Mengukur Peluang Keberhasilan Layanan Ohdio
Spotify saat ini sedang dalam proses pengembangan wilayah ke Asia, dan baru-baru ini mereka meluncurkan layanannya di Australia dan New Zealand. Ada pula Deezer yang berencana untuk hadir di Indonesia pada tahun ini, jadi bagaimana rencana Ohdio untuk menghadapi kompetitor multinasional yang jauh lebih besar ini?
Ohdio yang jelas akan diluncurkan di Indonesia sebelum para pemain besar ini hadir dan tim di belakang Ohdio telah memiliki pengalaman luas dalam bekerjasama dengan label musik dan artis di Indonesia. Selain itu, fokus Ohdio pada musik Indonesia seharusnya cukup untuk membedakan mereka layanan Spotify dan Deezer yang kemungkinan besar akan memiliki koleksi musik yang cenderung bersifat internasional.
Bagaimana bisa poin terakhir ini menjadi keuntungan bagi Ohdio? Mayoritas lagu yang dinikmati oleh orang Indonesia hadir dari artis lokal, ini adalah fakta yang telah berulang kali disebutkan di berbagai acara musik digital di Indonesia. Menurut kolumnis DailySocial dan Cheerleader Ohdio, Ario Tamat, proporsi musik lokal dibandingkan musik asing di Indonesia, dalam hal popularitas dan distribusi, adalah 80:20 dengan porsi yang lebih besar ada di artis lokal. Ketidakseimbangan inilah yang diandalkan oleh Ohdio karena menjadi yang pertama ada di pasar bukan berarti apa-apa. Harus ada nilai lebih yang dapat diandalkan jika ingin menjadi unggulan di pasar terbuka.
Nilai tersebut bisa jadi datang dari fitur yang diadopsi dari iTunes. Ohdio berencana untuk menampilkan playlist dari artis, figur publik, dan anggota biasa sebagai cara untuk menemukan musik dan menyorot cita rasa musik dari individu tertentu.
Jika hal ini bisa dilakukan dengan tepat, mengetahui musik apa yang didengarkan teman Anda mungkin akan menjadi hal besar dari Ohdio. Jika mixed tapes adalah hal populer dimasa lalu, playlist adalah yang menjadi hal populer di antara penggemar musik sejak kedatangan iTunes. Tentunya ada 8tracks bagi para penggemar playlist tetapi layanan mereka tidak efisien untuk dinikmati dengan mudah dan selain itu, membagikan playlist adalah sebuah fitur bukan sebuah produk.
Mengapa Ohdio hadir? Menurut CEO mereka, Yoga Nandiwardhana, “Saya melihat musik sebagai ekosistem dan saya melihat Ohio sebagai bagian dari ekosistem tersebut. Industri musik tidak akan dapat diselamatkan oleh hanya satu hal, tetapi setiap komponen dari ekosistem tersebut harus mengerti peran dan tujuan demi kelangsungan dan masa depan dunia musik.”
Dengan kata lain, Ohdio ingin menjadi bagian dari ekosistem yang menghantarkan musik pada mereka yang sudah tidak tertarik lagi untuk menikmati musik dengan cara analog yang kuno. Sebagai layanan streaming, Ohdio menjadi jembatan antara musik dan konsumen digital.
Yoga melanjutkan, “Kami rasa orang-orang tidak akan mengadopsi streaming begitu saja, tapi kami berharap jika konsumen dihadapkan dengan pilihan antara bersusah payah mencari dan mengunduh lagu (melalui berbagai mesin pencari), dengan menemukannya melalui Ohdio dan langsung dapat mendengarkan, mereka akan memilih yang kedua.”
Pilihan kedua tentu saja lebih nyaman dan praktis daripada mencari lagu di iTunes yang jumlahnya terbatas pada lagu yang telah Anda miliki. Layanan streaming dengan lagu yang bisa didapatkan secara on demand dari koleksi yang sangat besar melalui internet hampir pasti menjadi pilihan dibandingkan koleksi musik terbatas yang terdapat di koleksi pribadi. Tentu saja, semua argumen ini gagal ketika Anda terputus dari jaringan internet.
Sebuah layanan atau produk yang hanya meniru layanan atau produk yang sudah ada meskipun belum tersedia di pasar lokal pasti akhirnya akan menghadapi persaingan dari layanan aslinya, yang akhirnya akan berujung kepada beberapa hal berikut: menang, kalah, diakuisisi. Mana yang akan terjadi pada Ohdio? Mari kita tunggu.
Sebelum diluncurkan minggu depan, kami memiliki bocoran tampilan Ohdio yang dapat dilihat di Dailylicious.
Sign up for our
newsletter