2C dan B2B dianggap imbang mampu membuat perusahaan tetap dapat menjalankan operasional, kendati ia merinci lebih detil dengan angka.

Kolaborasi dengan B2B

Salah satu kerja sama B2B yang baru diumumkan adalah bersama Hokben. Untuk pertama kalinya, Rebricks akan mengolah plastik mika atau PVC (Polyvinylchloride). Jenis ini sulit untuk didaur ulang karena mengeluarkan zat berbahaya jika salah mengolahnya. Hasil daur ulang dari kolaborasi ini adalah roster untuk memperindah interior gerai HokBen.

Roster merupakan komponen dinding yang berfungsi sebagai lubang angin yang membantu sirkulasi udara, mempercantik dinding rumah untuk menambahkan ornamen-ornamen di dinding rumah dan memperbaiki tata cahaya ruangan untuk menghemat penggunaan lampu sehingga membantu menghemat penggunaan listrik.

Pengumuman kolaborasi HokBen dengan Rebricks / HokBen

Pada umumnya roster terbuat dari tanah liat, batako, dan beton. HokBen dan Rebricks membuat roster dengan salah satu komposisinya adalah sampah kemasan makanan HokBen yang terbuat dari mika, 1 roster yang dibuat mengandung 10 buah sampah plastik mika bekas HokBen.

Kolaborasi yang akan berlangsung selama satu tahun ini menargetkan dapat mengolah satu ton sampah plastik mika bekas HokBen. Tidak hanya roster, kedua perusahaan akan terus menambah target pengolahan sampahnya dan akan terus berkembang untuk membuat variasi produk lainnya.

Sebelum diresmikan pada Selasa (31/1), Hokben sudah melakukan pilot project selama 1,5 bulan sebelumnya. Dari situ terkumpul 300 kg sampah plastik mika yang telah digunakan di 11 gerai HokBen sebagai bagian dari disain ruangan. Total keseluruhan sampah yang digunakan mencapai 16.380 plastik mika bekas yang sudah terolah atau setara 128 kg.

Direktur Operasional PT Eka Bogainti (HokBen) Sugiri Willim menuturkan, “Kami mengajak seluruh masyarakat, khususnya pelanggan setia HokBen untuk turut mengembalikan sampah plastik mika bekas HokBen yang sudah dibersihkan ke seluruh gerai HokBen di Indonesia.”

Sebelumnya, beberapa kolaborasi B2B juga sudah dilakukan Rebricks. Salah satunya dengan Novo Nordisk untuk bangun dua kamar mandi dan dua toilet di Kampung Pemulung, kemudian Hush Puppies Indonesia membangun dua kamar mandi, satu area untuk mencuci, sumur, pipa untuk mengaliri air, dan septic tank di Kampung Panagan, Bogor.

Rencana berikutnya

Di masa mendatang, Novi ingin menyempurnakan produk Rebricks, di antaranya meningkatkan kuat tekan. Kuat tekan Rebricks saat ini berada di angka 250 kg/cm2, sehingga belum cukup untuk masuk ke kriteria material bangunan SNI kelas A. Di samping itu, perusahaan akan menambah variasi produk bahan bangunan agar hasil daur ulang bisa dimanfaatkan secara lebih masif.

Saat ini perusahaan sudah beberapa kali memperoleh dana hibah dari Malaysia dan organisasi nirlaba. Tahun ini, Novi mengungkapkan rencananya untuk menggalang pendanaan dari modal ventura.

“Tiga tahun kemarin kami membangun diri sendiri, menyiapkan produknya agar bisa ajak investor yang punya visi yang sama. Tahun ini pelan-pelan akan buka diri [ke investor],” pungkasnya.
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again