Kiat Kata.ai dan eFishery Mengoptimalkan Produktivitas Saat "Work From Home"
Mulai dari mengukur produktivitas, melakukan sinkronisasi hingga memanfaatkan alat-alat kolaborasi
Kebijakan "Work From Home" tengah mencuat di saat penyebaran COVID-19 semakin meluas di Indonesia. Bagi startup, kebijakan ini sebetulnya sudah tidak asing lagi. Mereka sudah lebih dulu menerapkan bekerja dari rumah sebagai salah satu upaya efisiensi.
Misalnya, startup di bidang Natural Language Processing (NLP), Kata.ai, mengungkap bahwa konsep WFH ini sebetulnya sudah dilakukan sejak perusahaan pivot dari bisnis terhadulunya Yesboss di 2015.
Jumlah karyawan Kata.ai berkisar antara 50-200 orang, 20 orang dari engineering dan product kerja remote dari Malang. Ditambah lagi, Kata.ai juga punya kebijakan bagi karyawan di Jakarta untuk bekerja dua kali seminggu dari rumah.
Kemudian, startup pemberi pakan ikan otomatis eFishery tidak memberlakukan kebijakan WFH secara sepenuhnya. Sebagian karyawannya di kantor pusat memang sudah mulai bekerja dari rumah. Namun, untuk beberapa tim yang tidak berbasis di kantor pusat diberlakukan WFH dengan sistem shift atau assigment tertentu.
Untuk mengoptimalkan WFH atau remote working, baik Kata.ai dan eFishery memberikan pro-tips yang bermanfaat bagi startup yang baru merintis.
Mengukur produktivitas dan output
Bagi Kata.ai, efektivitas bekerja dapat diukur dari produktivitas dan output-nya. Dengan situasi bekerja remote, kedua hal ini terkadang sulit untuk dioptimalkan.
Untuk mengakomodasi kedua hal tersebut, pihaknya memanfaatkan sejumlah aplikasi sebagai "workspace" mereka. Misalnya, Slack untuk instant messaging, Zoom untuk video conferencing dan online meeting, dan Asana untuk mendukung work management karyawan.
"[Divisi] engineering dan product sudah terbiasa dengan culture ini. Terutama setiap pagi ada daily stand-up [meeting], ada bot yang mengingatkan di Slack. Jadi walaupun jauh, kita tetap kasih trust dan accountability ke mereka," ungkap Co-founder & CEO Kata.ai Irzan Raditya kepada DailySocial.
Melakukan "silent meeting"
Tak banyak yang tahu bahwa konsep "silent meeting" sudah banyak diterapkan oleh sejumlah perusahaan teknologi dunia. Sebagai contoh, Amazon.
Bagi Irzan, silent meeting menjadi opsi alternatif untuk mengakomodasi karyawannya yang situasinya tidak siap untuk melakukan meeting. Umumnya, salah satu kendala yang sering ditemui adalah koneksi internet yang tidak stabil.
"Apalagi kalau sedang meeting via video call. Kalau internet tidak stabil, mereka cenderung masuk-keluar aplikasi. Ini akan menghambat proses meeting karena kelamaan," papar Irzan.
Dalam hal ini, silent meeting yang dimaksud Irzan adalah memanfaatkan working sheet untuk melakukan update pekerjaan, yang dapat dipakai secara real-time oleh seluruh karyawan. Tim dapat menentukan dulu apa meeting goals dan catatan pengingatnya. "Kita spend 1/4 waktu meeting untuk update dan sisanya tinggal sesi Q&A," tambahnya.
Embrace budaya apresiasi
Selain menjaga produktivitas, lanjut Irzan, ia juga menekankan pentingnya budaya apresiasi kepada setiap karyawan. Hal ini dapat dimulai dengan melontarkan pertanyaan sederhana, seperti "Are you OK?", "What did you do during weekend?", atau "Whom do you wanna thank for?".
"Salah satu tantangan WFH adalah kita tidak bertatap muka sehingga terkadang kita tidak dapat membaca tone mereka, baik lisan maupun tulisan. Kita perlu juga untuk mengecek mood meter karyawan. Makanya kita coba embrace culture untuk lebih humanize," tutur Irzan.
Sinkronisasi dari atas hingga ke bawah
Irzan menambahkan catatan penting lain bagi startup yang baru merintis saat menerapkan kebijakan WFH adalah menyamakan mindset dari top-down dan sebaliknya bottom-up. Hal ini untuk menghindari gap informasi terhadap pekerjaan yang sedang dilakukan.
"Kalau WFH is actually harus lebih produktif. Makanya, [organisasi] harus ada common belief dulu supaya lebih tersinkronisasi terhadap apa yang ingin dikerjakan. Bahkan kalau perlu over-communicate ya, daripada kurang jelas, " jelasnya.
Atur waktu fokus dan buat to-do list
Pro-tips menarik dari eFishery adalah mengatur focus time atau waktu yang tepat untuk mulai mengerjakan task A, B atau C. Buat slot waktunya agar Anda tidak bablas seharian hanya menjawab atau merespons update pekerjaan dari Slack.
Setelah itu, buat to-do list kecil. Cacah apa saja pekerjaan yang ingin dielesaikan dalam rentang waktu tertentu. Tips ini akan bermanfaat bagi kita yang suka bingung mau mulai mengerjakan dari mana dulu.
Monitoring dengan collaboration tools
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh siapapun yang berada di head level adalah memantau kerja setiap anggota timnya. Untuk memudahkan memantau pekerjaan, eFishery menggunakan sejumlah aplikasi yang saling terintegrasi.
Sebagai contoh Slack dan Trello. Slack memang dirancang untuk memisahkan kehidupan pekerjaan dan pribadi. Aplikasi ini akan memudahkan komunikasi antar-karyawan dan antar-divisi.
More Coverage:
Sementara, Trello digunakan untuk monitoring pekerjaan. Trello memiliki fitur untuk memberikan real-time update dari kita membuat task board, mengerjakannya, dan menyelesaikannya. Aplikasi ini juga dapat diintegrasikan ke Slack sehingga atasan dapat otomatis tahu progress pekerjaan kita.
eFishery juga memberikan opsi aplikasi alternatif untuk memantau pekerjaan, yaitu Google Sheet. Sama-sama real-time, kita dapat membuat tabel progress yang dapat diperbarui dan diakses sendiri oleh masing-masing tim.
No distraction!
Siapa di antara kita yang sering terdistraksi oleh media sosial? Terkadang kita butuh distraksi untuk menghilangkan sedikit kecemasan. Tapi, distraksi bisa menjadi musuh terbesar kala kita sedang fokus-fokusnya mengerjakan sesuatu.
Biasanya, kalau pikiran sudah penat, kita sering sekali membuka media sosial sebagai selingan atau hiburan. Bagi eFishery, ini bukanlah tips yang tepat karena bisa menghilangkan fokus kita dalam bekerja.
Rehat boleh saja, tapi ingat tetap fokus tanpa terdistraksi.
Sign up for our
newsletter