Freemium dan Masa Depan Mobile Gaming, Menurut Gameloft
Candy Crush, Clash of Clans, Despicable Me: Minion Rush, ketiganya adalah game yang sangat populer di kalangan pengguna perangkat Android maupun iOS. Ketiganya pun bisa dimainkan secara cuma-cuma, sehingga tidak heran apabila jumlah user-nya begitu besar.
Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya: kalau seperti itu caranya, dari mana tim developer maupun publisher-nya mendapatkan pemasukan? Well, jawabannya adalah model bisnis freemium.
Dalam artikel ini, saya akan membahas seputar game freemium yang sudah menjadi tren di industri mobile gaming. Maka dari itu, saya pun tidak lupa meminta pendapat dari salah satu nama paling tenar di kancah mobile gaming, Gameloft. Lewat email, saya berbincang sedikit dengan Emeric Le Bail, Country Manager untuk Gameloft Indonesia.
Info menarik: Kumpulan Game Android Terbaru 13 – 27 Juli 2015
Apa itu freemium?
Istilah freemium sebenarnya merupakan gabungan dari kata "free" dan "premium". Istilah ini pertama kali digunakan oleh seorang ahli e-commerce bernama Jarid Lukin di tahun 2006. Melihat polanya, bisa dikatakan freemium merupakan evolusi dari istilah shareware, yang populer di kalangan pengguna PC, dimana software berjenis shareware biasanya bisa digunakan secara cuma-cuma, namun hanya dalam durasi tertentu.
Selain freemium, sebenarnya ada juga istilah serupa yang populer di kalangan gamer, yakni free-to-play. Kedua istilah ini sebenarnya sama, akan tetapi free-to-play secara khusus diasosiasikan dengan konten digital berupa video game ketimbang aplikasi secara umum.
Dalam sebuah game free-to-play, Anda tidak dikenai biaya apa-apa untuk bisa mengunduh dan memainkannya. Kendati demikian, ada sejumlah konten opsional yang baru bisa didapat jika Anda mau membayar.
Agar tidak membingungkan, selanjutnya saya akan menggunakan istilah freemium – yang pada dasarnya bisa mempersingkat panjang artikel ini ketimbang menggunakan istilah free-to-play.
Info menarik: Sambungkan Buah-Buahan Dalam Game Puzzle Fruits Connect
Alasan penerapan strategi freemium
Di industri gaming, freemium sendiri awalnya lebih diprioritaskan untuk mencegah menyebarnya pembajakan game. Emeric pun membenarkan, dimana ia memaparkan bahwa model freemium secara alami disandang untuk membatasi pembajakan. Kendati demikian, ini rupanya bukan motivasi utama dari penerapan model freemium – paling tidak buat Gameloft.
Seperti yang kita ketahui, smartphone dan tablet kini sudah menjadi perangkat massal yang ada di mana-mana. Terlepas dari latar belakang masing-masing, sebagian besar dari mereka sebenarnya adalah gamer kasual. Tidak seperti gamer kelas hardcore – seperti Yoga Wisesa – gamer kasual lebih sering mencari hal-hal baru, dalam kasus ini hiburan beresiko rendah.
Emeric pun lanjut menjelaskan bahwa fokus Gameloft pada gamefreemium murni untuk menanggapi permintaan gamer kasual. Karena gratis, game freemium tentu saja lebih mudah diakses. Namun sebagai bonus, konsumen dibebaskan untuk bermain "dengan cara mereka sendiri".
Anda tidak mau mengeluarkan uang? Silakan. Tapi kalau Anda mau mendapat pengalaman bermain yang lebih komplet, Anda bisa membayar untuk itu. Konsumen senang, publisher dan developer pun ikut senang.
Info menarik: Eternal Symphony, Game Ritme yang Menantang
Kontroversi freemium
Meski pada prinsipnya freemium menguntungkan pihak gamer, kontroversi pun tetap tidak bisa dihindari. Seiring bertambah banyaknya game freemium, muncul istilah "pay-to-win", yang sejatinya merupakan cemoohan untuk istilah free-to-play. Sesuai makna harafiahnya, istilah ini berarti Anda harus membayar kalau mau menang.
