Menakar Masa Depan Startup “Online Grocery” di Indonesia
Berpotensi miliki pangsa pasar yang bertumbuh di tengah "awareness" yang makin meningkat dan konsolidasi ritel
Layanan online grocery memungkinkan pengguna memesan kebutuhan sehari-hari, seperti sayuran dan bahan makanan lainnya, lewat aplikasi. Bentuknya on-demand, pesanan diantar langsung ke rumah masing-masing dalam kerangka waktu yang ditentukan, biasanya juga untuk menjaga kesegaran. Tak ayal pengembang platform tersebut juga punya kurir pengantarannya sendiri.
Di Indonesia, penetrasinya masih di seputar kota besar seperti Jabodetabek. Meski demikian, potensinya dinilai masih besar. The Institute of Grocery Distribution (IGD) Asia menyebutkan bahwa nilai pasar online grocery akan bertumbuh 198% dari US$99 miliar di 2019 jadi US$295 miliar di 2023. Asia Tenggara diproyeksikan akan mendapati pertumbuhan tercepat, kendati secara nilai belum sebesar di Jepang, Korsel dan Tiongkok. Pasar di India dan Indonesia juga akan semakin penting bagi pebisnis karena skalanya.
Perjalanan online grocery di Indonesia
Konsep online grocery sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2013-an. Waktu itu ada beberapa pemain yang hadir ke pasaran, salah satu yang masih bertahan sampai sekarang SeroyaMart. Sementara lainnya seperti Sukamart memilih tidak melanjutkan bisnis. Di tahun berikutnya mulai bermunculan pemain lain, termasuk pendatang dari regional Honestbee walau cuma bertahan 1,5 tahun di Indonesia.
HappyFresh, SayurBox, KeSupermarket, Hypermart, GoMart, sampai yang terbaru GrabFresh kini melayani masyarakat. Masing-masing juga punya dukungan bisnis yang kuat.
Pertama HappyFresh, hadir di Indonesia sejak tahun 2015, kini mereka sudah menjangkau 11 kota besar di 3 negara, termasuk Malaysia dan Thailand. Mereka melayani pengguna di Jadetabek, Bandung, Surabaya, dan Malang. Sinar Mas Digital Venture, vertex Ventures, Grab Ventures, LINE Ventures adalah beberapa dari nama pemodal ventura yang kini sudah membawa HappyFresh jadi centaur, bervaluasi di atas US$100 juta.
Mitra HappyFresh akan membantu membelanjakan kebutuhan pengguna di supermarket dan toko yang telah menjadi mitra, beberapa di antaranya Transmart, Giant, Lotte Mart, dan Super Indo. Selain itu, kini juga sudah ada HappyCorporate untuk melayani kebutuhan grocery di perkantoran. Kerja sama strategis yang cukup signifikan kemudian dibangun bersama Grab, menghasilkan layanan GrabFresh. Bersaing langsung dengan GoMart milik Gojek yang menyajikan layanan serupa.
SayurBox juga jadi startup online grocery yang berhasil sandang status centaur, melalui pendanaan yang diberikan oleh Insignia Venture, Patamar Capital, East Ventures dan Tokopedia. Pendekatannya beda, mereka terhubung langsung dengan petani atau mitra penjual untuk mendistribusikan dagangannya lewat aplikasi. Selain memberikan produk segar, mereka miliki misi untuk memutus rantai pasokan sehingga memberikan penghasilan lebih baik kepada petani. Saat ini SayurBox baru beroperasi di Jabodetabek.
Tokopedia tentu juga punya agenda dengan keterlibatannya pada investasi tersebut. Disampaikan dalam kesempatan terpisah oleh CEO William Tanuwijaya, aksi korporasi dilakukan demi muluskan rencana perusahaan realisasikan visi menjadi “Infrastructure as a Services” di bidang perniagaan. Dampak yang diharapkan dari SayurBox, selain melengkapi kategori produk –saat ini sudah ada kanal tersendiri di laman Tokopedia—juga memberikan perluasan fitur di sisi on-demand dan agtech. Sebagai informasi, Tokopedia juga berinvestasi ke startup vertikal lain yang masih berhubungan dengan ritel.
