Bank Mandiri Siapkan Ekosistem "Super App" Livin' by Mandiri di Q4 2021
Bank Mandiri menyiapkan sejumlah layanan keuangan dalam satu aplikasi agar mengakomodasi kebutuhan nasabah lebih luas
PT Bank Mandiri Tbk (IDX:BMRI) menyiapkan sejumlah strategi dan rencana besar untuk memperkuat posisinya di segmen perbankan ritel dan wholesale. Ini menjadi strategi perusahaan untuk bertransformasi digital secara penuh tanpa perlu mengonversi menjadi neobank sebagaimana dilakukan pemain lainnya.
Salah satunya, perusahaan melakukan rebranding pada platform Mandiri Online menjadi Livin 'by Mandiri. Wajah baru ini sebetulnya sudah dirilis beberapa waktu lalu. Namun, Mandiri akan menambah sejumlah fitur dan ekosistem layanan demi menyempurnakan konsep "super app" yang diusungnya.
Kepada DailySocial, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan, pihaknya berupaya mengakomodasi kebutuhan pengelolaan finansial yang lebih luas dengan identitas baru mobile banking ini. Salah satu contoh layanan keuangan yang akan hadir adalah investasi.
"Ada tiga keunggulan yang kami tawarkan, yakni pengalaman perbankan yang komprehensif seolah memiliki cabang dalam genggaman, layanan keuangan yang lengkap lewat integrasi layanan keuangan dalam satu aplikasi, dan solusi ekosistem terbuka untuk mengintegrasikannya dengan ekosistem digital favorit nasabah," papar Darmawan.
Darmawan menilai Bank Mandiri telah diperkuat dengan permodalan yang besar dan ekosistem perbankan yang mapan. Maka itu, pihaknya merasa tidak perlu bertransformasi menjadi bank digital, dan lebih memilih untuk fokus mengembangkan inovasi digital.
Livin' by Mandiri diperkenalkan kembali dengan identitas baru pada kuartal pertama 2021. Awalnya, platform ini bernama Mandiri Online yang meluncur ke publik sejak 2017. "Rencananya, aplikasi ini akan semakin dilengkapi berbagai fitur terkini di kuartal keempat 2021," kata Darmawan.
Berdasarkan data kinerja semester I 2021, pertumbuhan transaksi digital Bank Mandiri berkontribusi besar terhadap perolehan margin bisnis perusahaan. Pengguna Livin' by Mandiri tercatat tumbuh pesat menjadi 7,8 juta nasabah dengan nilai transaksi mencapai Rp728,9 triliun.
Selain ritel, Bank Mandiri juga akan meluncurkan Wholesale Digital Super Platform yang akan menjadi pusat ekosistem layanan keuangan bagi nasabah korporasi. Perusahaan enggan mengelaborasi rencana pengembangan dan target peluncurannya.
Wholesale Digital Super Platform akan hadir dalam platform berbasis website, API, maupun kemitraan dengan berbagai kategori nasabah yang mencakup ekosistem bisnis untuk berbagai layanan, seperti cash management, value chain, hingga trade.
"Sektor pasar yang dibidik oleh Mandiri API adalah mitra pebisnis berbentuk badan usaha yang membutuhkan integrasi yang mudah dan cepat dengan layanan perbankan yang lengkap dan terbaik untuk efisiensi operasional," tambahnya.
Beberapa digitalisasi layanan yang telah dikembangkan Bank Mandiri antara lain Mandiri e-Money, Mandiri Intelligent Assistant (MITA), pembukaan rekening online, Mandiri Cash Management (MCM), Mandiri Internet Bisnis (MIB), Mandiri Global Trade, Mandiri Financial Supply Chain Management (FSCM), dan Mandiri Application Programming Interface (API).
Geliat digitalisasi perbankan
Di tengah maraknya kemunculan bank digital baru, sejumlah bank inkumben menyiapkan strategi untuk semakin memperkuat posisinya. Bagi bank konvensional, tidak lah mudah untuk bertransformasi menjadi bank digital, terlebih perusahaan yang punya legacy besar. Bukanlah hal mudah untuk menutup ratusan kantor cabang sekaligus.
Pada kasus Bank Mandiri, anak usaha BUMN ini memilih memperkuat posisinya di segmen ritel dan wholesale dengan rebranding produk digital yang sudah ada dan mengembangkan platform baru. Kendati begitu, strategi ini tentu berbeda dengan yang dilakukan BCA. Bank terbesar di Asia Tenggara ini memilih opsi akuisisi bank dan menggantinya dengan identitas baru.
Bagi bank-bank kecil, ini menjadi peluang besar kendati mereka tidak punya legacy besar sejak awal. Ambil contoh, Bank Jago dan Bank Neo Commerce sama-sama berawal dari bank kecil yang kemudian berganti identitas dengan nama baru.
Terlepas dari itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah menegaskan bahwa tidak ada dikotomi antara bank umum dan bank digital melalui aturan baru yang tertuang dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2021.
Planning Stage | Subsidiaries | BRI Agro |
Alobank | ||
Bank-as-a-Service | Standard Chartered <> Bukalapak | |
Unannounced | Bank Capital | |
Aladin Bank | ||
Established | Fully Digital | Bank Jago |
Bank Neo Commerce | ||
Seabank | ||
Subsidiary | BCA Digital | |
Permatabank <> Moxa | ||
Digital Unit/Online Product | Digibank | |
Jenius | ||
Linebank | ||
Livin’ by Mandiri | ||
MNC Bank | ||
Nyala by OCBC NISP | ||
PermataME | ||
TMRW by UOB |
Bank digital dan produknya di Indonesia / Diolah kembali oleh DailySocial
Mengutip Bisnis.com, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, regulasi baru ini diharapkan dapat memberi kepastian kepada investor yang ingin mendirikan bank digital di Indonesia.
Regulasi ini memberikan dua opsi, yakni mendirikan bank baru dan mengakuisisi bank kecil yang kemudian dikonversi menjadi bank digital. Adapun, OJK mewajibkan investor pengendali untuk menyediakan modal inti minimum sebesar Rp10 triliun untuk mendirikan bank baru.
Sign up for our
newsletter