Transformasi Kaskus: Seribu Cara Ajak "Kaskuser" Kembali
Posisi merosot hingga krisis konten original, tapi harus bertarung dengan platform lain
Mungkin hampir semua anak generasi 90-an atau awal 2000-an tahu betul Kaskus itu apa dan pasti pernah mengaksesnya. Entah iseng-iseng ingin baca sesuatu atau dapat artikel rekomendasi dari teman.
Mengingat Kaskus itu seperti sedang bernostalgia. Segala topik bisa dibahas di sana. Yang paling saya ingat itu konten yang bermuatan jenaka namun informatif. Kaskuser sungguh kreatif dalam membuat tulisan.
Memang, konsep artikel UGC (user generated content) pada waktu itu memang belum banyak tersedia, sehingga belum ada alternatif portal lain yang bisa diakses anak muda. Baik itu portal berita atau forum lain sebesar Kaskus.
Jual-beli barang bisa terjadi lewat Forum Jual Beli. Belum ada Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee dengan promo ongkos gratisnya yang tak kunjung usai itu. Cari barang yang mau dijual, pasang harga, dan tak lupa memasukkan pesan "Nego halus, yang keterlaluan di lempar bata ya."
Kalau mau cari barang pun bisa pasang thread. Tak perlu capek-capek cari lapak, ketika thread sudah jadi tak lama pasti ada yang kirim pesan atau langsung SMS. Nego harga saja, janjian lokasi dengan penjual, barang pun diterima.
Belum banyaknya opsi yang bisa dipilih oleh Kaskuser, entah itu mengakses informasi dan transaksi barang, menjadikan Kaskus sebagai primadona. Apa-apa harus lewat Kaskus.
Ingat betul di benak saya, saat pulang sekolah iseng-iseng ke warnet cuma buat nge-Kaskus saja, lalu membuka semua tab yang masuk Hot Thread, sembari memasang lagu dari aplikasi Winamp yang selalu siap di PC warnet.
Setelah semua tab terbaca, saya mengklik thread rekomendasi dari Kaskuser yang biasanya dipamerkan di bagian bawah. Tak lupa baca beberapa respons dari Kaskuser. Kebiasaan ini saya lakukan sampai duduk di bangku sekolah. Saat handphone sudah sedikit canggih, saya perlahan beralih ke situs mobile.
Sempat beberapa kali saya beli dan jual barang lewat FJB. Kebanyakan produk elektronik, seperti handphone, tablet, mouse, keyboard, laptop, sampai kamera. Selama transaksi di FJB syukurnya belum pernah mengalami kejadian buruk.
ID Kaskus saya ternyata dibuat sejak 2010. Namun tak satupun thread pernah saya buat, alias silent reader. Hampir jarang sekali meninggalkan komentar dari setiap thread yang saya baca. Bahkan kemarin saya cek status ID Kaskus masih "newbie".
Minim gebrakan inovasi sampai hinggapnya konten politik
Sedari awal Kaskus berdiri memang hanya fokus ke konten tulisan karena ingin menempatkan diri sebagai forum diskusi. Tampilan UI/UX terus dipermak demi menyesuaikan pembaca dan perkembangan zaman.
Setiap kali Kaskus melakukan pembaruan tampilan, selalu ada pro-kontra. Dalam pembaruan tampilan yang diumumkan Kaskus baru-baru ini, seorang Kaskuser menyebut, pembaruan layout, engine atau lainnya tidak diperlukan karena esensi terpenting dari Kaskus adalah kesederhanaannya sebagai forum diskusi, tidak terlalu banyak tombol sebab dia menganggap itu membingungkan.
Produksi konten tulisan dirasa semakin tertantang karena makin maraknya portal berita yang memiliki konsep UGC, platform media sosial, dan messaging. Jangan lupakan faktor smartphone dan dukungan jaringan data yang harganya semakin terjangkau.
Semuanya mengubah gaya hidup manusia dalam berkomunikasi dan mengakses informasi. Perubahan yang cepat ini membuat Kaskus seolah hilang arah. Mau mengikuti platform A, B, dan C, bagaimana cara agar tetap menjadi role model bagi setiap perusahaan digital.
Pengalaman kesusahan mencari konten original saya rasakan sendiri. Setelah vakum sekian tahun, belakangan ini saya iseng buka Kaskus. Kalau di cek thread berdasarkan "Lagi Ngetop" kebanyakan bermuatan politik. Algoritmanya terasa kacau.
Sekalinya menemukan konten yang menarik, ternyata hasil saduran dari portal media lain. Ekspektasi saya untuk mendapatkan konten yang menghibur kini sulit ditemukan di Kaskus. Berbeda dengan sebelumnya, cukup cek Hot Thread saja, sudah dijamin kontennya menarik dan original.
Thread paling fenomenal yang pernah dibuat di Kaskus adalah cerita bersambung Keluarga Tak Kasat Mata pada 2016 dan sudah dibuat versi film setahun berikutnya. Konten ini berhasil menarik lebih dari 13,8 juta Kaskuser dan mendapat lebih dari 7.600 komentar. Menobatkan thread ini paling banyak dibaca Kaskuser.
