14 December 2017

by Glenn Kaonang

Google Sedang Kembangkan VR Headset dengan Display OLED Beresolusi 20 Megapixel per Mata

Kesan menggunakannya seperti mendapati sepasang TV 4K yang dipasang di depan mata, lalu diperbesar ukurannya 2,5 kali lipat

Sebagai teknologi yang masih tergolong baru, wajar apabila virtual reality masih menemui sejumlah tantangan yang menghambat kematangannya. Salah satunya terkait mobilitas, akan tetapi kemunculan VR headset seperti Oculus Go dan Vive Focus setidaknya sudah bisa menjadi jawaban atas isu yang satu ini.

Problem yang lain adalah perihal resolusi. Kebanyakan VR headset yang ada sekarang hanya menawarkan resolusi 2K atau 4K saja. Ini bukan masalah di smartphone yang jaraknya agak jauh dari mata, tapi di VR headset, bahkan resolusi 4K pun masih bisa terlihat kurang tajam akibat posisi display yang begitu dekat dengan mata pengguna.

Singkat cerita, konsumen mendambakan VR headset yang beresolusi lebih tinggi. Itulah mengapa perangkat seperti Pimax eksis, yang menawarkan total resolusi 8K dan sudut pandang seluas 200 derajat. Namun bagi Google resolusi 4K per mata rupanya masih kurang, dan mereka punya target yang lebih tinggi lagi.

Dalam event SID Display Week yang dihelat bulan Juni lalu, Clay Bavor yang menjabat sebagai Vice President di divisi VR Google sempat mengumumkan suatu proyek rahasia di mana mereka sedang bekerja sama dengan salah satu produsen panel OLED ternama untuk menciptakan VR headset ber-display OLED yang punya resolusi 20 megapixel per mata.

Angka ini sekitar 10 kali lebih tinggi dibanding yang sudah ada sekarang, dan Clay lanjut menjelaskan bahwa kesan menggunakannya seperti mendapati sepasang TV 4K yang dipasangkan di depan mata, lalu diperbesar ukurannya 2,5 kali lipat. Tidak hanya beresolusi tinggi, performanya pun dijamin tidak kurang dari 90 fps.

Tantangan berikutnya adalah, display secanggih ini membutuhkan bandwith data yang luar biasa besar, kurang lebih 50 - 100 Gb/s kalau menurut Google. Andaikata ada GPU yang sanggup me-render data grafis sebesar itu, tetap saja mustahil untuk meneruskan semua datanya ke VR headset tanpa lag.

Solusinya menurut mereka bisa dicapai dengan memanfaatkan teknologi foveated rendering. Teknologi ini sejatinya memanfaatkan kamera pada headset yang aktif memonitor pergerakan mata, sehingga grafik hanya akan di-render dalam resolusi penuh pada bagian di mana mata melihat.

Sejauh ini belum ada yang berani memperkirakan kapan VR headset yang kedengarannya sangat fenomenal ini bakal mendarat sebagai produk final yang bisa dibeli konsumen, namun saya kira perjalanan Google masih cukup panjang.

Sumber: Road to VR.