Tiket Atraksi dan Hiburan Jadi Tren Industri OTA Selanjutnya Setelah Akomodasi
Beragam pemain mulai mengencangkan strategi bermain di ranah gaya hidup dan hiburan
Pariwisata adalah istilah yang sangat luas, tidak berbicara tentang tiket transportasi atau kamar hotel saja. Ada banyak irisan lainnya yang berkaitan dan tidak kalah menarik untuk diseriusi. Salah satunya adalah tiket akomodasi untuk atraksi, gaya hidup dan hiburan.
Ranah ini menarik karena melihat dari kebiasaan para pelancong setelah memesan tiket perjalanan dan hotel, mereka cenderung baru membuat rencana apa yang akan dilakukan setiba di destinasi. Para pemainnya pun mulai ramai bermunculan, hingga Traveloka dan Tiket membuat sub bisnis ini. Tak mau kalah, Gojek dan Grab yang memulainya terlebih dahulu dengan tiket akomodasi perjalanan dan hotel.
Di Asia Tenggara, isu ini juga cukup menarik dan menjadi salah satu pembahasan yang diangkat di Echelon Asia Summit 2019 di Singapura pada akhir bulan lalu. Mengundang empat pembicara, yaitu Chuan Sheng Soong (Klook), Liu Weichun (KKday), Blanca Menchaca (BeMyGuest), dan Kelvin Lam (YouTrip).
Keseluruhan pembicara ini adalah pemain OTA yang khusus di ranah yang sedang rising star tersebut. Klook dan KKday juga telah hadir di Indonesia.
Faktor eksternal dukung perubahan kebiasaan
Blanca menjelaskan faktor pendukung eksternal yang mendukung seseorang untuk melancong adalah semakin banyaknya pilihan maskapai dengan harga terjangkau dan harga kamar hotel yang bervariasi, dari budget sampai bintang lima. Di samping itu, semakin banyaknya pilihan destinasi lokal juga turut memengaruhi tingkat kunjungan wisatawan.
Belum lagi, saat ini kebanyakan wisatawan berasal dari kalangan milenial yang cenderung spontan dalam segala hal. Termasuk saat merencanakan dan mengambil keputusan pada hari yang sama. Namun sayangnya, sekitar 40%-60% orang akan cenderung offline begitu sampai di destinasi.
Maksudnya, mereka tidak lagi terhubung dengan aplikasi OTA untuk membeli semua kebutuhannya selama di destinasi. Wisatawan akan mengandalkan mesin pencari untuk mendapatkan rekomendasi dan membeli tiketnya secara offline, artinya harus mengantre, bayar tunai, dan sebagainya.
"Di luar sana masih banyak usaha kecil yang pendukung pariwisata yang belum terjamah oleh dunia online. Inilah yang ingin kami perbanyak, semakin banyak yang terhubung dengan online, bisnis kecil mereka akan semakin hidup."
Chuan menambahkan, setelah kehadiran Klook dan KKday, terjadi perubahan kebiasaan pengguna dari sebelumnya. Pengguna kini cenderung memesan tiket atraksi yang ingin mereka kunjungi, baru memesan tiket akomodasinya. Pergeseran ini dianggap cukup baik, karena sebelumnya tiket atraksi itu ada di komponen paling akhir ketika wisatawan berkunjung ke suatu destinasi.
"Data kami memperlihatkan 50% pengguna Klook memesan tiket atraksi terlebih dahulu baru membeli akomodasinya. Ini sesuatu yang baik."
Segmen gaya hidup dan hiburan itu istilah yang luas
Blanca melanjutkan, segmen gaya hidup dan hiburan adalah istilah yang luas dan mencakup banyak aspek. Mereka dikategorikan sebagai aset tidak berwujud. Beda halnya dengan platform e-commerce yang menjual barang berwujud seperti tas, ponsel, dan sebagainya.
"Kita menjual pengalaman yang diharapkan konsumen bisa melampaui ekspektasi mereka. Ketika pengalaman mereka jelek, mereka tidak menyalahkan penyuplainya tapi ke platformnya."
Tiket pesawat dan hotel merupakan hal pertama yang didigitalkan oleh para pemain sebelum ramainya OTA. Seperti diketahui, kedua memiliki perbedaan kelas harga, ada eksekutif dan ekonomi, dengan pelayanan yang berbeda. Beda dengan tiket atraksi, semuanya diperlakukan sama.
Kendati demikian, hal inilah sekaligus menjadi tantangan. Sebab perlakuan untuk tiap tiket atraksi itu berbeda satu sama lainnya ada banyak vertikal yang harus diselesaikan.
Bandingkan ketika Anda ingin memesan tiket wisata ke suatu daerah dengan helikopter, lalu membeli kartu SIM lokal. Pengalamannya tentu berbeda, bukan? Padahal keduanya sama-sama masuk ke dalam segmen gaya hidup dan hiburan.
"Masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan untuk bantu industri perjalanan jadi lebih masif dan seamless dengan bantuan teknologi," tambah Chuan.
Tantangan dari "super app"
Menariknya segmen ini, lantas membuat unicorn semakin tertarik untuk menggelutinya. Lihat saja dari hadirnya fitur booking hoteldi aplikasi Grab dan kerja sama antara Gojek dengan Tiket untuk Go-Travel. Keduanya memperkuat diri sebagai super app dengan beragam vertikal layanan di bawahnya.
Traveloka juga sudah mengumumkan sub brand baru "Traveloka Xperience" untuk perkuat dominasinya di ranah OTA. Diklaim Traveloka memiliki 15 ribu dalam 10 sub kategori yang dikurasi sendiri oleh tim.
Melihat tantangan tersebut, Kelvin menjawab bahwa pemain super app itu hanyalah sebagai tambahan jalur penjualan. Dengan basis pengguna yang begitu luas, penjualan tentunya akan semakin terdorong ketika masuk ke dalam ekosistem super app. Dari sisi konsumen pun mereka akan dimudahkan karena tidak perlu mengunduh aplikasi lain.
Akan tetapi hal ini jadi kelemahan, super app itu seperti pasar tanpa memiliki kekuatan yang paling menonjol. Sementara, para pemain seperti Klook dan KKday memiliki tim yang secara khusus memikirkan bagaimana UI/UX yang sesuai dengan para pengguna. Bagaimana penyampaian informasi dan ulasan yang lengkap untuk memberikan gambaran yang secara menyeluruh sebelum pengguna membelinya.
"Ketika kamu ingin beli tiket Universal Studio, kamu memang bisa belinya lewat super app. Tapi ketika kamu ingin menyusun seluruh rencana trip kamu, apakah mau membelinya di sana juga? Rasanya tidak. Kami pasti butuh banyak referensi dari berbagai situs untuk cari tahu apa yang paling tepat," pungkas Kelvin.
Sign up for our
newsletter