Inovasi yang dilakukan Kaskus, belum ada yang begitu drastis. Masih sebatas pengembangan dari produk yang sudah ada. Salah seorang Kaskuser beranggapan, sejak 2014 Kaskus mulai ditemukan konten berbau politik yang membuat dia jadi malas untuk kembali lantaran perdebatannya dianggap sudah tidak sehat. Komentar ini ditanggapi serius Kaskuser lainnya dengan menandai tahun tersebut adalah era kemunduran Kaskus.
Bila dilihat dari timeline-nya, mulai dari tahun 2015 hingga 2016, Kaskus membuat fitur-fitur yang secara halus mencegah Kaskuser beralih ke platform lain. Misalnya, Kaskus Plus untuk membership premium, aplikasi Jual Beli, Kaskus Chat, menyempurnakan FJB dengan KasPay, KasAds, BranKas, dan titik akhirnya menginisiasi Kaskus Networks untuk "menambal" kekosongan konten.
Upaya terus dilanjutkan sampai tahun 2017 ditandai lewat peluncuran Kaskus Creator untuk mendorong Kaskuser menghasilkan uang lewat konten yang mereka produksi. Kaskus beralih untuk berpartisipasi untuk pendanaan di ProPS yang bermuara pada terpilihnya eks Founder & CEO ProPS Edi Taslim menjadi CEO Kaskus.
Rekam jejak Kaskus untuk menambah portofolio tidak hanya berhenti di Garasi.id saja, diteruskan ke Prosa.ai dan KontrakHukum. Di masa kepemimpinan Edi, Kaskus akhirnya terjun ke konten video dan suara lewat kehadiran Kaskus TV dan Podcast.
Kepada DailySocial, CEO Kaskus Edi Taslim berpendapat kehadiran dua produk ini adalah upaya Kaskus agar tetap relevan namun tetap konsisten dalam menyorot kekuatan konten yang dimiliki.
"Harapannya, ketiga channel yang kami hadirkan ini bisa menjadi kekuatan dan diferensiasi dari Kaskus, juga memenuhi kebutuhan diskusi dan interasksi dari komunitas akan minat dan hobi," kata dia.
Sementara terkait investasi ke Prosa.ai dan KontrakHukum, Edi menuturkan Kaskus dan Prosa.ai masih dalam proses pengembangan untuk mengaplikasikan Prosa Text untuk filtering konten hoax di Forum Kaskus. Diharapkan dapat segera diterapkan dalam waktu dekat.
Menurut saya, antisipasi ini bisa dikatakan terlambat namun juga tidak. Sebab Podcast ini masih jadi barang baru buat orang Indonesia dalam mengonsumsi informasi. Kaskus punya peluang di situ.
Namun kebiasaan orang Indonesia untuk mengonsumsi video itu sudah mulai terbentuk sejak YouTube hadir dan semakin dipertegas lewat berbagai platform media sosial kenamaan lainnya. Apalagi konten kreator di YouTube makin menjamur jauh sebelum Kaskus TV hadir.
Saya sendiri sudah mencoba jajal Kaskus TV dan Podcast. Secara impresi, saya lebih menyukai Kaskus Podcast karena sudah terpasang sebagai widget di situs utama Kaskus dan tidak autoplay. Kontennya pun original dan menarik karena diambil dari thread yang diunggah di Kaskus.
Beda halnya dengan Kaskus TV, video dibuat autoplay sehingga memberi kesan Kaskuser dipaksa untuk menontonnya. Satu-satunya opsi yang tersedia adalah pause video secara manual dan membiarkan video buffer dengan sendirinya.
Opsi ini tentu saja merugikan buat para Kaskuser dengan kuota data yang terbatas dan mengurangi impresi buat Kaskus TV. Dilihat dari konten, menurut saya tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa orang-orang konsumsi di YouTube. Meski diklaim teknologi yang dipakai mencegah orang untuk melakukan pembajakan, tapi tetap saja butuh waktu untuk Kaskus TV mendapatkan timing-nya.
Lagi-lagi karena terlambat melihat peluang, Kaskus kehilangan timing. Sebelumnya menurut banyak orang, termasuk saya, Kaskus punya peluang besar untuk membesarkan FJB. Lihat sekarang bagaimana FJB, reputasinya sudah jeblok.
Edi mengklaim, sejak Kaskus TV diluncurkan pada September 2018 telah tembus 1,3 juta unique viewers. Angka ini melampaui target 1 juta unique viewers yang dia sebutkan saat peluncuran perdana. Kaskus TV memiliki delapan program original dan bekerja sama dengan lebih dari 30 partner menghasilkan 720 ragam video.
Sementara untuk Kaskus Podcast, ada enam program original dan bekerja sama dengan enam podcast partner. Pihaknya menyediakan studio podcast untuk memfasilitasi komunitas atau kerja sama program ke depannya.
