Serba Serbi di Balik Fungsi CEO
CEO tidak selalu menjadi "spokeperson" perusahaan
Membangun perusahaan tak lain seperti membangun rumah cluster untuk dijual kembali ke calon konsumen. Prosesnya akan melibatkan banyak pihak, mulai dari arsitek, kontraktor, desainer interior, dan pemasaran. Semuanya saling bekerja sama untuk satu visi, bagaimana menjual rumah yang bisa menarik dan layak dijual.
Meminjam analogi hacker, hipster dan hustler sebagai tiga jenis co-founder yang harus ada dalam startup, kontraktor adalah hacker, desainer interior adalah hipster, dan pemasaran adalah hustler.
Atau memakai istilah lain: technical founder dan non-technical founder, maka technical founder = hacker, dan non-technical founder = hustler dan hipster.
Keduanya perlu ada dalam sebagai founder startup karena saling melengkapi satu sama lain. Lalu, pertanyaannya siapa yang seharusnya menjadi CEO? Apakah harus dari technical atau non-technical founder?.
Jawabannya relatif karena harus melihat dari kondisi dan bidang startup yang Anda jalani sekarang, baik dari sisi internal maupun ekternal, termasuk target konsumennya itu sendiri.
Ambil contoh untuk startup SaaS dengan target penggunanya adalah pemerintah, lebih baik bila CEO-nya adalah non-techical founder untuk penjelasan produk yang lebih ramah di telinga. Sementara, jika target pengguna adalah korporat TI, lebih baik jika CEO-nya dari technical founder agar satu frekuensi.
Latar pendidikan belakang manapun bisa jadi CEO
Secara umum ada tiga tugas utama CEO, yaitu menetapkan visi dan arah perusahaan, merekrut dan mempertahankan talenta terbaik, dan memastikan dana selalu tersedia di bank. CEO harus selalu fokus pada tiga hal yang bersifat konseptual tersebut, sementara peran dan tanggung jawab CTO lebih luwes.
Buat founder, peran CTO sebagian besar merupakan fungsi dari kepribadian dan kekuatan individu. Sedangkan non founder CTO perannya cenderung ditentukan oleh industri dan punya keahlian khusus untuk mendukung tim eksekutif.
Menurut CTO Amazon Werner Vogels, ada empat jenis CTO yang dia identifikasi: Infrastructure Manager, Technology Visionary & Operations Manager, External Facing Technologist, dan Big Thinker.
Apapun jabatan yang diemban harus dijalani oleh sosok yang mau jadi pendongeng hebat yang menginspirasi orang, lebih menikmati sensasi kesuksesan buat anggota tim lebih dari mereka sendiri, dan selalu introspeksi dengan menyeimbangkan rasa keyakinan dan kerendahan hati.
Resep sukses di balik suatu perusahaan teknologi yang kita kenal sekarang ini tidak sepenuhnya dijalankan oleh founder yang punya kemampuan technical atau non technical saja. CEO juga dituntut mengembangkan kemampuannya dalam membuat penilaian dan cepat mengambil keputusan dalam berbisnis.
Pemimpin terbaik, pada akhirnya, adalah mereka yang tahu produk perusahaan secara menyeluruh, mengakar luar dalam.
Beberapa contoh perusahaan teknologi tersohor yang didirikan CEO technical adalah CEO Dropbox Drew Houston yang menulis baris pertama kode untuk Dropbox saat berada di stasiun kereta api di Boston.
CEO Instagram Kevin Systrom secara mandiri belajar coding pada malam hari setelah bekerja penuh waktu di bidang pemasaran. Jangan lupakan Mark Zuckerberg (Facebook) dan Bill Gates (Microsoft).
Sementara itu, contoh CEO non-technical yang cukup dikenal di antaranya Brian Chesky (Airbnb), Chad Hurley (YouTube), dan Steve Jobs (Apple).
Bagaimana dengan Indonesia? Dari startup unicorn yang ada, Ferry Unardi (Traveloka), Achmad Zaky (Bukalapak), dan William Tanuwijaya (Tokopedia) berberlatar belakang technical. Hanya Nadiem Makarim dan Kevin Aluwi (Gojek) yang non-technical.
