Peta Layanan Healthtech Konsumen di Indonesia
Membedah jenis layanan kesehatan digital untuk konsumer yang saat ini telah ada di pasar Indonesia
Startup healthtech telah memberikan warna baru di industri kesehatan Indonesia. Mereka menawarkan berbagai layanan yang membantu masyarakat mengakses berbagai layanan kesehatan melalui sistem aplikasi. Telemedis bisa dibilang menjadi salah satu yang paling populer, namun seiring perkembangannya saat ini terdapat berbagai jenis produk dan layanan healthtech konsumen yang bisa dimanfaatkan masyarakat.
Di artikel ini, DailySocial.id mencoba membedah mengenai layanan healthtech konsumer yang saat ini beroperasi di Indonesia, sembari mendalami potensi untuk masing-masing layanan.
Telemedis
Ini menjadi layanan healthtech konsumer yang cukup populer di Indonesia. Sub-kategori layanannya pun juga sudah mulai meluas, tidak hanya pada layanan konsultasi dokter umum saja, melainkan sudah menjurus ke dokter spesialis, ahli gizi, sampai psikolog.
Secara global, ukuran pasar telemedis diperkirakan akan mencapai $106 miliar di tahun ini. Setelah terdorong kencang saat pandemi, permintaan layanan konsultasi medis online terus bergerak eksponensial ke atas.
Berdasarkan analisis kami, ada sejumlah faktor yang membuat telemedis makin digandrungi. Pertama, semakin mendalamnya layanan telemedis, terutama di area kesehatan mental dan perawatan (gigi, kulit, nutrisi, dll). Serta penerapan teknologi yang semakin unggul di sistem aplikasinya itu sendiri, yang berdampak langsung pada efisiensi biaya dari sisi konsumen dan penyedia layanan kesehatan.
Kedua, keterbukaan regulasi pemerintah terhadap inovasi kesehatan di Indonesia, dibarengi upaya edukasi yang optimal oleh para stakeholder, terutama ketika adanya pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu.. Ketiga, integrasi antarsistem yang semakin terbuka --- hal ini dibuktikan dengan berbagai aplikasi (seperti asuransi dan rumah sakit) yang mulai mengintegrasikan sistem telemedis di dalamnya, bahkan termasuk sejumlah aplikasi konsumer seperti ride-hailing.
e-Farmasi
Menurut McKinsey, sektor telemedis dan e-farmasi menjadi dua pendorong utama healthtech di kawasan Asia. Terbukti dengan pemain kunci di setiap negara meningkatkan penetrasi secara signifikan di dua jenis layanan tersebut, seperti yang dilakukan Halodoc dan Alodokter di Indonesia, MyDoc di Singapura, Viettel dan Doctor Anywhere di Vietnam, hingga DoctorOnCall di Malaysia.
Di Indonesia sendiri, sejak tahun 2020 e-farmasi sudah mendapatkan porsi 3% dari total industri farmasi nasional yang nilainya mencapai $6 miliar. Peningkatan layanan ini juga akan terimplikasi langsung dengan integrasi antarsistem yang saat ini mulai dibangun --- seperti resep dokter yang didapat dari telemedis yang bisa langsung dipesan secara in-app ke e-farmasi yang ada di aplikasi tertentu.
Di sisi lain, model e-farmasi juga mulai diaplikasi oleh bisnis apotek tradisional untuk menangkap peluang dari pasar generasi baru. Ini seperti yang dilakukan oleh jaringan apotek K-24 yang mengoperasikan layanan pesan-antar melalui situs web dan aplikasi, bekerja sama dengan kurir ojek yang disediakan ride-hailing lokal.
Pelaku industri juga meyakini, e-commerce yang telah terbukti menghasilkan efisiensi pada proses supply chain juga akan berdampak pada komoditas obat-obatan yang dijajakan melalui e-farmasi. Kendati demikian pengawasan ketat terhadap proses bisnisnya diperlukan untuk menghindari distribusi obat-obatan yang memerlukan rekomendasi dari dokter.
O2O Healthcare
Menurut data Kemenkes per tahun 2018, ada sekitar 2.813 rumah sakit yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, untuk melayani 265 juta masyarakat. Berbagai upaya pembenahan terus dilakukan agar menghasilkan sistem pelayanan yang optimal, salah satunya dengan melakukan digitalisasi. Saat ini sejumlah platform healthtech juga telah bekerja sama dengan institusi kesehatan untuk menghubungkan layanannya, untuk menghadirkan pengalaman online-to-offline (O2O).
Fitur seperti pesan nomor antrean secara online dan digitalisasi rekam medis jadi salah satu inovasi yang sudah bermunculan, baik di aplikasi healthtech pihak ketiga, aplikasi official milik rumah sakit, aplikasi BPJS, dan lain sebagainya. Perluasan layanan ini turut didukung oleh layanan SaaS khusus rumah sakit dan klinik yang saat ini mulai banyak dipasarkan oleh inovator teknologi, sehingga memberikan kesiapan tersendiri di sisi sistem backend dari penyedia layanan kesehatannya.
