10 Tahun eFishery, Masuk ke Bisnis D2C dan Perbesar Porsi Ekspor
Valuasi eFishery mencapai $1,3 miliar. Dinobatkan sebagai startup aquatech dengan valuasi terbesar di dunia
Startup aquatech eFishery membeberkan sejumlah rencana besar pada 10 tahun mendatang, bertepatan pada hari jadinya yang ke-10 pada hari ini (11/10). Hilirisasi, ekspansi negara, dan ekspor panen adalah beberapa rencana besarnya.
“10 tahun kemarin kita sudah dibantu banyak pihak, 10 tahun ke depan butuh lebih banyak bantuan. Kita akan masuk ke bisnis consumer (D2C) jadi akan banyak berinteraksi [dengan konsumen akhir], selama ini kita sudah masuk di hulu,” ucap Co-founder dan CEO eFishery Gibran Huzaifah.
Terkait hilirisasi, perusahaan akan masuk ke lebih banyak gerai modern dan tradisional untuk mendistribusikan langsung produk hasil panen udang dan ikan dari para pembudidaya ke konsumen akhir, di bawah brand baru milik eFishery. Pengurusan nama merek sedang diurus perizinannya. Nantinya merek tersebut akan digunakan untuk menjual di pasar domestik maupun global.
Baru-baru ini perusahaan bekerja sama dengan AEON Store untuk menyuplai produk udang beku berkualitas premium ke gerai supermarket mereka di Alam Sutera. Udang beku eFishery sudah dikupas dan dibersihkan sehingga dapat langsung diolah. Kesegarannya juga terjamin karena diproses secara bertanggung jawab dan dibekukan langsung sesaat setelah dipanen dari tambah bersertifikat, tanpa bahan pengawet, dan pewarna tambahan.
Sebelum masuk ke konsumen akhir, perusahaan sebenarnya sudah bekerja sama dengan bisnis horeca dan menjadi supplier untuk menu-menu seafood yang mereka jual melalui solusi eFresh. Platform tersebut menghubungkan langsung calon pembeli dengan pembudidaya terdekat dari lokasi mereka. Informasi stok dijamin akurat dan selalu diperbarui.
“Udang yang ada di Indonesia itu kualitasnya enggak baik karena sisaan, yang bagus-bagus sudah buat ekspor. Strategi kami lebih B2B dengan model horeca karena kita sudah kuasai supply, tapi butuh penyerapan dalam volume yang cukup besar juga,” tambah Co-founder dan CPO eFishery Chrisna Aditya.
Untuk membesarkan bisnis ekspor, perusahaan akan membidik pasar Tiongkok dengan menjual hasil panen udang, setelah sukses ekspor di Amerika Serikat. Kemudian, berencana menambah ekspor ikan nila ke kedua negara tersebut, bersamaan juga menambah incaran negara lainnya, seperti Singapura, Malaysia, kawasan Eropa dan Timur Tengah.
“Alasannya jelas karena [konsumsi ikan] domestic market di Indonesia itu low value added, jadi harus ke luar [negeri] karena kesempatannya lebih besar. Kita ingin ikan nila dan ikan lele seperti salmon yang bisa meng-global dan bersaing di pasar global.”
Masuk ke India
Gibran melanjutkan, terkait perkembangan rencana ke India akan segera diresmikan pada awal tahun depan. Perusahaan tersebut akan menjadi anak perusahaan dari eFishery yang dijalankan oleh tim lokal dan didukung orang Indonesia yang ditugaskan untuk bekerja di sana.
“Sudah komersial pilot selama 12 bulan dari September 2021. Kuartal I akan diresmikan.”
Setelah India, perusahaan akan mencari kandidat berikutnya. Namun pihaknya tidak ingin terburu-buru saat ekspansi. “Konsepnya one country at the time biar fokus, mau lihat impact-nya bagaimana, karena kita pengennyasustainable. Enggak banyak negara sekaligus, lalu tutup ketika gagal.”
Alasan pihaknya memilih India karena industri akuakultur di sana punya banyak kesamaan dengan Indonesia. Di antaranya, petani ikannya sama-sama dimulai dari skala kecil dan pangsa pasarnya juga mirip sekitar $9 miliar-$10 miliar per tahunnya. Di sisi lain, lokasi petani di sana terpusat di satu lokasi yang luasnya mirip dengan Pulau Jawa. Sekitar 85% produksi nasional berasal dari lokasi tersebut.
Juga, produktivitas pembudidaya India baru setara 1/5 dari Indonesia. Artinya, pembudidaya Indonesia lebih piawai menggunakan teknologi baru. “Jika kita bawa teknologi [eFishery] untuk menaikkan produktivitasnya, dampak yang diberikan akan lebih besar. Belum lagi dampak ke sektor lainnya, seperti konsumsi ritel.”
Kondisi di atas berbanding jauh dengan negara tetangga Indonesia, seperti Thailand dan Vietnam. Di kedua negara tersebut, industri akuakulturnya didominasi oleh pemain besar yang pada akhirnya membuat para pembudidayanya untuk menempel ke magnet tersebut.
