Tentang Zalora dan Iklim Bisnis Fashion Commerce di Indonesia
Konfirmasi CEO Zalora Group tentang bisnis Zalora Indonesia yang masih sehat
CEO Zalora Group Parker Gundersen mengonfirmasi bahwa Zalora Indonesia sedang dalam kondisi sehat, tidak sedang atau akan menjual layanannya ke siapapun, termasuk kepada raksasa ritel MAP yang sebelumnya banyak diperbincangkan. Dalam kesempatan yang sama turut diluruskan bahwa MAP dan Zalora Indonesia memiliki hubungan erat sebagai pemasok.
Kabar tentang mundurnya Rocket Internet dari Zalora Indonesia sebelumnya mengemuka, karena sebelumnya mereka telah mengumumkan penjualan 49 persen saham Zalora Filipina ke pihak Ayala. Disebutkan bahwa masuknya Ayala untuk memperkuat bisnis Zalora di Filipina.
Selain di Indonesia dan Filipina, Zalora saat ini masih beroperasi (setidaknya situs masih bisa diakses) di Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Hong Kong dan Taiwan. Bisnisnya di Thailand dan Vietnam tahun lalu telah dijual ke pihak lokal.
Terjadi goncangan pada bisnis fashion commerce di Indonesia
Goyahnya bisnis fashion commerce sebelumnya juga terjadi pada PinkEmma, kendati menjelang akhir tahun lalu kembali mengaktifkan layanan setelah sebelumnya resmi menutup kegiatan transaksi, saat ini debutnya tidak terlalu terasa.
Pemain lain, BerryBenka dan SaleStock juga sempat dikabarkan melakukan pengurangan pegawai secara masif. Indikasinya saat itu untuk meringankan biaya operasional. BerryBenka pun akhirnya menggalakkan strategi dengan memperkuat kehadirannya dalam pasar offline, membuka gerai di sejumlah lokasi, berbekal pendanaan seri C yang didapat.
Kendati iklim bisnisnya terlihat melemah, beberapa pemain luar masih saja berusaha memenangkan pasar di Indonesia.
Konsumen dihadapkan pada pilihan yang makin spesifik
Pada dasarnya terdapat justifikasi yang kuat dari segi konsumen untuk melakukan pembelian produk fashion secara online. Pilihannya saat ini semakin banyak, bahkan setiap brand produk hampir memiliki kanalnya sendiri, atau minimal menjalin kerja sama khusus dengan layanan marketplace tertentu.
Sayangnya persaingan bisnis fashion commerce tidak hanya dihadapkan pada persaingan vertikal antar bisnis sejenis –kendati di segmen sejenis persaingannya pun juga begitu keras, termasuk dengan toko ritel offline di pusat perbelanjaan—karena layanan e-commerce atau online marketplace yang tidak secara spesifik menjual produk fashion pun tetap melirik pasar tersebut untuk mengembangkan bisnisnya.
Zalora Indonesia belum memaksimalkan kanal pemasaran
Ketika banyak pemain e-commerce dan online marketplace bertanding untuk menjadi yang terpopuler, melalui berbagai saluran periklanan termasuk televisi, fashion marketplace jarang (atau hampir tak pernah) terlihat melakukan strategi yang sama. Potensi konsumen online di Indonesia tak melulu kalangan digital native. Membangun awareness menjadi penting untuk memenangkan pasar tersebut, terlebih jika diiringi dengan strategi yang hampir dilakukan semua layanan saat ini, yakni penawaran diskon.
Mengapa membangun awareness secara terus menerus untuk membangun dan mengakuisisi pelanggan perlu? Traksi menjadi salah satu hal yang sulit didapat dalam iklim persaingan yang ada saat ini, konsumen cenderung lebih fleksibel memanfaatkan ragam penawaran yang selalu baru dari beragam layanan belanja online. Menjamin kepuasan dengan produk juga selalu diprioritaskan semua layanan.
Gerak cepat dibutuhkan Zalora Indonesia agar analisis memburuknya bisnis dapat ditangkis dengan pencapaian yang lebih gemilang tahun ini.