E-money Mungkin adalah Kunci Pembayaran di Masa Depan
Apakah e-money memang menjadi solusi pembayaran offline dan online yang diterima konsumen dan pemain industri?
Salah satu perhatian media hari ini adalah soal kemungkinan akuisisi layanan e-money PonselPay, yang dimiliki MVCommerce, oleh layanan on-demand Go-Jek. Sebelumnya kami juga mengabarkan informasi yang menyebutkan akuisisi DOKU oleh EMTEK. Benang merahnya sama, mereka sama-sama memiliki lisensi e-money dari Bank Indonesia. Dengan masih terbatasnya lisensi e-money yang diberikan, sampai sekarang hanya untuk 21 perusahaan, perusahaan seperti ini memiliki bargaining yang menarik bagi perusahaan yang ingin terjun ke sektor pembayaran. Lalu mengapa e-money menjadi begitu penting?
Cerita penyedia layanan e-money
Lima hari yang lalu kami membahas soal TrueMoney Witami. TrueMoney Witami saat ini mengklaim sebagai layanan e-money terbesar ketiga, setelah Bank Mandiri dan BCA. Meskipun secara nilai masih kecil -- sangat-sangat kecil -- dibanding penggunaan uang, konsumen mulai menggunakan e-money untuk melakukan pembayaran berbagai tagihan, top-up pulsa ponsel, pengiriman uang (remiten), dan sebagai pengganti bank untuk tarik tunai dan transfer.
Berikutnya kita simak gencarnya Dompetku, produk e-money Indosat Ooredoo, bekerja sama dengan berbagai institusi finansial. Menggunakan Dompetku, konsumen bisa membayar KTA, membeli reksadana, mentransfer dan menerima dana dengan berbagai bank (termasuk dari mancanegara).
Dengan semangat pemerintah yang mengusung skema cashless, masih terbatasnya kepemilikan akun tabungan, dan tetap stagnannya penetrasi kartu kredit, diperlukan suatu perantara yang menjembatani kemudahan transaksi pembayaran yang mengakomodasi segmen offline dan online. Di sini e-money berperan. E-money bisa digunakan tanpa seorang konsumen membuka akun tabungan dan menjadi alat pembayaran transaksi online.
"Melegalkan" Go-Pay
Sekarang kita membahas Go-Pay. Skema alat pembayaran Go-Jek yang makin populer ini sudah menjadi pengganti uang untuk berbagai jenis transaksi. Dari memesan jasa transportasi, membeli makanan, membeli bahan kebutuhan sehari-hari, dan lain-lain. Saya bahkan membayangkan Go-Pay menjadi jawara mobile wallet di Indonesia, seperti halnya mobile wallet Starbucks di Amerika Serikat, mengalahkan pemain-pemain yang sudah ada.
Masalahnya, Go-Jek tidak memiliki lisensi e-money. Di sini akuisisi perusahaan yang sudah memiliki lisensi e-money menjadi masuk akal. Akuisisi terhadap MVCommerce akan membantu "melegalkan" Go-Pay sebagai produk e-money di mata regulator.
Masa depan
Bila kita lihat daftar Bank Indonesia tadi, DOKU, Espay, MVCommerce, dan Skye Sab adalah 4 perusahaan "independen" yang tidak terafiliasi dengan korporasi besar di sektor perbankan dan telekomunikasi. Kecuali Bank Indonesia mengeluarkan kembali lisensi e-money, dua perusahaan yang tersisa bakal menjadi "rebutan" dan headline media dalam waktu dekat. Buat saya, hal ini menjadi pertanda bahwa e-money memang dianggap pemain industri sebagai solusi terbaik untuk solusi pembayaran masa depan di Indonesia.
Yang menjadi permasalahan tersisa adalah tingkat adopsi masyarakat. Dengan penetrasi telekomunikasi lebih tinggi dibanding penetrasi layanan perbankan dan tingkat adopsi internet dan smartphone yang semakin tinggi, ada secercah optimisme bahwa tingkat adopsi masyarakat untuk penggunaan e-money akan bertumbuh cepat.