Saat Hoaks yang Dibuat Makin Canggih, Kecerdasan Buatan Jadi Harapan Melawannya
CEO Prosa.ai Teguh Eko Budiarto dalam #SelasaStartup menyebut hanya AI yang sanggup melawan hoaks yang terbuat dari AI.
Persoalan berita palsu atau hoaks bukan soal remeh-temeh lagi. Selain muatannya yang berbahaya, sebarannya yang masif melalui media sosial merupakan ancaman nyata bagi siapa pun termasuk sebuah negara.
Seiring berkembangnya teknologi, berita palsu dan hoaks juga menjelma lebih canggih seperti menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk memanipulasi audio atau video. Namun seperti halnya kejahatan itu dibuat, solusi dalam melawan berita palsu dan hoaks juga terletak pada AI seperti yang dijelaskan CEO Prosa.ai Teguh Eko Budiarto dalam #SelasaStartup edisi kali ini.
Produksi dan sebaran hoaks memang tanpa henti. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengidentifikasi sekitar 771 hoaks dan 800.000 situs penyebar hoaks sepanjang Agustus 2018 hingga Februari 2019. Chatbot Anti Hoaks, chatbot buatan Kominfo dan Prosa yang ada di Line dan Telegram, menerima 2.103 aduan hoaks dari April-Agustus 2019.
"Untuk menggunakan manusia saja untuk melawan ini tidak cukup. Kita perlu mengotomatisasi deteksinya lalu menetralisasinya," ujar Teguh.
Seperti yang dikatakan Teguh di awal, dampak hoaks memang sudah tak bisa dianggap remeh. Amerika Serikat dilanda badai berita palsu dan hoaks pada pemilu terakhir, Myanmar mengalami kerusuhan besar antaretnis akibat hoaks di Facebook, hingga Jerman menciptakan peraturan baru untuk menghukum platform media sosial jika gagal mencegah penyebaran hoaks di sana.
Menurut Teguh, sebuah kabar palsu atau hoaks kerap kali difabrikasi dengan tujuan tertentu, entah itu untuk melenyapkan legitimasi targetnya atau untuk menggoyang pemerintahan yang demokratis.
"AI sama manusia beda. Ketika bohong manusia merasa tingling atau seperti merinding tapi AI tidak. Perlu AI untuk mengetahui berita palsu buatan AI," ucap Teguh.
Hoax Intel buatan Prosa merupakan contoh pemanfaatan AI untuk membasmi berita palsu. Chatbot Anti-Hoaks juga menjadi wujud pemanfaatan lain yang dilakukan bersama Kominfo untuk menjaring hoaks yang lebih banyak di tengah masyarakat.
Cara kerja mesin ini sederhananya dimulai dari memasukkan sebuah kabar yang sudah beredar untuk diverifikasi. Mesin kemudian bakal melakukan analisis terhadap kueri dan memeriksa di pangkalan data untuk menguji apakah kabar itu hoaks atau bukan.
Dari rangkaian proses itu, keterlibatan manusia hanya terletak pada pengaduan yang bisa dilakukan lewat situs web pemerintah, aplikasi Line, dan Telegram; serta diskusi dalam menarik kesimpulan tentang informasi tersebut.
Teguh mengatakan sejauh ini mesin mereka masih terbatas pada teks. namun ia menjanjikan deteksi serupa dapat dilakukan pada hoaks berbentuk gambar dan video serta terintegrasi di media sosial dan mesin pencari sesegera mungkin.
"Ini masih jauh dari sempurna tapi setidaknya kita sudah menemukan titik terang. Ada harapan dengan banyaknya informasi yang tersebar kita punya senjata untuk memeranginya," pungkas Teguh.
Sign up for our
newsletter