Tjufoo Kejar Kualitas daripada Kuantitas Saat Akuisisi Brand
Telah akuisisi enam brand lokal sejak pertama kali berdiri di 2022
Startup brand agregator Tjufoo mengungkapkan perusahaan akan terus menjaga kualitas brand lokal yang telah diakuisisi untuk tumbuh bersama, ketimbang mengejar kuantitas. Mengejar pertumbuhan brand menuju scalable growth menjadi fokus perusahaan yang dirintis oleh Tj Tham ini.
"Kita enggak mau terlalu banyak [akuisisi], bantu yang existing saja tapi harus high quality [bisnisnya]. Sekarang ada enam brand, akan ada lagi. Totalnya enggak penting, yang penting mereka bisa bangun bersama dengan kami," terang Co-founder dan CEO Tjufoo Tj Tham saat Buka Bersama Media pada pekan lalu, (6/4).
Tj menekankan bahwa pihaknya mengincar brand secara agnostik alias tidak terpaku pada satu industri tertentu saja. Terhitung, saat ini Tjufoo sudah mengakuisisi enam brand lokal, yakni:
- ACMIC: brand untuk produk mobile accessories,
- Granova: brand cemilan sehat,
- Cypruz : produk wajan anti gores untuk ibu muda,
- Dew It : brand skin care berbahan dasar vegan,
- Muscle First: brand untuk suplemen fitness,
- Dapur Cokelat: brand kue dan cokelat yang memiliki beragam menu signature.
Menariknya, keputusan Dapur Cokelat untuk bergabung dilatarbelangi oleh pertimbangan manajemen yang turut dipengaruhi oleh pandemi yang berlangsung pada dua tahun lalu. CEO Dapur Cokelat Silvano Christian yang turut hadir dalam kesempatan tersebut menyampaikan, expertise dan ekosistem yang kuat menjadi alasan utama Dapur Cokelat bergabung dengan Tjufoo.
Menurut dia, pandemi 'sukses' memaksa perusahaan untuk lebih agile dan membuka mata bahwa Dapur Cokelat butuh dukungan dari partner eksternal agar dapat terus bertumbuh. "Harapannya brand Dapur Cokelat dapat awareness lebih tinggi, bisa stay strong dan bisa ke seluruh Indonesia," ujar Silvano.
Dapur Cokelat sudah beroperasi sejak 2001 dengan toko pertamanya berlokasi di Jalan Ahmad Dahlan, Jakarta. Kini tokonya sudah tersebar di 32 titik dan 56 delivery points. Delivery points adalah proyek yang dirintis perusahaan saat pandemi, memanfaatkan potensi dari cloud kitchen untuk mendekatkan diri ke konsumen di area perumahan dan perkantoran.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Founder Muscle First Sally Varsly. Menurutnya, ia dan tim memiliki pengalaman yang mendalam sebelum menyeriusi bisnis suplemen untuk fitness, bisa mengembangkan produk dan tahu apa yang disukai pasar. Akan tetapi untuk menjadikan Muscle First sebagai bisnis yang berkelanjutan secara jangka panjang, butuh orang yang berpengalaman di bidangnya.
"Muscle First ini baru 2017. Tapi kami sudah berjualan sejak 2012 sebagai suplemen impor, kami belajar market di sini sukanya apa, hingga akhirnya tercetus ide untuk buat brand sendiri. Sekarang kami butuh partner yang jago di bidangnya untuk buat Muscle First berkembang lebih besar lagi," jelas Sally.
TJ menjelaskan proses dari setiap brand yang diakuisisi, biasanya mereka akan mendapat investasi tak cuma dalam bentuk ekuitas, juga ada bantuan kapital untuk pengembangan bisnis, misalnya berbentuk inventory financing. "Karena mereka kini bagian dari grup besar, jadinya ini safe cost ketimbang ambil pinjaman dari bank atau p2p lending."
Karena akuisisi, bisa menjadi sarana bagi founder untuk exit. Kendati begitu sebelum dialihkan, TJ ingin memastikan bagaimana Tjufoo bisa tetap melanjutkan warisan dari founder lama dengan baik. Mengingat bisnis yang diambil alih ini sudah dirintis founder dari hari pertama, seperti merawat bayinya sendiri.
Dukungan Tjufoo
TJ melanjutkan passion untuk membangun brand-brand lokal berawal dari tiga kendala yang ia temukan sering menimpa brand. Pertama, brand seringkali tidak investasi dengan merekrut tim berpengalaman untuk menumbuhkan bisnisnya. Kedua, brand seringkali tidak investasi di biaya operasional karena short-term mindset yang tidak berfokus pada sustainability bisnis jangka panjang.
Terakhir, brand kerap kali belum banyak menggunakan data untuk membuat keputusan bisnis untuk hasil yang efektif. Hadirnya Tjudoo berperan sebagai house of brands dengan membangun ekosistem yang tepat untuk brand bisa naik kelas. Mulai dari tim yang berpengalaman dengan hyper-local market, corporate governance, dukungan operasional bisnis, serta keahlian dalam mengolah data dan menggunakannya sebagai bagian dari strategi.
Diklaim dengan dukungan finansial dan tim Tjufoo, sejumlah brand di bawah Tjufoo sukses membuat mereka naik kelas. Contohnya, ACMIC kini memiliki 500 titik penjualan offline semenjak bergabung dari sebelumnya hanya mengandalkan penjualan online. Berikutnya, Granova memiliki 400 titik penjualan offline di berbagai mitra dan toko serba ada, serta meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi permintaan pasar.
More Coverage:
Selanjutnya, Cypruz yang sebelumnya mengandalkan distribusi penjualan offline kini berhasil meningkatkan online sales hingga 7 kali lipat dan memberikan kapasitas produksi untuk distribusi ke seluruh Indonesia. Adapun untuk Dew It, Tjufoo memberikan dukungan strategi pemasaran dan pendanaan, mengembangkan inventaris hingga berhasil meningkatkan volume penjualan hingga 3 kali lipat dalam enam bulan.
Diklaim, Tjufoo berkomitmen untuk menyalurkan investasi kepada UMKM di Indonesia senilai Rp1,8 triliun. TJ tidak bersedia merinci lebih lanjut mengenai angka tersebut dan kapan target tersebut akan dirampungkan. Dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, TJ mengatakan Rp1,8 triliun untuk UMKM masih terbilang kecil. Namun di Indonesia, Rp 1,8 triliun adalah angka yang besar untuk UMKM.
“Tapi ini sangat besar kalau kita bandingkan pendanaan khusus untuk UMKM. Banyak negara lain enggak dapat pendanaan khusus sebesar ini untuk UMKM, tapi pendanaan ke bidang teknologi atau startup," pungkas dia.
Sign up for our
newsletter