27 May 2015

by Glenn Kaonang

Visi Audi Smart Factory Tunjukkan Manfaat VR dan AR di Industri Otomotif

Sebagai perusahaan otomotif, Audi tampaknya lebih getol berinovasi di bidang teknologi ketimbang rival-rivalnya, yang biasanya didasari oleh visi yang cukup ambisius. Visi terbaru perusahaan berlambang empat cincin ini bisa dibilang yang paling ambisius, dimana mereka tengah mengejar realisasi sebuah smart factory, alias pabrik pintar.

Lewat publikasi terbaru majalah digital Audi Encounter, mereka membeberkan langkah-langkahnya dalam merealisasikan visi smart factory yang diharapkan bisa terpenuhi di tahun 2030 nanti. Secanggih apa kira-kira pabrik pintar yang tengah dibangun secara perlahan ini?

Pertama-tama, tentu saja Audi Smart Factory akan melibatkan banyak robot. Saling bahu-membahu bersama karyawan manusia, robot-robot ini akan mempercepat proses perakitan mobil. Pada kenyataannya, hampir semua pabrikan otomotif sudah menerapkan metode semacam ini, memanfaatkan tenaga kerja robot yang konsisten dan ideal untuk tugas yang berulang-ulang.

Namun bukan cuma robot yang akan banyak diserahi tanggung jawab; komponen-komponen mobil akan diproduksi menggunakan 3D printer, lalu mobil-mobil berteknologi kemudi otomatis akan membawanya ke jalur perakitan. Komponen lain yang berasal dari lokasi di luar pabrik akan diantar menggunakan drone, yang kemungkinan besar juga dilengkapi fungsi autopilot dan dimonitor oleh suatu menara kontrol terpusat.

Info menarik: Teknologi Kemudi Otomatis Audi Akan Terpusat pada Satu Controller

Akan tetapi yang lebih menarik adalah pemanfaatan teknologi VR (virtual reality) dan AR (augmented reality) oleh Audi, mulai dari tahap desain sampai ke perakitan. VR menempatkan para pekerja di suatu dunia yang dipenuhi data penelitian, sedangkan AR membubuhkan informasi digital ke dunia nyata.

Audi memanfaatkan berbagai perangkat yang sudah ada di pasaran saat ini, lalu memodifikasinya sedemikian rupa agar sesuai dengan pola kerja para karyawan di pabrik. Contohnya, di suatu ruangan, rancangan mesin virtual akan ditampilkan oleh sebuah proyektor, lalu para pekerja melihatnya menggunakan kacamata 3D khusus. Dari sini, mereka bisa memanipulasi rancangan tersebut dengan tangannya, memanfaatkan Myo Armband sehingga sistem bisa mengenali gerakan tangan mereka.

Simulasi ini menjadi semakin presisi ketika kamera inframerah yang terpasang di langit-langit memonitor gerakan-gerakan para pekerja tersebut. Sekali lagi, Audi memanfaatkan perangkat yang saat ini sudah dipasarkan secara umum, dalam kasus ini, kamera inframerah tersebut berasal dari Microsoft Kinect. Sekarang coba bayangkan ketika mereka sudah mempunyai akses ke HoloLens.

Info menarik: Audi Dorong Para Programmer Muda Jerman untuk Kembangkan Teknologi Mobil Kemudi Otomatis

Di saat yang sama, AR dimanfaatkan oleh Audi sebagai alat bantu analisis yang akurat. Sistem ini terdiri dari suatu komputer, dua monitor dan dua kamera – satu kamera digenggam oleh seorang pekerja. Ketika, misalnya, seorang pekerja ingin merakit mesin, ia bisa menambatkan gambar rancangan mesin virtual dari komputer ke bilik mesin mobil yang berada di hadapannya.

Dari situ, menyusun komponen-komponen pembentuk mesin bisa dijalani dengan mudah. Sebanyak 19 kamera inframerah telah dipasang sehingga posisi bilik mesin mobil bisa dianalisa dengan begitu akurat, dan proyeksi gambar virtual-nya tidak meleset satu milimeter pun.

Ini semua sebenarnya hanya sebagian kecil dari contoh-contoh pengaplikasian teknologi VR dan AR yang dijalankan Audi. Meski visi Audi Smart Factory ini masih punya banyak waktu sebelum bisa terealisasikan secara penuh, paling tidak kita sekarang tahu bahwa VR ternyata tidak cuma bermanfaat untuk keperluan gaming saja, dan AR bukan cuma gimmick yang dipopulerkan oleh Google Glass sebelum akhirnya ditinggal vakum sementara.

Sumber: Audi.