Koperasi bertenaga blockchain
Di saat yang bersamaan, perusahaan memperkenalkan resmi beroperasinya Koperasi Multi Pihak Tumbuh Bersama Pembudidaya, yang menggandeng Kementerian Koperasi dan UKM. Disebutkan ini adalah koperasi digital pertama di Indonesia yang memberikan kemudahan dan manfaat yang lebih besar bagi para pembudidaya ikan dan petambak udang dari hulu hingga hilir.
Turut hadir pula, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. Dia mengapresiasi terkait pendirian koperasi ini. Menurutnya, dari suatu kegiatan ekonomi produksi yang melibatkan banyak pihak itu memang paling cocok dengan koperasi multipihak.
"Artinya sirkular ekonominya jadi lebih optimum dimanfaatkan untuk memperbesar seluruh pihak yang terlibat di dalamnya. Jadi ini sangat bagus dan saya kira akan lebih memperkuat ekosistem bisnis di Fishery dan oleh karena itu kami juga mendorong dan men-support ekosistem ini karena ini melibatkan para peternak peternak kecil dan ini menyebar di berbagai digital," ujar Teten.
Koperasi ini ditenagai dengan teknologi blockchain yang mengintegrasikan ekosistem eFishery untuk permudah proses hilirisasi pembudidaya yang telah tergabung sebagai anggota koperasi. Pada praktiknya nanti, berbagai aktivitas koperasi dapat diakses langsung oleh para anggota melalui smartphone.
Chrisna menjelaskan, secara semangat dan desain eFishery itu sama seperti koperasi, yang ingin tumbuh bersama dengan para anggotanya. Makanya, sedari awal perusahaan tidak menyebut para pembudidaya ini sebagai pengguna eFishery melainkan anggota. Dengan ekosistem close-loop yang sudah dibangun, diharapkan dampak yang dihasilkan dari koperasi ini jauh lebih besar ketimbang koperasi pada umumnya yang skalanya masih mini-mini.
Gibran menambahkan, blockchain dan koperasi itu ibarat seperti Web0 dan Web3 karena keduanya sama-sama menganut konsep desentralisasi (close loop). “Tapi Koperasi ini di-leverage dengan blockchain agar para anggotanya bisa naik kelas, saling bertransaksi di dalamnya, bangun data untuk market global karena kan ada traceability yang bisa terlihat dan tidak bisa terganti.”
Selain meresmikan koperasi, perusahaan juga meluncurkan yayasan bernama eFishery Foundation. Perusahaan menegaskan komitmennya untuk memberikan kontribusi dan dampak positif yang lebih besar serta berkelanjutan terhadap aspek sosial, edukasi, budaya, dan lingkungan, khususnya pada industri akuakultur.
Perusahaan juga akan terus memanfaatkan teknologi untuk terus mengoptimalkan kolaborasi multi-pihak, sehingga dapat mempermudah pembudidaya untuk memperkuat ketahanan pangan melalui produk akuakultur, serta mengurangi emisi karbon.
Kinerja perusahaan
Sejak 2013, perusahaan telah menjaring lebih dari 200 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang dengan 1,1 juta kolam aktif yang tersebar di 280 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Disebutkan, valuasi perusahaan mencapai $1,3 miliar menjadikannya sebagai startup aquatech dengan valuasi terbesar sedunia.
More Coverage:
Hingga 2022, perusahaan telah memfasilitasi 1,1 triliun transaksi penjualan ikan air tawar dan 1,12 triliun transaksi penjualan udang. Bila dinominalkan, setara dengan Rp8 triliun total transaksi penjualan ikan dan udang, serta Rp4 triliun total transaksi penjualan pakan ikan dan udang. Kontribusi terbesar disumbangkan dari Jawa Barat dengan persentase hampir 40%.
Sementara untuk ekspor, disebutkan angkanya mencapai 20 juta kilo per bulannya untuk 10 komoditas di eFishery ke Amerika Serikat dan Tiongkok.
Solusi finansialnya, Kabayan, telah didukung oleh belasan perusahaan finansial, seperti Bank OCBC NISP, Amartha, Investree, dan Kredivo. Total dana yang disalurkan mencapai Rp1,07 triliun untuk 24 ribu pembudidaya ikan dan petambak udang.
Produk pertamanya, eFeeder, alat pemberi pakan ikan otomatis, mampu mempercepat siklus panen hingga 74 hari dan meningkatkan efisiensi pakan hingga 30%. Di sisi lain, realisasi program Kabayan meningkat 2,5 kali tiap tahunnya, yang memungkinkan pembudidaya bisa mendapat akses ke dukungan finansial sampai dengan Rp45 juta per orang.
Hasil riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia pada tahun 2022 juga menemukan bahwa ekosistem eFishery berkontribusi sebesar Rp3,4 triliun atau setara 1,55% terhadap PDB sektor akuakultur Indonesia.
Perusahaan berencana untuk mengembangkan berbagai inisiatif baru ke depannya, yakni Digital Ancho, Vibrio Counter, dan ShrimptGPT. Sedangkan untuk solusi finansial, bakal ada Kabayan Aset, Simpanen (Simpanan Hasil Panen), dan Asuransi.
Sign up for our
newsletter