Ketika Penggiat Startup Berkiprah di Pemerintahan dan Korporasi
Dihadirkan untuk mewujudkan transformasi digital, menyegarkan sistem, dan mendorong proses menjadi agile
Pertengahan bulan Juni lalu, dunia startup diwarnai masuknya Co-Founder Bukalapak Fajrin Rasyid menjadi salah satu Direksi Telkom Group. Ia meninggalkan posisi President Bukalapak dan menjadi Direktur Digital Business menggantikan Faizal R. Djoemadi.
Selain Fajrin, Co-Founder Gojek Nadiem Makarim juga sudah menanggalkan titelnya di startup dan menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
DailySocial mencoba menelaah lebih dalam, apa yang menyebabkan penggiat startup menjadi pilihan sebagai pejabat di posisi strategis pemerintahan dan korporasi besar -- dan bagaimana dampak yang diharapkan dihadirkan oleh mereka.
Bertahan dan relevan
Terbiasa dengan kultur yang sarat inovasi, agile, dan minim birokrasi, perpindahan penggiat startup ke korporasi dan pemerintahan membutuhkan adaptasi yang cukup menantang. Mereka harus menyesuaikan diri dengan berbagai unggah-ungguh dan compliance terhadap segi-segi pemerintahan.
Menurut Johnny Widodo, CEO OLX Autos yang sebelumnya pernah bekerja di korporasi, persoalan birokrasi di sebuah korporasi merupakan hal yang sulit dihindari.
Mereka tidak mungkin langsung melakukan perubahan secara drastis. Ada proses yang harus dilalui. Idealnya get buy in, fokus kepada quick wins dan coba memperoleh kepercayaan dari stakeholders lainnya.
"Jadi fokus kepada high impact less effort terlebih dahulu. Jika sudah terbukti track record [keberhasilannya], akan menjadi jadi lebih mudah dan didukung untuk implementasi yang lebih radikal. Dalam hal ini saya melihat, baik Nadiem maupun Fajrin, sudah mature karena startup mereka sebelumnya pun sekarang sudah seperti korporasi ukurannya," kata Johnny.
Sementara itu, menurut CTO Dana Norman Sasono, yang sempat bekerja selama 7 tahun di Microsoft Indonesia, BUMN dan korporasi yang ingin tetap relevan perlu menempatkan orang-orang yang telah memiliki pengalaman, inisiatif, dan kultur yang agile untuk membantu perusahaan.
Pemilihan pelaku startup menjadi langkah strategis untuk mewujudkan rencana jangka panjang tersebut.
"Big corporate mayoritas adalah non-digital native. Untuk bisa survive dan stay relevant in today’s world, they need to do digital transformations. Apakah untuk hal sederhana seperti automating/digitizing business process, build a delivery channel of existing non-digital products/services, atau menciptakan model bisnis baru yang digital," kata Norman.
Di sisi lain, menurut Norman, kebanyakan pendiri startup adalah digital native. Korporasi membutuhkan tidak hanya masukan dan nasihat, tetapi juga cara yang tepat untuk mengeksekusi visi demi mewujudkan transformasi digital.
Penggabungan kultur
Meskipun akan menjadi tantangan tersendiri untuk menerapkan kultur startup, menurut Johnny pada akhirnya keberhasilan akulturasi ini akan memberi angin segar. Perubahan ini tidak dilakukan secara sendirian. Harus ada dukungan yang solid dari pemangku kepentingan lainnya.
"Di sinilah kunci keberhasilan untuk bisa membuat high impact melalui buy-in untuk implementasi dari stakeholders yang ada. Perubahan secara birokratis dan policy harus bisa dilakukan sesudah mempelajari situasi dan alasan kenapa hal tersebut ada. Jadi tidak bisa main copas ilmu lama dan main dobrak saja karena setiap masalah pasti unik situasinya," kata Johnny.
CEO Telunjuk Hanindia Narendrata, yang sebelumnya bekerja di Indosat Ooredoo, melihat pengalaman yang dimiliki pendiri startup teknologi bisa membantu dan memberikan impact ke korporasi dan pemerintahan.
"Gojek dan Bukalapak tentunya memiliki keunggulan dan pengalaman dari sisi disrupsi dan agility. Kemampuan Nadiem dan Fajrin untuk mensinergikan keunggulan-keunggulan ini yang menjadi kunci. Sehingga keunggulan tersebut bisa membuat Telkom dan Kementrian Pendidikan memberi impact yang lebih besar lagi buat masyarakat," kata Hanindia.
Selain menyesuaikan keunggulan dan kemampuan masing-masing, penting bagi pelaku startup yang beralih ke korporasi untuk menjalin kolaborasi yang positif dengan rekan kerja. Menurut Norman, hal ini menjadi keuntungan tersendiri, karena sebelumnya pelaku startup sudah terbiasa menjalin interaksi langsung dengan berbagai level dan tidak segan untuk berbincang dengan semua.
"Tujuan akhir adalah meraih kesuksesan di dunia digital lebih cepat. Namun untuk bisa mencapai proses tersebut, pelaku startup yang kemudian masuk ke korporasi dan pemerintahan harus dibekali dengan kewenangan dan ruang untuk berkembang serta dukungan dari berbagai pihak di tempat baru untuk bisa menciptakan dan mengeksekusi inovasi baru," kata Norman.
Berikan kepercayaan dan keyakinan yang lebih agar mereka bisa membuktikan kemampuannya untuk meningkatkan dan memperbaiki sistem yang ada menjadi lebih baik lagi.
"Saya rasa [Pemerintah] menghadirkan Nadiem dan Fajrin untuk meng-install value agility dan mengawal digital transformation. Kembali lagi menurut pendapat saya, kemampuan Nadiem dan Fajrin dalam beradaptasi dan bersinergi menjadi hal yang menarik untuk kita tunggu," kata Hanindia.