Mengutip laporan iPrice bersama Venturra di 2017, ada 59 dari 102 founder startup sebagai responden yang mengambil jurusan non teknologi. Dari 59 founder, jurusan yang paling populer adalah keuangan (8), teknik industri (6), ekonomi (5), pemasaran (5), dan akuntansi (4).
Sementara, sisanya sebanyak 43 founder di jurusan teknologi, jurusan yang populer adalah ilmu komputer (20), informasi teknologi (6), sistem informasi (4), dan teknik komputer (4).
Founder yang mengambil jurusan keuangan misalnya John Rasyid (Sociolla), untuk Teknik Industri adalah Reynazran Royono (Snapcart) dan Haryanto Tanjo (Moka). Di sisi lain, founder yang mengambil jurusan Ilmu Komputer contohnya Kevin Osmond (Printerous), Arief Widhiyasa (Agate), dan Gaery Undarsa (Tiket.com).
CEO tidak melulu jadi juru bicara perusahaan
Membangun branding perusahaan dan melindungi reputasinya adalah aspek utama dari strategi berkomunikasi dengan publik, tapi bisa gagal jika salah memilih juru bicara. Sosok tersebut tidak harus selalu diisi CEO, bisa diganti direksi di bawahnya.
Yang penting dia harus tahu betul soal bisnis perusahaan dan inti pesan yang ingin disampaikan dengan bahasa yang jelas. Ia juga harus memahami pentingnya media.
Coba perhatikan strategi bagaimana perusahaan unicorn di Indonesia dalam pemberitaan di media. Intensitas Ferry Unardi dalam pemberitaan terbilang minim, pun kehadirannya di berbagai undangan.
Pemberitaan soal Traveloka kebanyakan diisi oleh para Head dan VP yang memegang produknya masing-masing. Vertikal produk di Traveloka sendiri tidak hanya sebatas akomodasi, transportasi, dan gaya hidup saja, tapi juga punya produk digital dan fintech.
Lalu sebaiknya kapan seharusnya pucuk pimpinan tampil sebagai juru bicara perusahaan? CEO sebaiknya tampil ke publik saat: (1) untuk menunjukkan kepemimpinan selama situasi krisis yang serius, (2) mengumumkan strategi baru, (3) meluncurkan produk utama, (4) advokasi dalam saat bertemu pemerintah atau menanggapi peraturan baru, (5) mengatur transisi perusahaan, (6) menandai perubahan budaya.
Salah satu penelitian menunjukkan, baik karyawan maupun publik sangat ingin mendengar dari CEO apa yang sedang direncanakan dan dilakukan perusahaannya.
Publik sangat memerhatikan topik mengenai sumber daya manusia, tanggung jawab sosial perusahaan, dan apa pun yang terkait dengan urusan publik, strategi, dan bisnis. Ini juga berlaku buat startup yang menargetkan pengguna korporat, tidak hanya end user saja sebagai targetnya.
Tidak melulu juga berbicara untuk acara publik itu kegiatan sia-sia, selama event yang dipilih sesuai, baik itu dari jumlah dan profil audiens, profil pembicara lain, dan juga pihak pengundang.
Menurut Co-Founder dan President Bukalapak Fajrin Rasyid, dari berbagai kehadirannya sebagai pembicara ada beberapa hal yang bermanfaat tidak hanya buat perusahaan tapi juga diri sendiri.
Pertama, adalah salah satu cara memasarkan startup dengan biaya yang sangat optimal. Pembicara diberi kesempatan untuk menyampaikan kelebihan startup kepada audiens dengan sejelas-jelasnya dan menjawab hal-hal yang mengganjal atau tidak mereka ketahui.
Kedua, sarana agar startup yang dibangun menjadi pakar yang dituju oleh pihak yang ingin mengetahui tentang industri di mana startup kita beroperasi. Terakhir, memudahkan kita untuk memperoleh inspirasi langsung dari lapangan, khususnya apabila audiens di acara tersebut sesuai dengan target market startup.
Fajrin juga mendorong agar menjadi inspirasi bagi orang lewat tuturan yang kita sampaikan, agar audiens dapat bergerak ke arah yang lebih baik.