Jason Lamuda: “Diskon Bukan Aspek Utama Menarik Pembeli”
Kalau bicara soal belanja, potongan harga atau diskon akan menjadi magnet yang kuat untuk menggiring pembeli. Namun, menurut pendiri BerryBenka Jason Lamuda, dalam bisnis e-commerce itu bukan aspek utama. “Percuma kalau diskonnya besar, tetapi saat barang sampai di pelangan kualitasnya buruk,” ujarnya saat peluncuran Hijabenka, lini bisnis terbaru dari BerryBenka.
Usai acara peluncuran Hijabenka, Jason berbincang dengan DailySocial seputar bisnis e-commerce di Indonesia dan tantangannya. Sebagai pelaku bisnis, ia menekankan lebih kepada kualitas barang di atas harga yang kompetitif. Ia melanjutkan harus ada yang namanya kontrol kualitas yang baik dalam menjalankan bisnis e-commerce karena hal ini menyangkut kepuasan pelanggan. Alasan yang sangat masuk akal, sebab pelanggan yang puas akan lebih mungkin kembali berbelanja dan menjadi penyambung lidah terpercaya untuk orang-orang sekitarnya.
“Kami menyediakan tim khusus yang mengontrol kualitas produk, memastikan barang tersebut layak untuk konsumen,” lanjutnya. Kepuasan pelangan adalah menjadi yang utama. Meski terdengar klise, namun pelaku bisnis tahu ini bukan masalah yang bisa dipandang sebelah mata. Kadang penerapannya jauh lebih rumit, serta menguras tenaga dan pikiran, untuk terus memberikan yang terbaik. Ibaratnya sebuah komitmen untuk seumur hidup bisnis yang dijalankannya.
Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menyediakan program retur 10 hari. “Biasanya setelah dibeli, dicoba, pelanggan kurang puas, ia ingin mengganti barang yang dibelinya dengan produk yang lain. Kami sediakan kemudahan itu.”
Ke depannya ia juga akan menyediakan layanan pick up barang, jadi untuk barang-barang yang retur, konsumen tak perlu mengirimkan kembali. Hanya perlu menghubungi customer service, untuk mengambil barangnya dan menukarnya dengan yang lain.
Tantangan E-commerce Jason mengatakan dengan penetrasi pengguna internet di Indonesia, hanya 10 hingga 20 persennya yang pernah berbelanja online. Untuk menarik lebih banyak pembeli, adalah dengan pelayanan yang baik dan cara pembayaran yang mudah. Cara paling umum dari dilakukan di Indonesia sejak lima tahun lalu adalah bank transfer.
Metode yang cukup popular namun merepotkan, tidak hanya dari sisi pembeli namun diakui Jason, juga dari sisi pelaku bisnis. “ Kalau menurut saya bank transfer lambat, belanja, kemudian ke atm dulu transfer, setelah transfer, masih harus di cek dulu. Bagi pelaku bisnis ini sedikit susah,” tutupnya.
Lanjut, masih terkait dengan pembayaran, adalah bersinergi dengan logistik. Jason mengatakan untuk urusan logistik sudah ada pemain besar seperti JNE yang bisa mengantarkan barang ke seluruh Indonesia. Namun layanan yang diberikan mereka, masih sebatas pengiriman barang. Tidak menyediakan layanan Cash on Delivery (COD). “Kalau kita bandingkan dengan India, e-commercenya sudah dua hingga tiga kali lipat lebih besar di Indonesia, 70 persen orang berbelanja online bayar di tempat. Jadi bayangkan kalau mau logistik COD ke Papua, belum ada tuh logistik mau lakukan itu,” terangnya.
Jason berpendapat untuk di Indonesia untuk mendorong e-commerce bisa lebih berkembang, layanan COD salah satu caranya. “Orang selalu punya cash, apalagi buat belanja satu hingga tiga baju. Semoga perusahaan- perusahaan logistik juga bisa mengembangkan layanan COD ke lebih banyak kota, di Indonesia.”