Dalam game yang mengandung aspek kompetisi, model freemium memang berpotensi menjurus ke arah pay-to-win. Agar lebih mudah dipahami, saya akan memberikan contoh di luar mobile game, yakni Dota 2 dan League of Legends, yang memang sangat kompetitif. Keduanya bisa dimainkan secara gratis, dan menyimpan konten-konten opsional yang bisa dibeli. Bedanya, di Dota 2, konten opsional tersebut hampir tidak mempengaruhi hasil permainan, sedangkan di League of Legends sebaliknya.
Namun dalam konteks mobile game, saya kira freemium tidak bisa dicap sebagai pay-to-win secara mutlak. Memang ada sejumlah mobile game yang menjurus ke arah pay-to-win, akan tetapi kalau melihat mayoritas konsumennya yang merupakan gamer kasual, mereka bisa dengan mudah mencari game lain ketika mereka tidak puas dengan konsep freemium yang ditawarkan.
Info menarik: Panduan Memilih Casual Game dari Gameloft
Masa depan industri mobile gaming
Ketika saya menanyakan apakah ke depannya semua mobile game akan mengadopsi model freemium, Emeric tampaknya enggan mengiyakan. Mungkin tidak semua, akan tetapi jumlah game freemium saya perkirakan akan bertambah banyak, bukan dari Gameloft saja, tetapi juga dari banyak publisher dan developer lain.
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan industri gaming secara keseluruhan yang luar biasa, dan salah satu kontributornya adalah model freemium itu sendiri. Dalam kasus Gameloft, perusahaan asal Perancis ini berhasil menduduki posisi kedua publisher terbesar di tahun 2014 menurut App Annie, dilihat dari jumlah unduhan game di Google Play maupun Apple Store. Semuanya berkat model bisnis freemium.
Melihat pencapaian semacam itu, Emeric pun menyebutkan bahwa komitmen Gameloft di pasar freemium kini lebih kuat ketimbang sebelumnya, dan ke depannya mereka berencana untuk tetap seperti itu. Mengapa? Karena konsep micro-transaction di dalam game dirasa jauh lebih alami, dimana pemain hanya membayar untuk apa yang mereka konsumsi, tidak lebih.
Sekali lagi, model bisnis freemium terbukti dapat menguntungkan kedua pihak sekaligus, baik produsen (publisher dan developer) maupun konsumen.
Info menarik: GarudaPoint Coba Hadirkan Marketplace dan eCommerce Platform Game di Indonesia
Visi Gameloft ke depannya
Melihat prestasi dan pertumbuhan Gameloft sejauh ini, saya pun tertarik mengetahui apakah mereka berminat merambah platform lain selain perangkat mobile. Emeric menegaskan bahwa visi mereka tidak terbatas pada perangkat mobile saja, meski itu sejatinya merupakan DNA mereka.
Untuk saat ini, mobile masih menduduki posisi teratas terkait jumlah game yang diunduh setiap harinya, bahkan saya kira jauh melebihi console maupun PC. Inilah yang sepertinya menjadi pertimbangan utama Gameloft. Selama mobile masih memimpin, mereka akan terus fokus di situ. Namun kalau ke depannya console maupun PC kembali 'meledak-ledak', bukan tidak mungkin Gameloft akan turut meramaikannya.
Bagaimana dengan VR, alias virtual reality? Saya pun juga penasaran, namun Emeric berpendapat bahwa itu masih terlalu dini untuk dibicarakan. Saya cukup yakin ada sentilan-sentilan kecil di tim internal Gameloft seputar keinginan mengembangkan game VR, tapi tidak dalam waktu dekat.
Masih didukung rasa penasaran, saya lanjut menanyakan soal crowdfunded game. Sejauh ini Gameloft belum mempunyai rencana untuk memperkenalkan sebuah game lewat kampanye crowdfunding, mungkin suatu hari ketika benar-benar ada permintaan besar dari konsumen.
Gambar header: Mobile gaming via Shutterstock.