Konsolidasi dengan ritel
Sebagai upaya transformatif, peritel Ranch Market dan Farmers Market tahun 2016 lalu akhirnya masuk juga ke ranah digital menggandeng Kresna Graha Investama. Mereka menghadirkan platform online grocery bernama KeSupermarket. Skema online-to-offline melalui fitur “Collect in Store” turut dihadirkan, memungkinkan pengguna mengambil item yang dibeli online di toko offline, kendati tetap menyediakan layanan logistik.
Demikian juga yang dilakukan peritel lain seperti Hypermart, mereka sajikan layanan digital dalam situs web dan aplikasi ponsel untuk mudahkan pengguna dapatkan produk mereka. Skema O2O juga diterapkan, untuk memberikan pilihan agar pengguna dapat mengambil sendiri belanjaannya di toko. Giant, Hero, Transmart, Lotte Mart juga akhirnya lakukan pendekatan serupa dengan kembangkan kanal digital.
Kendati peritel tersebut punya aplikasinya sendiri-sendiri, tidak serta-merta mendapatkan minat yang tinggi dari pengguna. Misalnya jika melihat statistik unduhan di Google Play, aplikasi dari startup online grocery mendapatkan unduhan yang lebih tinggi. Sementara, yang dilakukan pemain seperti HappyFresh sebenarnya juga menghubungkan konsumen dengan produk-produk di ritel seperti LotteMart.
Aplikasi (Android) | Total Unduhan |
LotteMart Indonesia | 10.000+ |
Hypermart Online | 100.000+ |
SayurBox | 500.000+ |
HappyFresh | 1.000.000+ |
Tentu banyak variabel yang membedakan, salah satu yang dapat dianalisis adalah mengenai fokus bisnis masing-masing. Startup online grocery mencoba mengkonsolidasikan katalog berbagai peritel agar mudah diakses di satu kanal. Manfaatnya, pengguna bisa mendapatkan varian yang lebih lengkap dengan berselancar di satu tempat. Fokusnya mengakomodasi proses pemesanan tanpa harus memikirkan rantai pasokan produk secara langsung membuat mereka juga bisa lebih fokus mengelola sistem logistik.
Terlebih layanan grocery yang dikembangkan (atau bekerja sama dengan) penyedia ride-hailing. Mereka telah memiliki fondasi yang kuat di sistem distribusi, manfaatkan mitra pengemudi yang tersedia di berbagai penjuru lokasi. Poin ini yang membuat Gojek masih yakin dengan GoMart, di tengah efisiensi bisnis melalui pengurangan fitur yang sempat dilakukan – banyak layanan GoLife yang dihentikan, menyisakan hanya GoClean dan GoMassage.
Sistem yang lebih terbuka juga memungkinkan pemain online grocery terhubung langsung dengan brand produk, seperti kemitraan yang kini digencarkan oleh para pemain. Ini akan berdampak pada rantai pasokan, sehingga membuat harga lebih terjangkau.
Tidak selalu mulus
Suksesi CEO HappyFresh dan penjualan RedMart Singapura ke Lazada menjadi sorotan di akhir tahun 2016, sekaligus menunjukkan kerasnya persaingan bisnis online grocery di kawasan Asia Tenggara kala itu. Di tahun-tahun selanjutnya ada yang masih bertahan, namun ada juga yang tumbang. Tahun lalu Honsetbee mengalami isu keuangan yang serius, lantas menghentikan operasionalnya di banyak negara, termasuk Indonesia. Kala itu sempat santer terdengar kabar penjajakan penjualan bisnis ke Grab dan Gojek, namun tidak berbuah manis.
