Tantangan dan Pengalaman Saat Pivot Bisnis "Online Grocery" di Masa Pandemi
Belajar dari Co-founder & COO Dropezy Nitesh Chellaram di sesi #SelasaStartup
Salah satu perubahan cukup drastis yang kita lihat selama pandemi berlangsung adalah begitu derasnya permintaan konsumen terhadap layanan pesan-antar kebutuhan sehari-hari (grocery). Dan tren tersebut masih berlangsung hingga saat ini.
Bagi Co-founder dan COO Dropezy Nitesh Chellaram, hal ini menjadi sebuah kesempatan berharga untuk meningkatkan layanannya sekaligus mempelajari tren-tren menarik berdasarkan perubahan perilaku konsumen di Indonesia.
Apa saja pengalaman tersebut dan bagaimana Dropezy melalui tantangan yang ada? Selengkapnya, simak rangkuman sesi #SelasaStartup bersama Dropezy berikut ini.
Penyesuaian bisnis saat pandemi
Dropezy merupakan satu dari sekian pelaku startup yang melakukan penyesuaian bisnis ketika Covid-19 mewabah pertama kali. Awalnya, Dropezy menggunakan model marketplace untuk melayani kebutuhan grocery. Namun, ia kesulitan untuk beroperasi mengingat supermarket ditutup pada saat itu.
Pihaknya kemudian melakukan penyesuaian bisnis dengan pivot ke model stock-up inventory di mana Dropezy menyetok persediaan produk grocery. Menurutnya, model tersebut dirasa pas jika melihat perilaku belanja sebagian masyarakat Indonesia yang gemar belanja kebutuhan bahan makanan segar secara harian bukan bulanan.
"Awalnya kami memenuhi kebutuhan konsumen dengan mengirimkan tim untuk memproses pesanan di supermarket. Kemudian kami berganti ke inventory di mana siapapun bisa memesan dalam jumlah kecil. Ini menjadi value added yang coba ditawarkannya dibandingkan pemain sejenis lainnya.
"Memang ada tantangannya saat itu karena jika pesan ke principal, ada minimum of quantity (MoQ). Posisi kami belum besar saat itu. Tapi kami akhirnya dapat mengatasi isu tersebut karena masyarakat mulai shifting ke online dan orang-orang mulai pakai Dropezy," ujarnya.
Belajar hal baru dari pivot
Dari penyesuaian bisnis ini, Nitesh mengaku menemui sejumlah pengalaman yang menjadi pelajaran berarti dalam membangun bisnis online grocery. Mengingat Dropezy mengubah model layanannya, ada hal-hal baru yang perlu mereka pahami.
Untuk memasok persediaan item, otomatis pihaknya memerlukan warehouse/inventory yang besar. Selain itu, pihaknya juga harus memahami bagaimana cara memasok item karena setiap barang punya ketahanan simpan yang berbeda-beda. Belum lagi, pihaknya harus memastikan item yang distok tidak rusak hingga waktu yang tepat untuk mengisi persediaan.
Pihaknya juga harus memastikan harga produk yang mereka pasang tidak bakal jauh berbeda dengan harga di pasaran. "Semua hal tersebut membantu kami untuk sampai ke pencapaian Dropezy saat ini," tambahnya.
Tak sampai situ, ucap Nitesh, situasi pandemi mendorong Dropezy untuk dapat meningkatkan pengalaman berbelanja konsumen. Salah satunya adalah mengembangkan personalized experience berbasis analitik yang membantu konsumen untuk memesan item dengan melibatkan rekomendasi produk lain.
Kepuasan pelanggan
Ketika memutuskan untuk mendirikan Dropezy, Nitesh mengaku tidak banyak melakukan riset pasar. Pihaknya langsung terjun mengembangkan bisnis online grocery berbekal pengalaman pribadi yang ia rasakan saat berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Tanpa mengecilkan pentingnya riset pasar, ia menilai pengalaman personal dapat membantunya untuk menyelesaikan masalah yang ada di industri online grocery. "Dari sini, kami mulai belajar tentang perilaku konsumen grocery di Indonesia," ungkapnya.
Misalnya, perihal kepuasan konsumen. Ia menilai aspek ini bukan hanya sebatas pada kualitas produk saja, tetapi layanan secara menyeluruh. Maka itu, pihaknya lebih memilih untuk menangani pesanan secara end-to-end, mulai dari pemesanan, pengambilan, hingga pengiriman barang sampai ke konsumen.
More Coverage:
"Kami juga melihat fulfillment sebagai aspek terpenting bagi konsumen online grocery. Kalau kamu pesan sepuluh item, tetapi tidak terima semuanya pasti kecewa juga dan akan komplain. Makanya, kami berusaha untuk menangani ini secara end-to-end karena kami paham bagaimana rasanya memesan, menunggu, dan menerima barang tapi tidak sesuai."
Kompetisi dan kolaborasi
Persaingan pasar tidak akan pernah lepas dalam suatu bisnis. Nitesh menilai kompetisi ini justru membantunya untuk mengevaluasi bisnis yang mereka jalankan, baik itu strategi maupun target yang mereka incar. Apalagi Indonesia merupakan pasar grocery terbesar keempat di Asia Tenggara sehingga satu-dua pemain saja dirasa tidak cukup untuk melayani permintaan online grocery.
Di sisi lain, ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi pemain online grocery dengan para petani yang selama ini kesulitan mendapat akses ke pasar. Tantangan lainnya, para petani juga kalah saing dengan tengkulak sehingga sulit untuk memasarkan hasil panennya.
"Kolaborasi ini penting bagi kami karena ini the kind of community yang ingin kami bangun di masa depan. Kami ingin membantu petani untuk mendapat akses pasar dengan memasarkan produk dengan harga berkualitas, dan yang paling penting adalah akses mendapatkan guaranteed buyer."
Sign up for our
newsletter