1. Startup

Kerjasama Billing Operator Lokal Seharusnya dengan Google Play Store

Rekan saya, Aulia Masna, mengangkat rumor tentang kemungkinan adanya kerjasama billing operator seluler untuk pembelian aplikasi di iOS App Store. Operator yang dimaksud adalah Indosat. Indosat sebelumnya berhasil mengajak Research in Motion (RIM) bekerja sama untuk pembelian aplikasi di BlackBerry App World menggunakan sarana mobile payment Dompetku. Sejujurnya menurut hemat saya, ketimbang operator mencoba mendekati Apple yang memang ketat untuk urusan ini, lebih baik mereka melakukan pendekatan ke pihak Google untuk kerjasama pembelian aplikasi Android di Google Play Store.

Alasan saya simpel. iPhone (serta iPad dan iPod touch) yang harganya relatif mahal memilik pasar niche di Indonesia. Pasar niche ini memiliki segmentasi kelas ekonomi A dan B (menengah ke atas). Meskipun tidak ada jaminan semua pemilik device iOS pasti memiliki kartu kredit, tapi sejauh ini saya belum pernah mendengar keluhan berarti soal ini. Tidak bisa membeli di App Store Indonesia masih bisa dikompensasi dengan menggunakan iTunes Gift Cards di negara lain. Bukan solusi ideal, tapi bukan merupakan suatu hambatan berarti.

Di sisi lain, konsumen Android bermacam-macam kelas ekonominya. Dengan harga device yang dimulai di segmen $100-$200, device Android lebih cocok dengan kantong konsumen kebanyakan masyarakat Indonesia yang menginginkan solusi smartphone yang lebih canggih -- ketimbang solusi messaging dari BlackBerry. Sejumlah vendor lokal juga telah mengusung Android untuk device-nya. Pasar ini jauh lebih besar ketimbang pengguna App Store dan persentase pemilik kartu kredit di komunitas ini cenderung lebih sedikit.

Ini peluang bagi operator untuk mendapatkan kue pendapatan, apalagi pertumbuhan kepemilikan Android di Indonesia menunjukkan grafik yang naik pesat. BlackBerry sendiri meskipun masih menjadi yang paling populer masih belum jelas "masa depannya". Pasar konsumen dan pengembang masih bersikap wait-and-see, menunggu apakah sistem operasi BlackBerry yang baru bakal menyelamatkan RIM.

Ada argumentasi kontradiktif yang menyatakan bahwa pengguna Android tidak suka membeli aplikasi (secara legal). Buat saya ini adalah masalah edukasi. Jika mereka tahu bahwa membeli suatu aplikasi adalah penghargaan atas jerih payah pengembang dalam membuat aplikasi/permainan tersebut, seharusnya membayar sebesar 10 ribu atau 20 ribu ($0.99-$1.99, kisaran harga kebanyakan aplikasi berbayar) yang senilai porsi makan siang atau rokok, mungkin tidak menjadi masalah.

Selain itu pengembang juga bisa "mengakali" cara memperoleh pendapatan, dengan menggratiskan aplikasi dan meningkatkan peluang terjadinya in-app purchase. Sekali lagi, saya yakin bahwa pengguna Android, meskipun mahasiswa sekalipun, bukanlah orang yang kesusahan untuk makan tiga kali sehari secara cukup.

Yang jadi masalah selama ini adalah sarana pembayarannya. Jika tidak punya kartu kredit, bagaimana mereka bisa membayar pembelian suatu aplikasi. Google Play Store sendiri setahu saya juga tidak memiliki solusi macam gift card/voucher, sementara kartu Visa Electron (kartu debit) nampaknya belum menjadi opsi yang diterima untuk pembayaran region Indonesia.

Suatu win-win solution adalah jika ternyata langkah seperti ini mendorong terjadinya pembelian aplikasi secara produktif dan membuat Google meyakini bahwa Indonesia adalah pasar yang prospektif bagi produk Androidnya ini. Jika sudah begini, bukan tidak mungkin Google bakal membuka kesempatan bagi pengembang lokal untuk mulai menjual aplikasi dan permainannya di tanah airnya sendiri.

Nah, siapa operator seluler di Indonesia yang mau memulai langkah ini?