1. Startup

Waste4Change Teken Proyek Pengelolaan Sampah Senilai Rp250 miliar

Disepakati bersama tujuh perusahaan termasuk Sinar Mas dan Indocement; berencana masuk ke e-waste, limbah biodiesel, dan furnitur

Startup waste management Waste4Change menggencarkan kerja sama investasi dengan berbagai pihak untuk mendorong proyek pengelolaan sampah berbasis teknologi. Maka itu, Waste4Change mengumumkan kerja sama pengelolaan sampah dengan tujuh perusahaan dengan estimasi nilai proyek sebesar Rp250 miliar.

Kerja sama ini diteken melalui penandatangan MoU dengan PT Samudera Indonesia Tbk, PT Alam Bersih Indonesia, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, Sinar Mas Land, Basra Corporation, rePurpose Global, dan Freepoint Commodities.

"Dana ini akan berguna untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pengelolaan sampah di berbagai area. Harapan saya, Waste4Change bisa terus bertumbuh dan menjadi partner yang tepat untuk mengembangkan investasi hijau di bidang persampahan," ujar Founder dan CEO Waste4Change Mohamad Bijaksana Junerosano dalam peresmian RPM Waste4Change Bekasi 2.0, Rabu (8/3).

Sano, sapaan akrab dari Junerosano, menuturkan penanganan masalah sampah perlu kolaborasi dan kontribusi dari semua pihak. Stakeholder yang hadir di sini adalah bagian dari solusi untuk bekerja sama menangani sampah dari hulu ke hilir. Oleh karenanya, perlu membuka diri sebesar-besarnya untuk investasi yang lebih hijau demi mereformasi bidang persampahan di Indonesia.

Ia menuturkan, perusahaan telah membuat rencana sepuluh tahun untuk mengeksplorasi opsi potensial lainnya di masa depan. Di usia yang ke-8 ini, Waste4Change akan memantau gelombang baru e-waste, yang bersumber dari limbah kendaraan elektrik, seperti baterai yang adopsinya sudah mulai terasa.

"Tiap sepuluh tahun, kami membuat diferensiasi opsi. Selain e-waste, kami lihat pengelolaan sampah yang spesifik, misalnya furnitur yang sebenarnya ada aturannya. Pengelolaan limbah biodiesel mulai kami riset bersama SinarMas. Sekarang kami masih matangkan sampah rumah tangga di tahun ke-8 ini."

Seremonial Peresmian RPM Waste4Change Bekasi oleh Perwakilan AC Ventures, Pemerintahan kota Bekasi, dan Deputi Kementerian Investasi / Waste4Change

Tak mengumumkan MoU, dalam kesempatan yang sama, Waste4Change juga meresmikan Rumah Pemulihan Material (RPM) Waste4Change 2.0 yang sudah disertai dengan teknologi terbaru: mesin pemilahan sampah dan pengintegrasian teknologi digital untuk memantau dan merekam aliran pengolahan sampah. Saat ini Waste4Change memiliki lima RPM yang tersebar di Bogor, Bekasi, Sidoarjo, Bali, dan Bandung.

Inovasi ini merupakan salah satu realisasi usai merampungkan pendanaan Seri A dari AC Ventures, PT Barito Mitra Investama, dan sederet investor lainnya pada akhir tahun lalu. Dengan inovasi baru, di lokasi RPM ini diklaim mampu mengurangi residu sampah dari 65% menjadi 10%. Kapasitas pengelolaan sampah pun juga naik dari 18 ton menjadi 22 ton per harinya.

Berikut daftar mesin pemilahan sampah otomatis milik Waste4Change:

  1. Conveyor untuk memindahkan material agar lebih mudah dipilah (anorganik dan residu benda keras dan berserat)
  2. Gibrig untuk memisahkan material plastik daunan dan bubur organik (untuk bsf)
  3. Centris untuk plastik daunan dari gibrig masuk ke centris. Fungsinya sebagai pengering (output kering dan organik yang masih menempel)
  4. Blower untuk menyedot material plastik output dari sentris ke stage
  5. Mesin cacah plastik dari stage menjadi fluff

"Kami akan terus tambah lokasi dan kerja sama dengan berbagai titik, di antaranya ke Cilegon, Tangerang, dan perluas Sidoarjo. Walau kecil-kecil titiknya ini sesuai dengan target kami Waste4Change untuk mengolah 5% sampah di Indonesia, atau 10 ribu ton per hari. Angka itu sama saja dengan total sampah di lima kota besar."

Investasi hijau

Pengelolaan sampah termasuk ke dalam daftar prioritas investasi hijau yang ditetapkan Kementerian Keuangan, dengan target penerapan blended finance menyasar pembangunan infrastruktur sektor-sektor dengan angka multiplier effect terbesar. Diharapkan target ini mampu meningkatkan kualitas hidup dan adopsi teknologi hijau.

