CT Tunjuk Indra Utoyo untuk Memimpin Allo Bank
Indra Utoyo dipercaya untuk membawa Allo Bank bersaing di industri bank digital Indonesia
Konglomerat sekaligus pemilik CT Corp Chairul Tanjung resmi mengumumkan Indra Utoyo sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Tbk (IDX: BBHI). Indra Utoyo dipercaya untuk membawa Allo Bank bersaing di industri bank digital Indonesia.
Penunjukan Indra Utoyo disampaikan CT dalam konferensi pers, dan baru disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang juga diselenggarakan pada hari yang sama, Kamis (19/5).
Seperti diketahui, Indra Utoyo bukanlah sosok asing lagi industri telekomunikasi dan perbankan. Ia merupakan tokoh penting dan telah meninggalkan legacy signifikan pada transformasi digital dua perusahaan besar milik BUMN, yakni Telkom dan BRI.
Di Telkom, Indra berkarier selama 17 tahun dengan posisi terakhirnya sebagai Chief Innovation and Strategy Officer (CSO). Ia juga pelopor program Indigo Incubator yang meluncur pada 2016. Sementara di BRI, Indra menjabat sebagai Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi.
Melalui Allo Bank, Indra memiliki misi untuk membangun kapabilitas dan talent digital serta teknologi data sehingga dapat menghadirkan customer experience yang lebih personalized dan lekat dengan pengguna.
"Begitu juga dengan visi seperti disampaikan Pak CT, Allo Bank ingin dapat berkembang melalui ekosistem dan berkolaborasi dengan cepat dan aman. Secara bertahap, kami akan menghubungkan Allo Bank dengan ekosistem di bawah CT Corp nantinya, baru berkolaborasi dengan partner lain," tutur Indra usai konferensi pers.
Sebagai informasi, CT mencaplok Allo Bank (sebelumnya bernama Bank Harda Internasional) dengan mengambil alih sahamnya sebesar 73,71% pada akhir 2020. Kemudian, Allo Bank melakukan right issue yang melibatkan perusahaan digital seperti Bukalapak, Carro, dan Traveloka.
Target Allo Bank
Lebih lanjut, CT mengatakan aplikasi Allo Bank akan resmi mengudara pada Jumat (20/5). Ia menargetkan dapat mengantongi satu juta pengguna dalam satu minggu dan sepuluh juta dalam tahun pertamanya.
Untuk mencapai target tersebut, CT bilang akan memanfaatkan kekuatan ekosistem yang dimilikinya. Saat ini, CT Corp punya tiga unit bisnis besar yang terdiri dari Mega Corp (keuangan), Trans Media (media), dan Trans Corp (fashion, ritel, F&B, hospitality, dll).
Ini pun belum termasuk dengan ekosistem dari mitra strategisnya, seperti Bukalapak, Carro, dan Traveloka. Namun, integrasi dan kolaborasi dengan mitra strategis akan dilakukan secara bertahap.
"Kami percaya [dengan strategi] O plus O atau Offline plus Online--bukan O2O ya--sebagai sebuah keniscayaan. Semakin ke sini pasar tak cuma ingin jumlah customer saja, tetapi juga [startupnya] bisa profitable. Maka itu, kami terbuka terhadap kolaborasi untuk memperkuat ekosistem. Kami ingin menjadi layanan yang inklusif," ujarnya.
Adapun, CT menyebut layanan pinjaman sebagai salah satu strategi untuk mengakselerasi pertumbuhan Allo Bank. Pengguna nantinya dapat mengajukan pinjaman di aplikasi Allo Bank, yakni Paylater dan Instant Cash dengan limit hingga Rp100 juta.
"Saat ini kami belum fokus di fee based karena masih menggratiskan [biaya], tidak ada iuran bulanan. Tentu kami pikirkan strategi untuk dapat fee based dari sumber lain. Misal, Paylater tidak ada bunga, tapi ada fee based berupa biaya administrasi. Semua ada hitungannya. Jadi kami incar pertumbuhan signifikan dari produk pinjaman," tuturnya.
Bank digital
Fenomena bank digital di Indonesia masih terus bergulir. Setelah Bank Jago, BNC, Seabank, dan BCA Digital, pasar akan menantikan beberapa pemain dengan identitas/wajah baru yang diyakini akan masuk ke bank digital maupun neobank.
Dalam catatan kami, BNI tengah merampungkan akuisisinya terhadap Bank Mayora. BNI menggandeng Sea Group, induk Shopee, sebagai mitra untuk menyusun model bisnis dan merancang infrastruktur IT.
More Coverage:
Tak hanya bank besar, akuisisi bank kecil ini juga dilakukan oleh startup fintech. baru-baru ini, Investree juga mengumumkan akuisisi saham minoritas di Amar Bank sebesar 18,84% beberapa waktu lalu. Aksi korporasi juga dilakukan Grup Modalku bersama Carro untuk berinvestasi saham (co-investment) di Bank Index.
Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa aksi akuisisi bank kecil memungkinkan upaya rebranding dengan lebih mudah karena bank kecil tidak memiliki infrastruktur, kantor cabang, dan nasabah yang besar.
Dari sudut pandang pelaku fintech, akuisisi bank mini memungkinkan mereka untuk menawarkan plafon pinjaman yang lebih tinggi kepada nasabah dari batasan pinjaman fintech lending dengan maksimum sebesar Rp2 miliar.
Sign up for our
newsletter