Diluncurkan sejak tahun 2015, Honestbee canangkan strategi pertumbuhan yang cukup agresif. Sukses di negara asalnya, Singapura, mereka segera lakukan ekspansi ke tujuh negara tetangka termasuk Hong Kong, Taiwan, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Jepang. Sistem bisnisnya, mereka memperkerjakan freelancer atau yang disebut dengan "Bees" untuk membantu membelanjakan pesanan dan mengirimkan kepada pengguna -- konsep yang saat ini makin akrab dengan konsumen Indonesia.
Tidak berhenti di sana, Honestbee juga sempat menghadirkan konsep food delivery di Singapura. Namun pertumbuhan yang terus digenjot berdampak langsung pada keuangan mereka. Dalam mulai akhir 2018 perusahaan dikabarkan mulai kehabisan modal, mereka pun mulai melakukan pemecatan karyawan dan menghentikan beberapa unit bisnis, termasuk pusat R&D di India dan Vietnam. Memang, kerugian yang mencapai jutaan dolar AS berimplikasi pada perolehan jumlah pengguna yang banyak, tapi sayangnya tidak menghasilkan traksi seperti yang diharapkan.
Hal yang kurang dipertimbangkan, tidak semua pangsa pasar siap dengan layanan tersebut. Waktu itu masih di tahun 2017. Pengguna di Indonesia baru akrab dengan layanan e-commerce, melihat banyak survei rata-rata produk yang dibeli secara online adalah gadget atau produk fesyen. Logistik yang belum reliable jadi masalah utama untuk pengiriman bahan makanan segar. Maka layanan yang ditawarkan Honestbee pun akhirnya kurang diminati.
Pandemi dongkrak popularitas
Sentuhan lokal akhirnya coba digarap oleh HappyFresh dan SayurBox. Mereka melihat masalah mendasar di atas, seperti logistik, menjadi prioritas untuk diselesaikan sejak dini. Layanan juga beroperasi di wilayah perkotaan besar yang syarat dengan kemacetan, namun pihaknya tetap mengupayakan pengiriman cepat ke rumah – pengguna bisa melihat estimasi waktu pengiriman dan melacak status terkini.
CEO HappyFresh Guillem Segarra pernah menyampaikan, alih-alih mempertimbangkan titik di peta, strategi ekspansi mereka selalu didasarkan pada pendekatan market-driven. Mereka memilih tidak terburu-buru dan hanya mendatangi pasar yang benar-benar butuh solusi yang ditawarkan. Segarra mengklaim telah mendapatkan keuntungan di pasar tempat layanannya beroperasi saat ini.
Tahun 2020 tampaknya bisnis online grocery akan mendapati lonjakan pengguna tinggi. Pandemi Covid-19 membuat orang-orang mulai manfaatkan layanan tersebut, karena ada imbauan untuk tidak bepergian ke luar rumah. Benar saja, saat ini banyak stok produk di platform yang kosong. Antrean pengiriman pun juga sudah menumpuk – sampai tidak bisa dikirimkan ke hari yang sama. Poin pentingnya, ada awareness yang makin terbangun di kalangan konsumen Indonesia.
Tapi tidak bisa lengah, pasalnya e-commerce juga mulai kebut kategori grocery, seperti strategi Lazada pasca akuisisi RedMart. Perusahaan lokal pun sudah mulai perlihatkan gelagat yang sama. Misalnya yang dilakukan Blibli dengan menghadirkan Blibli Mart, hadirkan konsep O2O jajakan produk kebutuhan sehari-hari. Hal serupa juga dilakukan oleh JD.id.
Online grocery akan memiliki masa depan yang cerah, di tengah kebiasaan masyarakat yang semakin digital, serta konsolidasi ritel dan platform yang semakin baik. Ini dalam konteks di pasar yang saat ini sudah disinggahi, yakni Jabodetabek. Di luar itu, masih banyak PR yang harus divalidasi karena pada dasarnya yang ditawarkan startup di vertikal ini adalah mengubah kultur masyarakat, khususnya di kalangan ibu rumah tangga.
Sign up for our
newsletter