Posisi merosot
Peringkat Kaskus di Alexa (15) dan SimilarWeb (25) terasa merosot jauh dari peringkat 10 besar di Indonesia, per Desember 2018. Dengan IDN Media (peringkat 13 menurut Alexa), notabenenya termasuk media UGC yang baru lahir, Kaskus sudah kebobolan.
Namun bila melihatnya sebagai forum komunitas online, digdaya Kaskus memang belum bisa terkalahkan di Indonesia selama 19 tahun berdiri. Menurut SimilarWeb, Kaskus memiliki total kunjungan 53,76 juta naik 8,36%. Rata-rata lama kunjungan 4:50 menit dan bounce rate 64,9%. Kaskuser membaca sekitar 2,92 halaman per kunjungan.
Dari data internal Kaskus, saat ini Kaskuser terdaftar mencapai 10,4 juta, sementara jumlah pengunjung aktifnya lebih dari 26 juta per bulan. Konten UGC yang diproduksi jumlahnya tiap tahun mencapai 1,5 juta thread.
Edi menyebut konten yang saat ini menarik bagi Kaskuser maupun non Kaskuser adalah thread yang berasal dari forum The Lounge yang umumnya membahas isu atau tren terkini. Lalu ada thread dari forum Berita & Politik, Stories form The Heart, Kendaraan Roda 4, Dunia Kerja & Profesi, Android, Lowongan Pekerjaan, Supernatural, dan Lounge Video.
Saya yakin, seluruh angka ini bukan menjadi kebanggaan karena di era kejayaannya Kaskuser rela berjam-jam mengakses Kaskus saja. Semakin rendah bounce rate, tentu akan semakin bagus buat situs karena konten yang diproduksi dibaca oleh banyak orang.
Ada salah satu Kaskuser yang saya temukan membuat thread soal perubahan Kaskus dari masa ke masa. Pada Juni 2011, Kaskus masuk ke dalam jajaran 10 besar situs yang paling banyak dikunjungi menggunakan Opera Mini. Unggahan lainnya, memperlihatkan pada Agustus 2015 Kaskus masih masuk ke posisi ke 7 di Alexa, lalu pada awal bulan tersebut melorot ke 8.
Apabila Kaskus TV dan Kaskus Podcast dalam waktu dekat belum bisa memberi sumbangsih kepada perusahaan. Artinya Kaskus harus putar otak lagi untuk mengembalikan kejayaannya. Mengadakan kompetisi dengan komunitas, seperti Kaskus Battleground untuk gaet industri e-sport, atau gelaran acara musik yang belakangan ini giat dilakukan, belum maksimal buat mendongkrak posisi Kaskus sebagai forum komunitas online.
Saya menangkap beberapa komentar dari Kaskuser menuding penurunan ini karena Kaskus terlalu sering mengubah template, padahal menurutnya hal ini membuat Kaskus kehilangan ciri khas. Berikutnya admin Kaskus yang dianggap terlalu kaku karena sering ban pengguna, tidak seperti dulu yang sangat berbaur. Apalagi saat ada masukan dari Kaskuser, jawaban dari moderator dinilai template.
Kehadiran iklan yang terlalu banyak akhirnya dianggap mengganggu karena Kaskuser menganggap Kaskus terlalu profit-oriented. Padahal kasarnya, sebagai perusahaan, Kaskus memang harus melakukan monetisasi demi menghidupi karyawannya. Namun cara yang diambil kurang berkenan bagi para Kaskuser.
Menentukan posisi
Posisi Kaskus berhadapan keras di dua area, media/media sosial dan iklan baris (classified ads). Seolah-olah menjadi pisau bermata dua, harus betul-betul tahu memposisikan diri agar Kaskus tetap eksis.
Sebelum Edi, posisi CEO Kaskus sempat kosong pasca hengkangnya Ken Dean di 2016. Saat itu, secara interim kepemimpinan dipegang On Lee yang sekaligus CTO baik di Kaskus maupun GDP Venture. Andrew Darwis kini menempati posisi Founder dan CCO.
Dalam suatu wawancara, Edi pernah mengatakan, sebagai CEO ia akan memfokuskan Kaskus kepada khittahnya sebagai forum komunitas online dengan mengedepankan unsur diskusi.
Kiprah Edi di industri media, terutama membangun Kompas Gramedia Group, majalah tekno Chip, Kompas.com, dan pencapaiannya lainnya tidak perlu diragukan lagi bisa menjadi bekal yang cukup buat Kaskus. Di bawah kepemimpinannya, saya berharap Kaskus bisa lebih agresif untuk berinovasi dan tidak lagi mandeg.
Sering-sering duduk bersama dengan Kaskuser dan membicarakan masa depan mungkin bisa mengembalikan kiprah Kaskus. Toh, keluhan Kaskuser yang diluapkan lewat thread banyak yang menginginkan manajemen untuk ngariung ngobrol bareng.
Kaskus saat ini masih bisa hidup karena dukungan Kaskuser. Jangan sampai posisi Kaskus semakin terjungkal, sampai akhirnya tinggal kenangan.