Model ini juga dimanfaatkan sejumlah klinik (khususnya gigi dan kecantikan) untuk memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik. Startup seperti Rata dan Nusantics memanfaatkan model ini untuk mengombinasikan antara pelayanan online dan offline untuk bertemu langsung dengan tim medis di klinik --- alur kerjanya telah disesuaikan ke dalam masing-masing aplikasi.
On-Demand Healthcare
Pada dasarnya dengan layanan on-demand ini, masyarakat bisa memesan jasa terkait keperawatan medis sesuai kebutuhannya. Varian layanannya mencakup perawatan kesehatan hingga lansia. Saat ini sudah ada sejumlah pemain lokal di area ini, termasuk LoveCare, Perawatku, MHomecare, dan beberapa lainnya. Mencari perawat yang tepat memang menjadi tantangan tersendiri untuk sebagian orang, mengingat keterbatasan akses ke sumber daya yang ada.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per awal tahun ini, ada sekitar 1,26 juta tenaga kesehatan di Indonesia dengan 524.508 di antaranya adalah perawat. Namun demikian, sebaran perawat yang masih belum merata berpotensi menimbulkan ketimpangan layanan kesehatan di sejumlah daerah di tanah air. Perawat kebanyakan difokuskan untuk pelayanan di instansi kesehatan, sehingga sulit mendapatkan jasa mereka untuk kebutuhan yang lebih personal.
Layanan on-demand healthcare juga diharapkan bisa mengemban visi untuk meningkatkan kesejahteraan para perawat dengan memberikan alternatif lapangan pekerjaan sesuai bidang spesifiknya masing-masing.
Edu-Healthcare
Layanan ini memfokuskan pada edukasi ke masyarakat perihal kesehatan melalui platform online media. Bentuknya beraneka ragam dengan sebagian besar saat ini dikemas dalam layanan aplikasi yang intuitif dan interaktif. Edu-Healthcare –selain menawarkan informasi kesehatan umum—juga telah berevolusi ke dalam sub-segmen tertentu, misalnya fokus pada edukasi tumbuh kembang anak, kesehatan mental, atau parenting.
Mengutip jurnal yang diterbitkan oleh Wira Iqbal, Aria Gusti, Dicki Kurnia Pratama, dan Rahma Wahyuni dari Universitas Andalas, dari hasil survei yang dilakukan ke 110 pengunjung Puskesmas ditemukan fakta bahwa hanya 20% responden yang memiliki literasi kesehatan baik, sisanya masih tergolong rendah. Kendati penelitian ini tidak menggambarkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, namun bisa memberikan pandangan bahwa di banyak kalangan pengetahuan tentang kesehatan masih perlu ditingkatkan secara serius.
Medium digital dinilai menjadi kanal yang efisien untuk menjadi jembatan pengetahuan tersebut. Apalagi jika ingin menyasar generasi muda yang saat ini mendominasi tatanan masyarakat – terkait bonus demografi.
Wellness
More Coverage:
Menurut hasil survei yang dilakukan Katadata dan Zurich, pandemi Covid-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat. Misalnya, 51,69% dari responden meningkatkan konsumsi multivitamin, 47,6% jadi lebih gemar berolahraga, dan 64,20% mengalokasikan dana untuk produk sanitasi yang lebih baik. Tren ini memberikan dampak secara langsung kepada pemain industri di sektor wellness.
Secara umum, dari yang sudah ada di Indonesia, startup wellness banyak menyuguhkan layanan berupa aktivitas kebugaran, konsultasi kesehatan, dan produk nutrisi. Saluran digital diberdayakan untuk menghubungkan dengan konsumen akhir dan medium edukasi on-demand (telemedis, video pembelajaran, dan lainnya).
Menurut data yang dihimpun Statista untuk pasar Indonesia, revenue yang berpotensi didapat layanan wellness digital di kategori kebugaran akan mencapai $741,3 juta di tahun ini. Sementara untuk layanan konsultasi kesehatan dan nutrisi ditaksir mencapai $120,7 di periode yang sama.
Biotech
Biotech memiliki berbagai cabang ilmu, salah satu yang mulai populer adalah genomik. Ini terkait pengujian DNA manusia untuk menemukan potensi penanganan kesehatan yang lebih baik. Layanan biotech berfokus pada preventive healthcare dengan menguak hal-hal unik dari DNA yang dimiliki seseorang. Ini bisa mendeteksi potensi risiko penyakit berat hingga jenis obat yang bisa diserap dengan baik.
Di Asia Pasifik, industri genomik telah membukukan kapitalisasi pasar $3,62 miliar per 2022 dan diproyeksikan akan bertumbuh menjadi $5,97 miliar di tahun 2027 nanti.
Belum banyak pemain yang terjun di industri ini, namun di Indonesia sudah ada beberapa termasuk NalaGenetics dan Asa Ren. Dibutuhkan biaya besar dan penelitian panjang untuk melakukan R&D. Kini dua pemain tersebut kini sudah debut dengan layanan, memungkinkan siapa saja untuk melakukan tes genom dengan biaya yang cukup terjangkau.
Sign up for our
newsletter