Sayangnya, sebesar 40%-50% pembangunan TPST dan TPS3R tidak terawat dan sanitary landfill kembali menjadi tempat pembuangan sampah akibat skema pembiayaan yang tidak berkelanjutan. Oleh karenanya, dibutuhkan reformasi dalam retribusi persampahan yang memungkinkan penanaman modal secara berkelanjutan dan juga regulasi yang memastikan investasi di infrastruktur pengelolaan sampah menjadi lebih optimal.

Direktur Perencanaan Infrastruktur, Kedeputian Bidang Perencanaan Penanaman Modal Moris Nuaimi menuturkan Kementerian investasi masih menyempurnakan regulasi mengenai investasi persampahan dan ini butuh pertimbangan yang matang. Di satu sisi kesempatan investasi hijau dan kesiapan pihak penerima menjalankan kepercayaan tersebut sudah terbentuk dengan baik. Inisiasi mandiri dan upaya dari pihak swasta, salah satunya Waste4Change, dapat menguatkan sumber pendanaan dari banyak aliran.

"Terlebih, jika kita ketahui, pemerintah daerah dan investor sudah bersedia memfasilitasi. Ini adalah contoh yang bisa ditiru oleh pihak pemerintah daerah lain dan penyedia layanan pengelolaan sampah lainnya untuk bergerak lebih gesit dalam menggali lebih banyak investasi hijau untuk dapat mewujudkan lingkungan Indonesia yang lebih berkelanjutan," katanya.

Investasi hijau untuk sektor persampahan dapat dilakukan untuk membantu penanganan sampah. Caranya, melalui peningkatan infrastruktur atau fasilitas dan peralihan sumber daya serta mewujudkan penyelenggaraan ekonomi melingkar yang difokuskan untuk mengurangi timbulan sampah sedari awal.

Survei Global Sustainable Investment Alliance (GSIA) pada 2021 menyebut, aset investasi hijau di negara berkembang memiliki potensi pertumbuhan hingga $30,7 triliun. Dibutuhkan total investasi sebesar $18 miliar di bidang teknologi, dan $22 miliar di bidang jasa pada rentang tahun 2017 hingga 2040 untuk mengatasi tantangan dalam mengubah praktik business-as-usual menuju Skenario Perubahan Sistem pada pengelolaan sampah dan daur ulang yang efektif berdasarkan laporan NPAP.

Angka tersebut memungkinkan harapan untuk dapat menangani masalah sampah yang ada. Peran aktif investor dan pemilik modal sangat penting dalam mengarahkan pelaku bisnis untuk lebih tanggap dalam melihat peluang bisnis hijau yang selaras dengan alam, salah satunya persampahan.

Tur RPM 2.0 bersama bersama perwakilan Kementerian Investasi / Waste4Change

Faktanya, menurut data Systemiq & Delterra di tahun 2022, 97% pendanaan sampah di Indonesia masih mengandalkan iuran sampah dari rumah ke rumah (door-to-door fee collection). Sedangkan negara yang lebih maju sudah meninggalkan metode tersebut dan beralih pada iuran sampah sebagai pajak dan iuran sampah yang termasuk pada biaya langganan utilitas.

More Coverage:

Beberapa hal terkait dukungan pengelolaan sampah tentu perlu ditingkatkan, baik dari segi teknis maupun pembiayaan. Mengurangi aktivitas membakar dan mengubur sampah, menjalankan TPS 3R dan fasilitas pengelolaan sampah lainnya secara cermat dan berkelanjutan, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya retribusi sampah, adalah hal yang bisa mulai ditingkatkan. Dalam hal ini pemerataan fasilitas bukan lagi masalah utama, tapi bagaimana memastikan fasilitas pengelolaan sampah berjalan optimal.

"Iuran sampah di area perumahan itu baru bisa comply di harga Rp60 ribu per bulan, tapi karena regulasinya enggak ketemu, biasanya ditawar hingga Rp25 ribu. Perumahan elit di Jakarta Selatan dengan harga Rp3 miliar saya rasa sanggup bayar iuran segitu. Tapi ini tidak masuk karena jadi sulit bagi kami untuk menyejahterakan para pekerja informal."

Untuk mengimbangkan dari sisi sosial dengan bisnis, Waste4Change kini mengimplementasikan strategi inovative waste credit dan blended financing. Waste credit adalah upaya mendukuung usaha produsen dalam mendaur lebih banyak sampah di Indonesia. Konsepnya persis sama dengan carbon credit, yang mana karbon dioksida yang dihasilkan dari suatu kegiatan harus dibayar dengan menyerap kembali karbon tersebut.

Untuk sampah, bisa diproses menjadi RDF yang berguna sebagai energi pada pabrik pembuatan semen. Salah satu material sampah yang diolah adalah multilayer plastic (MPL) packaging atau sering disebut saset.

Adapun untuk blended finance merupakan penggunaan strategis keuangan pembangunan untuk mobilisasi keuangan tambahan terhadap pembangunan berkelanjutan di negara-negara berkembang. Blended finance menarik modal komersial ke arah proyek-proyek yang berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, sambil memberikan pengembalian hasil kepada investor.

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again